Sebanyak 1009 item atau buku ditemukan

The Development of Islamic Thought on Multiple Perspectives

Memasuki abad ke-20 kajian ilmu keislaman menjadi era dibukanya pemikiran dari berbagai sudut pandang. Hal ini, didukung dari beberapa temuan-temuan baru sains nyata-nyata menantang doktrin dan gagasan-gagasan keagamaan klasik. Sehingga, responsnya pun beraneka rupa. Misalnya, beberapa kalangan mempertahankan doktrindoktrin tradisional, beberapa yang lain meninggalkan tradisi, dan beberapa lagi yang merumuskan kembali konsep keagamaan secara ilmiah. Seorang Ian G Barbour (2000) melalui empat tipologi dialog sains dan agama. Pertama, tipologi konflik, yakni hubungan antara sains dan agama tidak mungkin dipertemukan, bahkan terdapat permusuhan dan pertempuran hidup-mati. Tipologi kedua, independensi, tipologi itu berpandangan bahwa antara sains dan agama bisa hidup tenteram dan berdampingan jika masing-masing saling konsentrasi pada wilayahnya sendiri-sendiri. Masing-masing kelompok diandaikan harus mempertahankan "jarak aman"-nya, tidak diperkenankan melangkah keluar "pagar"-nya. Sebab keduanya melayani fungsi yang berbeda, serta menjawab persoalan yang berbeda pula dalam kehidupan umat manusia. Tipologi ketiga adalah dialog. Yaitu tipologi yang berupaya mencari pembandingan-pembandingan tertentu, agar persamaan dan perbedaan metode yang digunakan oleh masing-masing dapat ditunjukkan. Contoh kasus dalam tipologi ketiga ini yaitu model konseptual dan analogi dalam memberi penjelasan mengenai suatu objek. Tipologi keempat adalah integrasi. Yaitu model tipologi yang berupaya mencari titik temu antara penjelasan-penjelasan yang ada dalam sains dan agama. Integrasi tidak harus menyatukan atau bahkan mencampur adukkan, namun cukup memadukan untuk mencari kesesuaian antar keduanya. Jika kita melihat dalam tradisi Islam (baik itu Al-Qur'an maupun Hadits), tidak ditemukan suatu terma yang memisahkan antara ilmu dan agama. Di dunia Islam ide sains (ilmu) include dalam agama, atau dengan kata lain sains Islam lekat dengan wahyu. Bahkan dalam Islam, seorang muslim dituntut memikirkan dua masalah sekaligus yakni masalah duniawi dan ukhrawi. Hal ini menegaskan bahwa penguasaan terhadap dunia (ilmu & harta) harus selaras dan seimbang dengan pengusaan terhadap urusan ukhrawi (Agama). Keselarasan inilah yang pernah dilakukan oleh intelektual muslim masa lalu, sebut saja Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan Ibnu Khaldun. Ketiganya telah menerapkan sistem keilmuan terpadu yakni tidak hanya menguasai satu disiplin ilmu pengetahuan. Sayang dalam muslim sekarang ini masih sedikit yang mewarisi tradisi intelektual tersebut. Sumber utama dalam kajian islam adalah Al-Qur’an dan AlSunnah. Tentu melalui proses ijtihad dengan menggunakan berbagai pendekatan dan metode memberi inspirasi bagi munculnya ilmu-ilmu yang ada pada lapisan berikutnya yaitu lapisan ilmu-ilmu keislaman klasik. Dengan cara yang sama, pada abad-abad berikutnya muncullah lmu-ilmu keislaman (religius studies), sosial (social sciences) dan humaniora (humanities), dan berujung munculnya ilmu-ilmu dan isu-isu kontemporer (natural sciences) pada lapisan berikutnya (Amin Abdullah, 2006). Hadirnya acara International Confrence on Islamic Thought (ICIT) dengan Tema : The Development Of Islamic Thoughts on Multiple Perspectives bagian dari ikhitiar IAI Al-Khairat Pamekasan melakukan kajian Islamic studies untuk merespon perkembangan pemikiran Islam dari akademisi baik dosen, peneliti dan mahasiswa yang tertarik mengkaji isu-isu kajian keislaman dari berbagai sudut pandang dimasa yang akan datang. Dengan menghadirkan beberapa para narasumber dari beberapa Negara yang tentu sesuai dengan exspert (kepakaran), di antaranya: Dr. Haji Hambali Bin Haji Jaili (Unissa Brunai Darussalam), Dr. Mohd Shahid Bin Mohd Noh (University of Malaya Malaysia), Dr. tuan Haji Toifur (ketua Sewan Wakaf Singapura) dan Prof. Hamidullah Marazzi (Hamadan Institute of Islamic Studies India) Harapan dari out put dari acara ICIT mampu mendongkrak tradisi kajian islam yang mengarah pada Hadlarah an-nash (budaya teks), hadlarah al-’ilm (sosial, humaniora, sains dan teknologi) dan hadlarah al-falsafah (etik emansipatoris). Amin Abdllah mengatakan wilayah Hadlarah al-’ilm (budaya ilmu), yaitu ilmu-ilmu empiris yang menghasilkan sain dan teknologi, tidak akan punya ”karakter”, dan etos yang memihak pada kehidupan manusia dan lingkungan hidup, jika tidak dipandu oleh hadlarah al-falsafah (budaya etik emansipatoris) yang kokoh. Sementara itu, hadlarah an-nash (budaya agama yang semata-mata mengacu pada teks) dalam kombinasinya dengan hadlarah al-’ilm (sain dan teknologi). Sumbangsih pemikiran pada International Confrence on Islamic Thought yang diikuti dari kurang lebih 111 peserta dari berbagai Perguruan Tinggi tanah air , yakni para dosen dan peneliti untuk ikut serta menyampaikan ide ide cemerlang sesuai dengan disiplin dan sudut pandang masing masing. Ada enam kajian yang dijadikan pijakan berfikir, di antaranya: Islamic Education, Islamic Education and Management , Psychology Guidance and Counseling, Al-Qur’an and Tafsir, Islamic Culture dan Islamic Law & economy

... memberi manfaat bagi semua, tidak hanya umat Islam saja (rahmatan-lil- alamin).9PendidikanIslamlahirdanberkembang ... 9 Muhammad Syukri Salleh, Strategizing Islamic Education, International Journal Of Education And Research, Vol.

The Islamic Traditions of Cirebon

Ibadat and Adat Among Javanese Muslims

It came as a “ grace for the whole universe ( rahmatan lil- ' alamin ) not as a condemnation . Through its genius , any time and anywhere it was ready to accommodate , absorb or be adopted by other traditions .

Harmoni di Negeri Seribu Agama

Bangsa Indonesia sering dilihat sebagai contoh bagaimana masyarakat dengan beragam etnik dan agama bisa hidup rukun, damai, dan berdampingan. Dengan melihat lebih dekat berbagai kehidupan masyarakat yang ada di berbagai pelosok nusantara, tampak jelas toleransi dan kerukunan merupakan napas dan jiwa masyarakat Indonesia. Buku Harmoni di Negeri Seribu Agama, menggali dan memotret interaksi dan relasi sosial keagamaan dalam kehidupan masyarakat di lima daerah, yaitu Kampung Jawa Tondano, Susuru Ciamis, Banuroja Pohuwato, Peunayong Banda Aceh, dan Teluk Gong Jakarta Utara. Buku ini juga menganalisis faktor-faktor yang menjadi perekat hubungan berbagai anggota masyarakat yang beragam agama dan keyakinannya, sehingga bisa menjadi best practices bagi konsepsi kerukunan yang harus dibangun oleh bangsa Indonesia ke depan. Uraian yang argumentatif, sistematis, dan mudah dicerna, menjadi keunggulan tersendiri buku yang sedang Anda pegang ini. Buku ini mengupas soal kerukunan dengan landasan teologi dan fikih kerukunan. Legitimasi keagamaan menjadi penting, sebab dalam masyarakat yang multikultural, sering tidak dapat dihindari berkembangnya paham-paham atau cara pandang yang didasarkan pada ethnosentrisme, primordialisme, politik aliran, dan sektarianisme. Dalam pembahasan banyak diungkap praktik-praktik pluralisme oleh masyarakat di lima daerah di atas, dianalisis berdasarkan fikih kerukunan. Melalui fikih kerukunan kita menemukan landasan praktik-praktik pluralisme oleh masyarakat dan juga batasan-batasannya dalam pola interaksi sosial keagamaan, sehingga tidak jatuh pada singkretisme. Buku ini sekaligus merupakan refleksi penulisnya sebagai peneliti kehidupan keagamaan di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama terhadap konsepsi keagamaan tentang kerukunan. Sebab pluralisme, kerukunan, dan toleransi secara intrinsik ada dalam semua doktrin agama, namun fakta menunjukkan bahwa berbagai konflik sering bermunculan, bahkan ternyata konflik dengan latar belakang agama mendominasi. Agama memang diakui di samping mempunyai karakter sebagai perekat sosial, juga memberikan ruang bagi terjadinya konflik. Semoga buku ini bisa menjadi landasan teologis dan panduan praktis bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat dalam mempertahankan dan membangun kerukunan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sangat plural. Integrasi nasional merupakan salah satu masalah terpenting dalam upaya membangun bangsa ini. Strategi pengelolaan keragaman agama yang baik akan melahirkan sikap beragama yang menghargai keragaman dan perbedaan, yang diharapkan akan berkontribusi bagi upaya persatuan dan pembangunan bangsa sesuai yang dicita-citakan.

Buku Harmoni di Negeri Seribu Agama, menggali dan memotret interaksi dan relasi sosial keagamaan dalam kehidupan masyarakat di lima daerah, yaitu Kampung Jawa Tondano, Susuru Ciamis, Banuroja Pohuwato, Peunayong Banda Aceh, dan Teluk Gong ...