Antologi Catatan Perjalanan Jurnalistik ke Amerika Serikat dan Inggris
Buku ini adalah serangkaian catatan reflektif penulis selama melakukan perjalanan jurnalistik ke Amerika Serikat dan Inggris. Beragam topik diangkat, mulai dari kehidupan sehari-hari, perjumpaan dengan orang-orang unik, hingga perjalanan jurbalistik yang diperoleh di dalam kelas. "Pengalaman Eben sebagai wartawan memberinya keterampilan menulis untuk melengkapi dengan informasi latar belakang atas hampir setiap unsur baru di dalam ceritanya. Dia seolah memberikan explanatory paragraph dalam beritanya sehingga pembaca seperti terbawa ke dalam tempat atau suasana yang diceritakannya, atau mendapat penjelasan langsung dari sumber berita." Abdullah Alamudi, Pengajar Utama Lembaga Pers Dr. Soetomo, Anggota Dewan Pers 2007-2010. "Kisah perjalanan jurnalistik Eben ini, yang berlangsung lebih dari 20 tahun lalu, mengingatkan saya ketika membaca novel Cerita Dari Jakarta yang oleh penulisnya pengarang besar Pramoedya Ananta Toer diberi judul tambahan “Sekumpulan Karikatur Keadaan dan Manusianya” di masa awal kemerdekaan. Membaca kisah sederhana sehari-hari yang bisa memberikan kita pencerahan tentang situasi waktu itu." Gde Anugrah Arka, Alumni Thomson Foundation (1994), Mantan Wartawan Senior Bidang Ekonomi dan Finansial Sebuah Media Internasional, Kini Entrepreneur di Bidang Pariwisata. "Melalui buku ini, Eben kembali mengingatkan saya pada perjumpaan dengan salju, dengan mentor-mentor jurnalis Inggris, dan terutama, buat saya, ruang belajar yang lebih menyerupai laboratorium media......Kami, yang hidup di era Orde Baru dengan segala kisahnya, berkesempatan mendengar, melihat, dan merasakan jurnalistik yang 180 derajat berbeda: bebas." Her Suharyanto, Alumni Thomson Foundation (1995), Pekerja Teks Komersial. "Indonesia itu multikultur. Meski saya, Eben dan Gde berbeda kepercayaan, toh chemistry bisa nyambung. Keakraban saya, Eben dan Gde menjadi semacam duta diplomasi kepada orang Jordania, dan kepada pengurus Thomson Foundation di Cardiff. Multikulturalisme di antara kami bertiga juga mendapat pujian dari pemilik rumah tempat kami tinggal, Glynn dan Gwenda. Budhiana Kartawijaya, Alumni Thomson Foundation (1994), Mantan Pemimpin Redaksi Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung. "Buku ini membuat kita lebih mengenal Eben: pria sederhana tanpa pretensi, penuh rasa ingin tahu, polos, tulus dan selalu siap mendengar. Berkat rasa ingin tahunya, yang besar, misalnya, kita lalu tahu bahwa ternyata salju memiliki makna berbeda bagi setiap orang (bangsa)....Pertemuannya dengan seorang pria muda di Jackson City, Mississippi, menghasilkan cerita tentang segregasi, perjuangan melawan diskriminasi ras, dan nasib anak-anak kulit hitam di AS." Lela E. Madjiah, Alumni Thomson Foundation (1994), Mantan Wartawan The Jakarta Post, Kini Penulis dan Editor Independen. "Beberapa tulisan di buku ini membuat saya senyum-senyum membacanya karena ditulis dengan jujur, apa adanya. Tentang visa single entry misalnya, yang membuat Eben terpaksa harus diam di London sementara rekan-rekannya termasuk saya, bisa keluar UK sebelum kembali lagi ke Tanah Air. Atau komentar orang tentang gayanya berpakaian sehingga dikira pendeta. Saya tak menyangka, Eben yang terkesan kalem dan santai, diam-diam mengamati segala hal dengan sangat cermat." Retno Bintarti, Alumni Thomson Foundation (1994), Mantan Wartawan Kompas.
"Indonesia itu multikultur. Meski saya, Eben dan Gde berbeda kepercayaan, toh chemistry bisa nyambung. Keakraban saya, Eben dan Gde menjadi semacam duta diplomasi kepada orang Jordania, dan kepada pengurus Thomson Foundation di Cardiff.