Sebanyak 42 item atau buku ditemukan

Analisis Wacana Kebijakan Pendidikan (Konsep dan Implementasi)

Pada bab pertama buku ini, pembaca akan diajak menganalisis wacana dalam pendidikan menggunakan perspektif politik pendidikan, sehingga faktor subjektifitas pembaca dalam mencermati sebuah tulisan terkait pendidikan bisa ditanggulangi. Pada bab kedua, pembaca akan disiguhkan mengenai analisis wacana pendidikan perspektif biaya dan manfaat (cost and benefit analysis. Penyusunan buku ini tidak hanya menyajikan konsep belaka mengenai analisis wacana pendidikan, akan tetapi pembaca akan banyak menemukan contoh implementasi analisis acana pendidikan.

Pada bab pertama buku ini, pembaca akan diajak menganalisis wacana dalam pendidikan menggunakan perspektif politik pendidikan, sehingga faktor subjektifitas pembaca dalam mencermati sebuah tulisan terkait pendidikan bisa ditanggulangi.

Dosen Penggerak Literasi: Praktik Baik Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM)

Jika merujuk pada konsep Nadiem Makarim, dosen penggerak itu memiliki tiga ciri. Pertama, belajar dan menjawab mahasiswa. Lah, ini sejak dulu awal kali saya jadi dosen ya sudah seperti itu. Saya menerapkan pembelajaran yang dua arah, mahasiswa saya jadikan sumber belajar. Selain itu, saya juga bisa dikata dekat dengan mahasiswa. Mulai dari yang akademis, aktivis, sampai pada mahasiswa ateis. Semua saya dekati karena mereka adalah teman saya. Bahkan, sekali-kali mereka saya jadikan dosen. Begitu. Kedua, mencari ilmu baru dan pihak pendukung. Praktik baik yang sudah saya lakukan, ilmu baru itu selalu ada, bahkan saya merencanakan adanya peninjauan kurikulum di prodi yang saya pimpin meski belum meluluskan mahasiswa. Pihak pendukung selalu kami cari dan gali, karena muaranya tidak hanya pada promosi kampus, namun juga masukan dari berbagai organisasi, lembaga, bahkan komunitas klenik saya datangi untuk mendukung aktivitas akademik. Tapi khusus ini jangan ditiru. Ketiga, mempersingkat waktu ceramah. Sebelum ada pandemi covid-19 pun, saya ceramah hanya pada tiga kali pertemuan. Selebihnya ya mahasiswa yang menyampaikan materi. Lewat presentasi, diskusi, dan belajar di luar. Selain belajar di luar, pembelajaran yang saya lakukan selalu berorientasi pada produk. Nah, berkaitan dengan produk itulah ide-ide saya tuangkan dalam buku “Dosen penggerak literasi”. Bukan berlebihan atau sok yes, namun judul ini juga atas saran seseorang, bukan saya sendiri. Mau tahu siapa dia? Ya, diwaca toh!

Jika merujuk pada konsep Nadiem Makarim, dosen penggerak itu memiliki tiga ciri.

Konsep dan aplikasi literasi di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0

Dunia berkembang, melaju, bergerak bak kecepatan cahaya. Super cepat. Secepat kilat tanpa memandang apa pun. Dalam hitungan detik, semua peranti kehidupan bak disulap. Perkembangan dunia teknologi yang membahana saat ini mengharuskan lembaga pendidikan dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi harus lah turut menjawabnya. Lembaga pendidikan tidak boleh lambat dan terlambat dalam merespon spirit zaman. Harus diingat, setiap masa ada spirit zaman (zeitgeist) berbeda-beda, semua itu harus dijawab sekaligus ditakhlukkan. Mengapa? Karena hanya mereka yang menguasai zeitgeist itulah yang dapat bertahan dan menguasai zamannya. Apakah hanya dosen dan mahasiswa yang dituntut menguasai zaman? Tentu tidak. Pelajar, guru, dan masyarakat biasa tentu sama-sama wajib turut menjawab tantangan abad 21 ini. Sebab, tidak bisa jika hanya mengandalkan satu pihak untuk menjawabnya. Jika dipetakan, tantangan abad 21 dulu ditandai dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sekira era 2011-2015. Kemudian, disusul dengan era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0, dan sejak awal 2019 kita berada dalam gelombang Society 5.0. Untuk itu, era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 ini tidak cukup jika dijawab dan ditakhlukkan dengan kemampuan literasi lama (membaca, menulis, berhitung). Kemeristek Dikti di awal 2018 mengajak elemen kampus untuk menguatkan kemampuan literasi baru yang menyasar pada literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Semua akademisi dituntut tidak sekadar memahami dan menguasai literasi lama seperti membaca, menulis, dan berhitung. Di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, ada tiga literasi baru yang wajib dikuasai. Di jenjang SD/MI sampai SMA/SMK/MA, literasi baru dapat dimasukkan ke dalam berbagai ranah sub-akademik. Mulai dari aspek kurikulum, kompetensi guru, metode pembelajaran, materi pelajaran, implementasi dalam penulisan dan riset. Sedangkan di perguruan tinggi, literasi baru ini dapat diimplementasikan ke dalam kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dilakukan semua warga kampus. Buku ini merupakan ijtihad baru di wilayah akademik untuk menawarkan konsep dan aplikasi yang dapat diterapkan semua lembaga pendidikan baik sekolah dan perguruan tinggi dan juga di dalam keluarga. Buku ini merupakan buku paling kekinian yang dibutuhkan semua dosen, guru, pelajar dan mahasiswa untuk menjawab tantangan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Source http://www.formacipress.com/2019/04/buku-literasi-baru-di-era-revolusi.html https://www.youtube.com/watch?v=AbClpBY5wos

Dunia berkembang, melaju, bergerak bak kecepatan cahaya.

Islam Agama Cinta Damai

Upaya Menepis Radikalisme Beragama

Islam Merahmati Sesama Manusia KH. M. Aniq Muhammadun Rais Syuriyah PCNU Pati, Pengasuh PP. Mamba’ul Ulum Pakis Tayu Pati Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. lewat perantara Malaikat Jibril dengan tujuan mengarahkan dan membimbing manusia supaya menjadi makhluk Allah SWT. yang bahagia dunia dan akhirat. Ajaran Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik ibadah maupun mu‟amalah dalam arti luas. Islam tidak membedakan urusan dunia dan akhirat karena dunia dalam pandangan Islam adalah tempat menanam (mazra‟ah) yang hasilnya akan diunduh di akhirat kelak. Kebahagiaan manusia dunia dan akhirat menjadi tujuan utama Islam. Oleh sebab itu, hal-hal yang merusak kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat ditolak dalam Islam. Kebahagiaan manusia diukur dari semua aspek, baik ibadah, sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut, Nabi Muhammad Saw. Dalam berdakwah menghindari cara-cara kekerasan dan pemaksaan kehendak, karena hal tersebut melukai dan mencederai fithrah manusia yang mencintai kelembutan, kesantunan, kasih sayang, dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Dakwah yang dilakukan dengan jalan kekerasan dan pemaksaan, apalagi dengan cara radikal, teror, dan intimidasi akan membuat manusia lari dari Islam. Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial keagamaan yang mengedepankan cara dakwah yang lembut, santun, dan penuh keramahan. NU ingin mewujudkan Islam yang merahmati sesama manusia lintas sektoral sebagai visi utama Islam yaitu agama yang merahmati seluruh alam (Wama Arsalnaaka Illa Rahmatan Lil-Alamiin). NU tidak hanya berdakwah dengan lisan saja, tapi juga berdakwah dengan bukti nyata (hal), yaitu dalam bidang pendidikan melalui pondok pesantren dan lembaga pendidikan Ma‟arif, madrasah diniyah, Taman Pendidikan al-Qur‟an, pemberdayaan ekonomi umat, membina akidah dan akhlak umat, dan mendorong terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sentosa. Buku yang berjudul “Islam Agama Cinta Damai”, Upaya Menepis Radikalisme Beragama, adalah salah satu sumbangsih NU dalam upaya mewujudkan Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam yang jauh dari ciri-ciri radikalisme dan terorisme yang mengancam dunia. Semoga buku ini membawa manfaat bagi seluruh masyarakat dan bangsa ini dalam membumikan nilai-nilai Islam yang mengedepankan toleransi, tolong menolong dalam kebaikan, dan menjaga kebinnekaan bangsa menuju terwujudnya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, Negara yang adil makmur yang mendapat limpahan ampunan dan rahmah Allah SWT. Source: http://www.tabayuna.com/2018/03/sinopsis-buku-islam-agama-cinta-damai.html

Source: http://www.tabayuna.com/2018/03/sinopsis-buku-islam-agama-cinta-damai.html

Pendidikan Akhlak Kontekstual

Buku “Pendidikan Akhlak Kontekstual” ini hadir sebagai salah satu bagian penting dari pengembangan strategi pembelajaran di dalam pendidikan akhlak. Di sini, ada banyak strategi pembelajaran yang relevan untuk dikembangkan dalam pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak kontekstual merupakan pola pengembangan pendidikan akhlak dengan menggunakan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL). Buku ini hadir sebagai penyemangat baru terhadap pengkajian pendidikan akhlak yang saat ini semakin tergantikan dengan pendidikan karakter. Pendidikan akhlak yang sudah hadir sejak lama dalam dunia pendidikan Indonesia urgen untuk dikembangkan karena memiliki kekayaan pengetahuan empiris yang relevan dengan kearifan budaya lokal di Indonesia. Salah satu metode pengembangan pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan pengembangan strategi yang digunakan di dalamnya. Kehadiran pendidikan akhlak kontekstual dalam buku ini diharapkan mampu mengaitkan penyampaikan materi dalam pendidikan akhlak dengan kondisi nyata siswa. Secara praktis, buku ini hadir juga sebagai penyeimbang pendidikan karakter yang sudah digalakkan oleh pemerintah. Kebijakan ini membuat pengkajian konsep pendidikan karakter semakin malangit dan sebaliknya, pendidikan akhlak yang sudah lama berjalan di Indonesia semakin redup. Alih bahasa ini dimaknai oleh penulis memiliki kesamaan etimologis secara subastansial. Sebagai contohnya, nilai akhlak yang dulu berlaku mengalami alih bahasa menjadi nilai karakter yang apabila diredefinisikan ulang akan memiliki kesamaan juga. Hal yang menjadi ironis, tatkala sudah banyak lembaga pendidikan yang melaksanakan pendidikan akhlak dengan berbagai macam strategi dan metode pengembangan yang bervariasi, saat ini tidak dikaji lebih mendalam dalam pengembangan pendidikan karakter. Sebagai contohnya pondok pesantren yang sudah melaksanakan pendidikan akhlakul karimah sejak awal kemunculannya dengan model pembiasaan. Penyusunan buku ini tidak hanya menyajikan analisis penulis dari hasil literasi belaka, akan tetapi validasi berupa data lapangan juga dilakukan. Validasi data lapangan dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yogayakarta yang sudah menerapkan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran akhlaknya.

Pendidikan akhlak kontekstual merupakan pola pengembangan pendidikan akhlak dengan menggunakan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL).

Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut untuk Mahasiswa

Dilengkapi Caturtunggal Keterampilan Berbahasa

Sebagai makhluk berbahasa, manusia memiliki potensi dan keunggulan luar biasa dibandingkan makhluk lainnya. Manusia secara fisik memiliki tubuh yang jelas, tampak, bisa dilihat, berbeda dengan hewan, setan, atau malaikat. Jika hewan, tubuhnya ya seperti itu, sementara malaikat dan makhluk halus lainnya, akan berbahaya jika bisa dilihat. Begitu juga dengan kemampuan berbahasa mereka. Akan histeris juga jika kita bisa merasakan bahasa mereka. Di situ lah, perbedaan mendasar yang bisa dipahami antara manusia dengan makhluk lainnya. Kambing, misalnya, bisanya hanya embek saja. Berbeda dengan manusia yang sangat detail bisa mengucapkan A, B, C, D sampai Z, begitu pula dengan angkat dari 1, 2, 3, sampai tak terhingga. Bisa juga huruf hijaiyah dari alif, ba, tsa, dan sampai akhir. Manusia memiliki multiplelanguage, mereka bisa berbicara apa saja asalkan dengan prinsip “terbiasa” karena rumusnya adalah language is a habit. Bahasa adalah kebiasaan, maka dari itu, manusia memiliki potensi untuk menguasai bahasa sedunia, meskipun ia orang Jawa, Sunda, dan lainnya. Sangat wajar, jika ada orang Jawa bisa Bahasa Jepang, Inggris, Arab, Tagalog, dan lainnya. Sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga karena memiliki banyak bahasa. Buku ini merupakan bahan ajar perkuliahan Bahasa Indonesia di perguruan tinggi untuk tingkat lanjut. Bahasa Indonesia dalam struktur kurikulum mengacu KKNI-SNPT merupakan mata kuliah yang masuk ke dalam rumpun Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU). Sedangkan di dalam buku ini, berisi materi yang menjadi lanjutan dari Bahasa Indonesia Dasar. (hi).

Sedangkan jika ditinjau dari segi karya, maka penulis membagi tulisan itu ke dalam tiga jenis, yaitu karya jurnalistik, karya ilmiah, dan karya sastra. Jenis-jenis tulisan di masing-masing aspek memiliki pengertian, macam, dan karakter ...

Guru SD di Era Digital: Pendekatan, Media, Inovasi

Kita bisa membayangkan, sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan jika masih ada guru yang buta digital di era milenial ini dan awam dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), maka kondisi pendidikan pasti tertinggal jauh. Padahal guru yang mampu menjawab tantangan zaman ke depan adalah mereka yang melek TIK, literasi digital, juga menguasai teknologi secara teoretis dan praktis. Dalam pendidikan, adanya teknologi tidak sekadar menjadi kebutuhan tambahan melainkan sudah menjadi basic need (kebutuhan dasar), baik itu untuk kebutuhan penelitian, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sampai dengan kebutuhan untuk pelancar dan piranti kesuksesan pelaksanaan pembelajaran. Di sinilah poin urgen yang harus diperhatian guru-guru SD di mana saja berada. Berbagai macam pendekatan, media, metode guru mengajar harus bisa menyesuaikan zaman karena hampir semua anak-anak sudah akrab dengan gadget, game, internet dan juga berbagai aplikasi yang semuanya berbasis digital. Perkembangan teknologi yang hanya dalam hitungan detik ini jika tidak diimbangi dengan akselerasi digital, maka guru ke depan akan terseok-seok dalam mengejar ketertinggalan. Hadirnya TIK harus menjadikan guru semakin melek literasi digital. Di sini tidak sekadar melek sebagai konsumen, melainkan harus berperan aktif dan produktif dalam melakukan inovasi dan pengembangan sebagai penguatan kompetensi guru. Selama ini, guru hanya dituntut memenuhi empat unsur kompetensi (pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional) dan delapan keterampilan mengajar. Namun, guru di era digital diharapkan memiliki “kompetensi digital” yang menjadi alternatif untuk percepatan kemajuan pendidikan melalui aktivitas pembalajaran di dalam kelas. Jika saat ini kita lihat karakteristik belajar peserta didik di SD, memang sudah berbeda jauh. Artinya, guru harus menangkap sinyal ini sebagai pembuka cakrawala untuk melakukan inovasi dan penguatan kompetensi digital agar tercipta sebuah pendekatan, model dan inovasi pembelajaran di dalam kelas yang berbasis TIK, digitalisasi dan mengajak anak untuk melek media. Mudahnya mendapatkan piranti teknologi saat ini harus semakin mempermudah para guru untuk membuka cakrawala pengetahuan untuk bisa menyesuaikan pembelajaran dari konvensional menuju digital. Pembelajaran di SD saat ini memang membutuhkan sosok “guru digital” sebagai figur guru yang mampu memprediksi masa depan peserta didik. Figur ini tidak sekadar figur yang heroik, melainkan guru yang benar-benar paham dunia TIK, literasi digital yang mengajak anak berkonversi di dunia digital dalam pembelajaran. Meski dalam pembelajaran berbasis TIK juga memiliki kelemahan dan kelebihan, akan tetapi hal itu justru membuat semakin rajin mencari, mengolah, dan mengalisis masalah itu untuk menemukan solusinya. Sebab, hanya guru digital yang bisa melanjutkan estafet pendidikan sebagai wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Dalam buku ini, dibagi menjadi delapan bagian yang secara komprehensif memetakan masalah-masalah dalam pembelajaran, penggunaan TIK, kompetensi guru yang diharuskan melek digital, karakter guru SD ideal, dan juga usaha mengembangkan media pembelajaran berbasis digital dalam rangka mencetak guru yang benar-benar digital. Juga menjadikan pembelajaran yang bermutu dengan basis digital untuk menyenangkan peserta didik. Buku ini memberikan spirit dalam merespon kemajuan zaman yang begitu cepat. Era kini tidak hanya generasi digital, namun kehidupan di “benua maya” membuat orang berpola pikir, berperilaku dengan basis digital, milenial dan semua berbasis internet. Jika tidak cepat tanggap, maka guru maupun calon guru akan tertinggal. Sebab, kemajuan pendidikan dasar tidak bisa terlepas dari inovasi dan melek literadi digital dengan wujud melakukan inovasi dalam pembelajaran. Semoga buku ini menjadi jawaban atas masalah ketertinggalan teknologi di dalam pendidikan dasar kita.

Kita bisa membayangkan, sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan jika masih ada guru yang buta digital di era milenial ini dan awam dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), maka kondisi pendidikan pasti tertinggal jauh.

Media Literasi Sekolah

Teori dan Praktik

Ada iklan salah satu produk minuman teh botol yang sangat terkenal dari PT. Sinar Sosro yang digagas Soetjipto Sosrodjojo yang meninggal dunia pada usia 77 tahun pada tahun 2010 lalu. Kalimat tersebut berbunyi "Apa pun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro". Menarik dan juga mudah diingat. Begitu juga dalam pengembangan pendidikan, seharusnya motto itu berbunyi "apa pun materinya, literasi medianya”. Jadi, titik tonjoknya literasi sudah menjadi media, tidak lagi “literasi media” yang cakupannya pada pengenalan dan juga penyadaran menyikapi media massa dan media sosial, internet, dunia maya, dan lainnya dengan benar, baik dan bijaksana. Sebab, variabelnya akan berbeda jika itu “literasi media”, sedangkan dalam buku ini, yang dikaji adalah “media literasi” dalam berbagai bentuk. Literasi tidak boleh sekadar membaca, sebab ia merupakan kemampuan kompleks. Bahkan, selain empat keterampilan berbahasa (menyimak atau mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara), literasi juga dimaknai sebagai semua usaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan informasi. Aspek melek komputer dan menangkal berita bohong dan palsu juga masuk kategori literasi. Dalam buku ini, literasi tidak lagi disajikan “kaku” seperti di buku-buku, dikat, dan jurnal-jurnal ilmiah selama ini. Sebab, literasi sudah melekat menjadi “media” itu sendiri dalam pembelajaran terutama di sekolah. Media literasi adalah bagian dari pengembangan “literasi” dan “media”. Banyak media yang selama ini sebenarnya adalah media literasi, namun guru dan juga dosen masih jarang yang memaknainya. Buku ini berisi empat bab. Mulai dari konsep literasi dalam pendidikan, gerakan literasi di sekolah, media literasi sekolah dan implementasi media literasi sekolah. Sebelum menggapai puncak kejayaan literasi pada 2045, Indonesia bisa bergerak cepat melalui literasi untuk penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas pendidikan dari jenjang SD, SMP, SMA, sampai program doktor (S3). Tanpa literasi, semua akan terasa bias bahkan tidak mampu mengejar ketertinggalan dari negara lain. Akhirnya, selamat menikmati buku ini dan semoga Anda mendapatkan apa saja yang Anda cari sebagai bahan untuk melakukan akselerasi literasi untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

Buku ini berisi empat bab. Mulai dari konsep literasi dalam pendidikan, gerakan literasi di sekolah, media literasi sekolah dan implementasi media literasi sekolah.

Media Pembelajaran berbasis Wayang

Konsep dan Aplikasi

Sebelum penulis lahir, dan karena penulis juga salah satu di antara jutaan orang yang menjadi penggemar Metallica, pada 1986, ada lagu menarik yang sempat menggemparkan dunia. Judul lagu itu adalah “Master of Puppets”, kalau dalam Bahasa Indonesia, kita bisa menyebutnya dalang. Lagu “Master of Puppets” ini, merupakan lagu kedua dalam album Metallica Master of Puppets. Lagu ini menduduki peringkat ketiga dalam daftar lagu heavy metal terbaik sepanjang masa oleh VH1. Lalu, apa hubungannya dengan media wayang? Jika Metallica pernah mengusung tema “dalang”, begitu juga dengan strategi dakwah Walisongo yang juga menggunakan wayang dan dalang, maka guru sebagai dalang di kelas harus bisa menerapkan media wayang. Sebelum menerapkan, tentu guru harus membaca konsepnya, apa saja karakter, manfaat, cara merancang dan sekaligus bagaimana hubungannya dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan pemerintah. Tentu, hal itu selaras dengan kondisi sekaranga yang hampir semua bidang terkena sindrom “disruption”. Apa itu? Disrupsi, menjadi kajian serius saat ini, sebab, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah lewat. Sekarang, fokus akademisi dan pakar kita ada pada era ketercerabutan, era disrupsi, karena hampir perilaku dan juga gaya hidup manusia abad modern ini sudah tercerabut dari akarnya. Maka wayang sebagai salah satu khazanah Nusantara, harus dilestarikan. Apa cukup lewat seminar dan workshop yang hanya sekadar menggugurkan proyek? Tentu tidak. Dalam buku ini jelas, bahwa wayang sudah didesain rapi menjadi sebuah media pembelajaran. Anda tentu pernah mendengar, bahwa media lebih penting dari materi. Tentu, media di sini adalah media pembelajaran. Media dalam kajian dan juga telaah metodologi pembelajaran menjadi penting untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Maka dalam hal ini guru dituntut untuk berinovasi, berijtihad dan juga mengembangkan metode sesuai dengan karakter siswa, terutama dalam pembelajaran di sekolah di semua jenjang. Maka dari itu, mengembangkan dan berinovasi pada suatu media yang mampu menjawab tantangan zaman semakin dibutuhkan dan urgensinya seratus persen. Mengapa? Banyak media yang berorientasi pada pemenuhan aspek kognitif peserta didik, namun aspek afektif dan psikomotorik tidak diperhatikan. Semakin tercerabutnya kearifan lokal dan karakter konservasi juga menjadi perhatian serius yang harus diteliti dan diwujudkan secara riil dalam bentuk media untuk pembelajaran di sekolah. Dalam kerja pengembangan media, guru atau siapa saja memang bisa melihat dari aspek kebutuhan peserta didik dan pendidik terhadap pengembangan wayang. Dalam buku ini, penulis lebih spesifik mengkaji media wayang dan itu berbasis wayang tumbuhan dan hewan. Tidak hanya itu, wayang itu juga bermuatan konservasi pada pembelajaran menulis naskah drama kreatif dapat dilihat dari aspek kemasan, isi, karakter, keterampilan menulis, materi, buku pedoman, dan RPP. Peserta didik dan juga pendidik, khususnya di jenjang SD/MI bahkan juga SMP/MA dan SMA/SMK/MA sesuai hasil penelitian yang dituangkan dalam buku yang Anda baca ini sangat membutuhkan media wayang tumbuhan dan hewan dalam rangka untuk membantu kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi menulis naskah drama. Kelebihan media wayang tumbuhan dan hewan di sini memiliki karakter nilai yang sudah dituangkan dalam sistem pendidikan nasional. Di sini, media wayang tumbuhan dan hewan merupakan salah satu media yang memiliki muatan nilai-nilai konservasi yang cocok untuk menjawab tantangan zaman dan juga mampu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Wayang yang didesain untuk media pembelajaran yang memiliki karakter tertentu tentu berbeda dengan media wayang biasa. Nilai-nilai atau karakter-karakter tersebut yaitu terdiri atas religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, lalu cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, lalu gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, juga tanggung jawab, dan konservasi. Pemanfaatan media wayang tumbuhan dan hewan dalam pembelajaran menulis naskah drama kreatif melalui wayang tumbuhan dan hewan di sini, bisa dilaksanakan secara berkelompok dengan satu kelompok terdiri atas 2-3 orang. Di sini lah ada kelebihan dibandingkan dengan media yang lain, karena peserta didik secara empirik memerankan peran/drama melalui wayang buatan dari guru. Di kelas, guru hanya memberi contoh sekali dan selanjutnya, anak-anak belajar sesuai dengan tema yang diberikan sesuai kelompoknya dengan media wayang tersebut. Jadi media wayang sangat efektif dan efesien yang bisa digunakan di jenjang SD/MI dan umumnya di semua jenjang sekolah, yaitu SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Dalam konteks bahasa, di sini keefektifan media wayang tumbuhan dan hewan dapat diukur dari hasil karya siswa dalam menulis naskah drama kreatif, namun materi lain bisa menyesuaikan sesuai dengan SK dan KD. Hasil penelitian yang dituangkan di buku ini, menunjukkan nilai rata-rata siswa berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, juga memperlihatkan peserta didik merasa dimudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pendidik dalam konteks ini juga merasa terbantu dalam menyampaikan materi. Oleh karena itu, di sini bisa untuk disimpulkan bahwa media ini efektif dalam pembelajaran. Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada kurun waktu satu tahun saat menempuh studi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia untuk membantu menyempurnakan buku ini. Pada Bab I, buku membahas konsep media pembelajaran, yang berisi tentang konsep media pembelajaran, macam-macam media pembelajaran, karakteristik pemilihan Media pembelajaran, lalu juga tujuan, fungsi dan manfaat media dalam pembelajaran. Kemudian pada Bab II tentang merancang media pembelajaran wayang yang berisi rancangan media wayang, media wayang tumbuhan dan hewan, media wayang bermuatan konservasi. Sementara itu, pada Bab III tentang desain media pembelajaran wayang, beritisi tentang Garis Besar Isi Media dan Jabaran Materi (GBIM dan JM) media wayang, lalu nilai-nilai karakter media wayang, pengembangan media wayang, desain media wayang berkarakter, manfaat dan kelebihan media wayang dan juga urgensi media berbasis konservasi di abad 21. Semoga hadirnya buku ini menjadi salah satu sumbangsih terhadap perjalanan dunia pendidikan di Nusantara. Khusus untuk guru, semoga memiliki jiwa untuk menjadi “Master of Puppets” di dalam kelas dan lebih luas di luar kelas. Selamat membaca! (*)

Sementara itu, pada Bab III tentang desain media pembelajaran wayang, beritisi tentang Garis Besar Isi Media dan Jabaran Materi (GBIM dan JM) media wayang, lalu nilai-nilai karakter media wayang, pengembangan media wayang, desain media ...