Sebanyak 8 item atau buku ditemukan

Islam dan Budaya Lokal Adat Gorontalo

Makna Filosofis, Normatif, Edukatif, dan Gender

Buku ini ditulis dengan membahas kedua kategori tradisi di Gorontalo dengan fokus penemuan makna filosofis, nilai-nilai pendidikan moral, dan makna normatif, serta relasi gender. Kedua tradisi Gorontalo yakni pertama, tradisi yang bersumber dari Islam yang pelaksanaanya dilaksanakan secara adat (mobangu, mokama, mongunte, mongakiki, mohuntingo, mongubingo, moluna). Kedua, tradisi murni lokal Gorontalo (molontalo, molobungo yiliyala, buli’a’a, mopoto’opu, molunggelo, dan momeati). Agaknya, baik tradisi Islam maupun tradisi Islami yang hidup dalam kehidupan masyarakat muslim Gorontalo mengandung nilai dan norma, serta pesan moral sebagai pedoman hidup. Karena itu, kajian atas tradisi lokal Gorontalo dalam buku ini menunjukan adanya akulturasi Islam dan budaya lokal. Itu berarti terjadi harmonisasi antara adat dan agama sebagaimana diisyaratkan oleh falsafah Gorontalo adati hula-hula’a to sara’a, sara’a hula-hula’a to qurani. Dengan demikian, kajian tradisi lokal Gorontalo dalam buku ini lebih memastikan bahwa falsafah Gorontalo tersebut bersifat implementatif dan aktual.

Buku ini ditulis dengan membahas kedua kategori tradisi di Gorontalo dengan fokus penemuan makna filosofis, nilai-nilai pendidikan moral, dan makna normatif, serta relasi gender.

Beati Tradisi Gorontalo

Menyingkap Ekspresi Islam dalam Budaya Lokal

Sejarah membuktikan, bangsa besar adalah bangsa yang mampu menjaga dan melestarikan tradisinya, termasuk tradisi lokal. Hampir di segala penjuru bangsa ini, selalu terdapat tradisi lokal yang mencerminkan semangat spiritual, historitas, dan cita-cita bangsa itu sendiri. Selain itu, tradisi juga memiliki peran sebagai penjaga marwah rakyat, dimana karakter dan moral bangsa dibentuk melalui tradisi. Sebagaimana kita ketahui, budaya dan tradisi tidak selalu lahir dari budaya lokal masyarakat. Selalu terdapat proses akulturasi, asimilasi, maupun inovasi dalam proses integrasi dari dua budaya. Seperti tradisi beati. Tradisi lokal ini merupakan akulturasi budaya Islam dan budaya masyarakat lokal Gorontalo. Beati merupakan upacara kultural-keagamaan dalam memaknai perpindahan siklus kehidupan dari masa anak-anak ke masa remaja. Di dalamnya tercermin suatu wujud kesetiaan terhadap ajaran Islam. Baik dari sisi hukum/fiqih, teologi, dan moral.

Sejarah membuktikan, bangsa besar adalah bangsa yang mampu menjaga dan melestarikan tradisinya, termasuk tradisi lokal.

Argumen Islam Ramah Budaya

Corak Islam di Indonesia sangatlah menarik untuk dibahas. Mengingat adanya proses akulturasi dengan budaya dan tradisi lokal. Akulturasi yang terjadi di Indonesia, antara agama dan budaya akan memperkaya kehidupan dan membuatnya tidak gersang. Atas dasar ini ungkapan Islam adalah agama yang ramah terhadap budaya bukan hanya sebuah kiasan semata. Buku ini tidak hanya menghadirkan sebatas ungkapan bahwa Islam ramah terhadap budaya, melainkan lebih daripada itu. Yakni diuraikan secara detail mengapa Islam ramah terhadap budaya bukan anti terhadap budaya, mengapa Islam tidak melarang budaya yang berseberangan dengannya secara revolusioner, tetapi secara evolusi dan gradual. Didasarkan atas kajian yang mendalam dengan didukung literatur yang komprehensif, membuat kehadiran buku ini layak untuk dijadikan referensi. Kehadiran buku ini tidak hanya dikhususkan pada kalangan tertentu, namun juga dapat dibaca oleh siapa pun.

Corak Islam di Indonesia sangatlah menarik untuk dibahas.

Isu-Isu Aktual Kontemporer Fikih Keluarga

Kompleksitas persoalan hukum keluarga Islam yang muncul saat ini disebabkan akibat perkembangan zaman. Persoalan tentang cerai melalui SMS, nikah melalui telepon, isu kewarisan nonmuslim, merupakan dampak kemajuan peradaban manusia. Namun hukum keluarga Islam yang dijalankan di Indonesia, masih belum menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Maka pembaruan hukum keluarga Islam merupakan sebuah keniscayaan. Pembaruan hukum keluarga Islam bertujuan untuk menjawab tantangan modernitas dalam bidang hukum keluarga. Hal ini didasarkan pada pemahaman umum umat Islam terkait kandungan dalam ayat Al-Qur'an, hadis, dan kitab-kitab fikih yang dianggap belum menjawab tantangan persoalan hukum keluarga yang muncul pada era modern. Semua persoalan hukum keluarga era modern dibahas secara praktis dan sistematis dalam buku yang pembaca pegang ini. Di dalamnya, pembaca akan menemukan pemahaman yang komprehensif terkait fikih keluarga yang berkembang di masyarakat. Persoalan kontemporer yang diangkat dalam buku ini lebih bercorak fikih, meskipun dalam beberapa bagian merujuk kepada ketentuan perundangan-undangan. Bagi pembaca jangan khawatir, karena buku ini telah didesain menggunakan bahasa yang ringan sehingga mudah dipahami oleh siapa pun

Kompleksitas persoalan hukum keluarga Islam yang muncul saat ini disebabkan akibat perkembangan zaman.

Pelangi Fikih Kontemporer

Ragam Perspektif dan Pendekatan

Seperti Pelangi, buku ini menawarkan warna-warni perspektif dan pendekatan dalam merespons isu-isu kontemporer terkait dengan hukum fikih. Secara tematik ada sepuluh tema yang dibahas: fikih ikhtilâf atau fikih nawâzil; fikih literalis-skriptualis, fikih substansialis-esensialis, fikih liberal, fikih progresif, fikih non muslim, fikih gender, fikih seksualitas, fikih pandemi covid-19 dan fikih tasâmuh. Setiap tema terdiri atas berbagai problematika hukum Islam kontemporer (qadhâyah mu‘âshirah). Dalam fikih seksualitas, -misalnya- dibahas isu oral seks, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), serta pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape). Jawaban fikih kontemporer atas setiap isu dibaca dari berbagai perspektif, seperti perspektif gender, feminis, dan maqashid al-syariah. Selain berbagai perspektif, buku ini juga menghadirkan ragam pendekatan. Isu-isu fikih kontemporer, direspon dengan pendekatan literalistik-skripstualistik; substansialis-esensialis; tekstualistik dan kontekstualistik. Dihidangkan pula opini hukum fikih aktual dengan pola berpikir liberalistik dan progresif. Agaknya, ragam perspektif dan pendekatan dalam menjawab isu-isu kontemporer tersebut yang membedakan buku ini dengan buku yang sejenis. Sebagai opini hukum Islam (baca: fikih), setiap isu meniscayakan keragaman pendapat. Sebagai landasan normatif-teologis, maka kajian buku ini diawali dengan uraian fikih ikhtilâf atau fikih nawâzil, untuk menunjukan bahwa jawaban fikih atas isu-isu kontemporer tidak pernah tunggal, melainkan beragam. Keragaman opini hukum fikih memungkinkan terjadi karena teks al-Quran dan hadis memberi ruang. Untuk menyikapi keragaman dan perbedaan opini hukum fikih (al-ikhtilâf), maka buku ini diakhiri dengan kajian fikih tasâmuh sebagai pijakan etik; agar setiap orang dan kelompok berlapang dada atas setiap perbedaan. Sebab setiap perselisihan itu buruk (al-khilâfu syarrun), tegas Ibnu Mas‘ûd (w. 652 M).

Seperti Pelangi, buku ini menawarkan warna-warni perspektif dan pendekatan dalam merespons isu-isu kontemporer terkait dengan hukum fikih.

Akulturasi Islam dan Budaya Lokal

Studi Islam tentang Ritus-Ritus Kehidupan dalam Tradisi Lokal Muslim Gorontalo

Buku ini merupakan studi mendalam untuk melacak proses terjadinya akulturasi Islam dengan adat terkait dengan ritus-ritus kehidupan dalam tradisi lokal Muslim Gorontalo. Apakah model akulturasi tersebut bersifat sukarela atau memaksa. Lalu, sejauh mana ritus-ritus kehidupan dalam tradisi lokal Muslim Gorontalo dilihat dari perspektif studi Islam. Buku ini penting mengingat tradisi-tradisi lokal yang hidup di masyarakat muslim Nusantara seringkali tampak luar dan sekilas tidak merepresentasikan ajaran Islam—apalagi dengan istilah-istilah maupun simbol-simbol lokal yang menyertainya, tetapi sesungguhnya di dalamnya terkandung ajaran Islam sebagaimana ditunjukkan buku ini. Buku ini perlu dibaca oleh berbagai kalangan, baik oleh para akademisi dan pengkaji budaya, studi Islam, sosiologi, antropologi, para da’i maupun masyarakat muslim pada umumnya.

Buku ini merupakan studi mendalam untuk melacak proses terjadinya akulturasi Islam dengan adat terkait dengan ritus-ritus kehidupan dalam tradisi lokal Muslim Gorontalo.

Ushul Fiqh

Dari Nalar Kreatif Menuju Nalar Progresif

Secara etimologis, ushul fikih berarti pondasi fikih. Itu berarti, fikih dibangun di atas pondasi yang kokoh. Pondasi itu dinamakan metodologi. Karena itu, ushul fiqh sering juga disebut sebagai metodologi hukum Islam, yaitu ilmu yang membahas tentang sejumlah metode penemuan dan penetapan hukum Islam. Baik metode (ushul fiqh) maupun fikih (sebagai hasil dari penerapan metode), keduanya adalah upaya kreatif maksimal ulama ushul (ushûliyyûn) dan fikih (fuqahâ). Buku ini membahas sejumlah metode-metode kreatif ulama ushul (ushûliyyûn) dan fikih (fuqahâ) dalam menggali, mengeluarkan, menemukan dan menetapkan hukum. Buku ini menyuguhkan kesegaran bagi pemikiran hukum Islam yang kontekstual dan sesuai semangat zaman. Pada bab awal, pembahasan buku ini terlebih dahulu menyentuh makna, sejarah, objek kajian dan berbagai aliran ushul fikih. Memasuki bab selanjutnya, sumber penetapan hukum baik Sunni dan Syiah hingga dalil-dalil penetapan hukumnya dikuliti. Pertengahan isi buku ini kemudian juga mengetengahkan diskusi-diskusi terkait ijtihad hingga kaidah Ushûliyyah dan Fiqhhiyyah. Selain itu, dibahas pula berbagai metode penemuan hukum Islam dan metode istinbâth hukum di Indonesia. Sebelum akhirnya Penulis menutupnya dengan mengajukan pembahasan soal teori-teori usul fikih progresif.

Pondasi itu dinamakan metodologi. Karena itu, ushul fiqh sering juga disebut sebagai metodologi hukum Islam, yaitu ilmu yang membahas tentang sejumlah metode penemuan dan penetapan hukum Islam.

Tafsir Islam atas Adat Gorontalo

Mengungkap Argumen Filosofis-Teologis

Gorontalo dikenal sebagai daerah adat. Bagi masyarakat Gorontalo, adat istiadat merupakan norma yang dijunjung tinggi dalam kehidupan. Sebab, adat berfungsi menanamkan kepercayaan yang teguh kepada Allah SWT., dan menanamkan nilai moral dan akhlak mulia (akhlaqul karimah). Fungsi lainnya adalah sarana untuk menuntun dan mengarahkan setiap orang agar setiap kegiatan hidupnya mempunyai makna dan berhasil ke arah yang lebih baik. Buku ini dihadirkan untuk menyempurnakan dua buku sebelumnya: Beati Tradisi Gorontalo: Menyingkap Ekspresi Islam dalam Budaya Lokal; dan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal: Studi Islam tentang Ritus-Ritus Kehidupan dalam Tradisi Lokal Muslim Gorontalo. Secara spesifik, buku ini ditulis untuk menemukan argumen filosofis dan teologis dari adat dan tradisi lokal Gorontalo. Diangkat dari hasil penelitian yang empiris, buku ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang dilestarikan di Gorontalo selama ini memiliki basis filosofis dan argumen teologis yang kokoh. Ia sejalan dengan nilai-nilai dan pesan moral Islam.

Gorontalo dikenal sebagai daerah adat.