Sebanyak 11 item atau buku ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN ; PROBLEM DAN SOLUSINYA UNTUK MEMAHAMI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Buku Analisis Kebijakan Pendidikan; Problem dan Solusinya untuk Memahami Kebijakan Pendidikan di Indonesia ini yang ditulis oleh DR. H. Masduki Duryat, M.Pd.I. untuk menambah khazanah teoretik atas dinamika yang terjadi dalam proses, formulasi dan implementasi kebijakan Pendidikan di Indonesia. Kita mengetahui betul bahwa munculnya kebijakan—termasuk di bidang Pendidikan—yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk merespon sekaligus mengeliminir dinamika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan ekspektasinya yang sedemikian tinggi. Ironisnya, alih-alih akan bisa menjadikan sebuah solusi malah terkadang memunculkan masalah baru. Sehingga beberapa persoalan di bidang pendidikan kadang tidak terselesaikan secara maksimal. Buku ini juga memberikan ilustrasi bahwa kebijakan Pendidikan—masuk kategori kebijakan public—pasti akan terjadi tarik-menarik kepentingan, dengan segala sikap pro dan kontranya. Apalagi dunia Pendidikan merupakan entitas yang menarik banyak pihak, laksana ‘gadis cantik’ di tengah komunitas pemuda lajang. Banyak pihak yang memiliki kepentingan seperti pemerintah, politisi, pengusaha, pegiat sosial, aktivis, ulama, tokoh masyarakat, orang tua siswa, pendidik dan stakeholder lainnya. Buku ini disajikan agar dapat dijadikan landasan sekaligus menambah wawasan dalam melakukan analisis di bidang Pendidikan. Dengan kata lain, buku ini layak untuk dijadikan bahan rujukan untuk menambah wawasan para penentu kebijakan, pelaku kebijakan, analis dan akademisi untuk semakin meningkatkan mutu dan daya saing luaran Pendidikan kita dan dalam sekali tarikan nafas tujuan Pendidikan kita dapat diraih.

Buku Analisis Kebijakan Pendidikan; Problem dan Solusinya untuk Memahami Kebijakan Pendidikan di Indonesia ini yang ditulis oleh DR. H. Masduki Duryat, M.Pd.I. untuk menambah khazanah teoretik atas dinamika yang terjadi dalam proses, ...

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN ; TEORI DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA

Pendidikan dengan berbagai keputusan politik yang sudah dilegitimasikan oleh DPR RI merupakan human investment yang hendaknya mampu menghasilkan perancang perubahan (change designers) dan pendorong perubahan (change pusers) yang berjiwa entrepreneur dan inovator. Dalam proses modernisasi menuju masyarakat teknologi. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, melalui pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Dengan demikian perlu adanya solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di antaranya seperti: pemerataan pendidikan, daya serap dunia kerja, mutu lulusan, akuntabilitas dan pencitraan publik, khususnya dalam menghadapi tuntutan global dengan merevitalisasi pendidikan sebagai human investment. Melalui Pendidikan diharapkan akan lahir SDM-SDM yang berkualitas, berkarakter, kompeten dan berdaya saing tinggi baik di level nasional, regional maupun internasional. Untuk itulah buku Analisis Kebijakan Pendidikan ini disajikan untuk menjadi landasan, rujukan dan sekaligus menambah wawasan bagi para pemangku kebijakan, khususnya di bidang Pendidikan.

Pendidikan dengan berbagai keputusan politik yang sudah dilegitimasikan oleh DPR RI merupakan human investment yang hendaknya mampu menghasilkan perancang perubahan (change designers) dan pendorong perubahan (change pusers) yang berjiwa ...

PROPHETIC LEADERSHIP DALAM PENDIDIKAN

(Teori dan Implementasinya; Belajar Dari Kepala SMK Bina Insani Mulia Dukupuntang Cirebon)

Bahwa para Nabi dan Rasul utusan Allah adalah sebuah kebenaran yang tak terbantahkan termasuk Nabi Muhammad SAW. yang dalam konteks al-Quran disebut sebagai uswatun hasanah, teladan, proto type bagi umatnya termasuk dalam konteks kepemimpinan dengan sifat Sidiq, amanah, tabligh dan fathanah yang melekat padanya. Tetapi dalam implementasi kepemimpinan, kita yang notabenenya umat Islam terkadang terjebak pada pola kepemimpinan yang kapitalis, hedonis, serba instant dengan tanpa 'menghadirkan Tuhan'. Sebagai seorang pemimpin, jangan menjadi orang yang 'rabun dekat’, kita ingin mengadopsi kepemimpinan dari berbagai tokoh, sementara dalam Islam sudah sangat jelas ada pada diri Nabi Muhammad SAW. Sehingga jika Nabi sebagai teladan, maka bisa diadaptasi walau tidak sesempurna apa yang dilakukan oleh Nabi misalnya ini dilakukan oleh khulafur Rasyidin dan juga Umar bin Abdul Aziz. Ilustrasi keagungan Nabi dalam berbagai aspek termasuk dalam kepemimpinannya bukan upaya untuk kembali ke zaman sahabat di masa lalu. Tetapi sebuah upaya untuk menengok khazanah Islam dengan menerapkan prinsip-prinsip hidup sesuai dengan esensi Islam dan mengkontekstualisasikannya di era modern. Maka ini sebuah upaya untuk kembali ke teks dan mendialogkan teks dengan realita sehingga esensi kebenaran teks sebagai pedoman sepanjang zaman semakin kuat resonansinya. Prinsip-prinsip Islam mampu berdiri tegak di bumi Allah dengan merangkul dan memberikan kemanfaatan serta rahmat pada seluruh umat. Di tengah sikap paradoks pemimpin kita yang terjebak pada pola hedonis, kapitasi, instant dan hanya memikirkan 'balik modal’ ketimbang memikirkan kesejahteraan yang dipimpinnya dalam konteks pendidikan, temuan ICW bahwa Kepala sekolah sudah menjadi bagian dari birokrasi yang lebih loyal kepada atasan (Bupati/Wali kota, Kepala Dinas) daripada memikirkan kesejahteraan bawahannya. Sungguh sangat ironis, belum lagi pemilihan pemimpin kepala daerah sekarang masuk kategori high cost. Political and Economic Consultancy (PERC) Hongkong menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia. Masyarakat Transparansi Internasional menempatkan Indonesia sepuluh besar negara terkorup di muka bumi. Bahkan dari sisi etik, Indonesia dalam bahasa Gunnar Myrdal tergolong negara soft State, sering terjadi ketidakjelasan antara yang benar dengan salah, haq dan bathil

Bahwa para Nabi dan Rasul utusan Allah adalah sebuah kebenaran yang tak terbantahkan termasuk Nabi Muhammad SAW. yang dalam konteks al-Quran disebut sebagai uswatun hasanah, teladan, proto type bagi umatnya termasuk dalam konteks ...

Pendidikan Dan Perubahan Sosial

(Telaah Konseptual Pemikiran Pendidikan Mansour Fakih)

Bismillah, segala puji bagi Allah, salam sejahtera tercurah kepada para nabi dan manusia pilihan-Nya. Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa dan steakholders pengelola pendidikan, misalnya pada mata kuliah Ilmu Pendidikan, Manajemen Pendidikan (Islam), Pengantar Pendidikan (Islam), Pengembangan Kurikulum—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Ilmu Pendidikan (Islam), Pendidikan dan problem yang dihadapinya dalam berselancar dengan era digital dan revolusi industry 4.0. yang memerlukan pemberdayaan sumber daya manusia yang tidak merasa selalu berada di zona aman—sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Rhenald Kasali, dengan selalu melakukan inovasi. Pada tulisan saya di salah satu surat kabar ―Pendidikan bukan Kuburan Massal, ada yang menarik ketika menurut Paulo Freire bahwa pendidikan sama dengan pembacaan kritis dan mengamati fenomena perkembangan pendidikan kita sekarang ini. Ketika kemudian paradigma pendidikan bergeser dari sekolah formal ke sekolah non-formal. Pandangan bahwa sekolah formal memandang potensi semua anak sama—bahkan ada yang berpandangan cenderung mematikan potensi anak menjadi kuburan massal, harus sama kecerdasan intelektualnya. Padahal penemuan terbaru adanya kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap anak dan berpotensi sukses dengan potensinya masing-masing, jika kemudian dikembangkan dan didorong lebih maksimal. Sekolah alam, home schooling, sekolah sepak bola, sekolah seni, sekolah wirausaha modern dan semacamnya saat ini berkembang dengan cepat. Bahkan sekarang di era disrupsi—ada semacam konsorsium yang membutuhkan tenaga kerja tanpa mempersyaratkan ijazah, yang penting memiliki skill dan kompetensi di bidang IT dan digitalisasi untuk secara online melayani konsumen/pelanggan. Maka ini harus disikapi dengan bijak, kritis dan radikal tentang model dan implementasi pendidikan yang lebih diarahkan pada pemberdayaan peserta didik dan pemberdayaan sosialnya. Mekanisasi‘ peserta didik dalam pembelajaran adalah sebuah proses dehumanisi yang sangat berbahaya dalam kelangsungan kehidupan anak untuk mencapai kedewasaannya. Ungkapan school is mirror society (sekolah/lembaga pendidikan adalah cermin masyarakat) seyogyanya benar-benar mewarnai pendidikan yang sedang berlangsung. Sebagai konsekuensinya, lembaga pendidikan harus ikut berperan aktif dalam memecahkan problem social. Oleh karena itu—tentu harapan kita, kepada para pemimpin— pendidikan harus terus diberdayakan, prosesnya harus terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), maka diharapkan pemerintah bersama kalangan swasta terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Hal ini ditujukan antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi. Perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Meski usaha tersebut telah dilakukan, pada kenyataannya upaya pemerintah belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam perspektif/kerangka sekolah sebagai ujung tombak pembangunan pendidikan, merupakan sesuatu prioritas yang harus dipikirkan dalam merencanakan formula reformasi pendidikan oleh para pemimpin kita. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan lembaga strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sekolah mau tidak mau akan menjadi pusat perhatian seluruh elemen bangsa untuk dikaji kembali. Kajian dimaksud dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya yang lebih efektif dan efisien. Berangkat dari konteks ini, maka buku ini dihadirkan kepada para pembaca, pegiat pendidikan, praktisi dan simpatisan pendidikan— walaupun dimodif dari penelitian karya ilmiah—mudah-mudahan bermanfaat dan menginspirasi dalam melakukan human invesmant yang tentu butuh waktu lama—satu bahkan dua generasi—yang berbeda dengan membangun infrastruktur. Wal akhir, tidak lupa penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu diterbitkannya buku ini. Bapak H. Duryat (almarhum) dan ibu Hj. Jaetun—yang sudah memberikan jalan dengan ikhlas dan sabar mendidik kami, kakak dan adik, juga Dra. Hj. Nadiroh Nuryaman, M. Pd. I—istri tersayang, anak-anak kami tercinta— Ahmad Fikri Aziz M., dan Naufal Bahrul Ilmi M., Civitas akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, Direktur Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan sahabat-sahabat di Prodi MPI yang setia membantu terselesaikannya buku ini, berdiskusi— sharing—yang tidak bisa disebut satu persatu; seluruh civitas academika STIT/STKIP al-Amin Indramayu, maupun teman-teman di SMA Islam At- Taqwa Kandanghaur dan terima kasih juga saya sampaikan kepada pihak penerbit yang telah berkenan mencetak dan menerbitkan buku ini. Hanya kepada Allah kita memohon taufik dan hidayah-Nya, semoga bermanfaat. Billahi fi sabili al-haq Indramayu, 12 Januari 2020 Penulis

Bapak H. Duryat (almarhum) dan ibu Hj. Jaetun—yang sudah memberikan jalan dengan ikhlas dan sabar mendidik kami, kakak dan adik, juga Dra.

Covid-19 - Bencana Kemanusiaan

(Blessing In Disguise di Wilayah Teologis, Pendidikan dan Emphatic Society serta Kehadiran Negara)

Ada blessing in disguise dari peristiwa pandemi Covid-19 beberapa bulan ini yang menjadi momok bagi dunia dan telah menguras tenaga, pikiran, anggaran bahkan memasuki wilayah agama. Dalam wilayah agama terjadi debatable, ketika ada pelarangan berkumpul karena berpotensi menjadi mata rantai penyebaran virus. Pro-kontra shalat jum'at diganti sementara dengan shalat dhuhur di rumah, shalat tarawih dikerumahkan memunculkan new jabarism. Ada yang memandang karantina (Jockdown) akan lebih menyelamatkan dan ini juga perintah nabi, memiliki landasan teologis. Tetapi juga ada yang optimis dengan pendekatan shalat dan baca Quran justru memunculkan daya imun tersendiri. Terdapat prediksi mengenai perubahan perilaku manusia selama dan pasca Covid- 19 menuju New Norma/ (Kenormalan Baru), yakni: Pertama, Stay at home style, gaya hidup baru, tinggal di rumah dengan aktivitas, working, living, playing, karena adanya social distancing, kedua, Bottom of Pjramida, mengacu pada piramida Maslow konsumen kini bergeser kebutuhannya dari "puncak piramida" yaitu aktualisasi diri dari esteem ke "dasar piramida", yaitu makan, kesehatan dan keamanan jiwa raga; ketiga, Go Virtual, dengan adanya covid 19 konsumen menghindari kontak fisik, mereka beralih menggunakan media virtual/digital; dan keempat adalah Emphatic society, banyak korban nyawa akibat covid 19 melahirkan masyarakat baru yang penuh dengan empati, welas asih dan sarat dengan solidaritas sosial. Sebuah survey di Amerika Serikat yang dilakukan oleh McLaughlin & Associates menunjukkan bahwa jutaan orang menjadi lebih religious atau memilih kembali ke jalan Tuhan di tengah pandemic covid-19. Hasilnya survey ini menunjukkan, 44% responden beranggapan krisis covid 19 yang terjadi dalam empat bulan terakhir ini adalah pertanda agar semua orang kembali kepada Tuhan dan tanda segera datangnya hari penghakiman atau hari akhir. Ini semakin menegaskan bahwa tidak ada yang sia-sia yang diciptakan Tuhan.

Ada blessing in disguise dari peristiwa pandemi Covid-19 beberapa bulan ini yang menjadi momok bagi dunia dan telah menguras tenaga, pikiran, anggaran bahkan memasuki wilayah agama.

ISLAM MAJEMUK; Pengejawantahan Pendidikan, Interpretasi dan Model Islam Keindonesiaan

Buku ini layak untuk dibaca oleh mahasiswa maupun steakholders pengelola pendidikan dan masyarakat umumnya. Dalam buku ini dijelaskan tentang problematika yang dihadapi oleh dunia pendidikan (Islam), dan interpretasi dari doktrin-doktrin ajaran Islam kemudian tampilan wajah Islam yang berbeda yang jika tidak bisa kita sikapi secara bijak akan memunculkan konflik dan persoalan baru. Sebagaimana kita mafhumi bersama bahwa dalam realitas sejarah, Islam memiliki banyak wajah, banyak ruang, ada Islam 'luas, ada Islam sempit di bidang agidah, mistisisme, maupun figh. Sebagai konsekuensinya memunculkan banyak mazhab, sekte dan aliran. Bahkan ada Islam tekstualis dan kontekstualis serta dari sisi typology dan pendekatan ada yang bercorak purivikasi dan ada yang pendekatan kultural dengan mengakomodasi budaya lokal daerah setempat. Lalu pada tataran implementatif keagamaan banyak bermunculan organisasi kemasyarakatan (keagamaan) yang bermuatan pesan-pesan pemahaman dari doktrin dan ajaran agama yang berbeda. Hal ini bisa difahami dari asbab al-ikhtilaf pemahaman keagamaan yang kelihatannya berbeda, paling tidak disebabkan oleh adanya beda dalil, beda pemahaman dalil, beda metode dan beda konsep masalah. Tetapi dengan berhujjah pada 'Ihtilaf al-Imam Rahmat al-Ummah, maka kita dapat mengatakan sepakat dalam perbedaan dengan bersikap tasamuh, toleran dengan pandangan orang/ kelompok/ aliran/ paham lain—apalagi ada adagium yang mengatakan, sepanjang mereka memiliki dalil, maka memiliki potensi benar—dengan meyakini bahwa yang memiliki kemutlakan kebenaran hanyalah Tuhan. Sehingga dengan meminjam bahasa Nurcholish Madjid, jangan memutlakkan pandangan, interpretasi kita, karena jika demikian kita sudah terjebak pada kemusyrikan—sudah mensejajarkan diri dengan Tuhan—memutlakkan pendapat dan pandangannya. Sehingga, untuk mencapai idealitas Islam yang rahmatan li al-alamin yang memiliki ruang kemanusiaan untuk berbeda pandangan, diperlukan upaya pendidikan yang komprehensif. Pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia, sehingga menjadi manusia yang paripurna—walaupun kita melihat banyak problem yang dihadapi pendidikan (Islam)—untuk mencapai idealitas Islam itu sendiri. Adalah tugas kita bersama untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat (Islam), sehingga perbedaan menjadi modal dasar dalam memajukan ummat (Islam) dan bangsa Indonesia.

... of learning or science is used in its application to the affairs of other or ini the practice of an art founded upon it‖, pada Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h.

Paradigma Pendidikan Islam

Upaya Penguatan Pendidikan Agama Islam Di Institusi Yang Bermutu Dan Berdaya Saing

Bismillah, segala puji bagi Allah, salam sejahtera tercurah kepada para nabi dan manusia pilihan-Nya. Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Pendidikan Islam; baik sebagai mata pelajaran, sekaligus kelembagaan yang bisa diandalkan dari sisi mutu dan mampu bersaing di tengah kompleksitas perubahan—dalam bahasa Prof. Dr. Dedi Mulyasana disebutnya dengan fastabiq al-khairat—yang semakin kompetitif dan komparatif, baik secara internal di lembaga Islam juga dengan lembaga lain. Sebagai mata pelajaran, PAI di sekolah umum menghadapi persoalan yang tidak dianggap ringan. Beberapa persoalan klasik dalam pembelajaran Islam, antara lain dari aspek metodologis dan materi: Pertama, pendidikan agama lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoretis keagamaan yang bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah praktis; Kedua, pendidikan agama kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa lewat berbagai cara, media dan forum; Ketiga, isu kenakan remaja, perkelahian antar pelajar, tindak kekerasan, premanisme, white color crime, konsumsi minuman keras dan sebagainya, walaupun tidak secara langsung ada keterkaitan dengan pola metodologi pendidikan agama yang selama ini berjalan secara konvensional-tradisional; Keempat, metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah antara pra dan post era modernitas; Kelima, pendidikan agama lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi-tekstual, yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada; Keenam, sistem evaluasi, bentuk- bentuk soal ujian agama menunjukkan prioritas utama pada kognitif, dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan “nilai” dan “makna” spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari—sehingga pada bagian awal, penulis paparkan terlebih dahulu pemikiran para tokoh Islam tentang pola pendidikan Islam untuk bahan pertimbangan dan perbandingan dalam membangun sistem pendidikan Islam yang lebih bermutu. Dari sisi kelembagaan dan ketenagaan misalnya, cukup mengagetkan kita semua—apalagi ummat Islam mayoritas di negeri ini—penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. A. Tafsir ketika menyusun tesis dan disertasinya di tahun 1988 tentang pendidikan Islam bahwa lebih banyak sekolah Katolik yang baik dibandingkan dengan sekolah Islam. Secara dramatis A. Tafsir mengungkapkannya dengan bahasa “sulit mencari sekolah Islam yang baik, sama sulitnya dengan mencari sekolah Katolik yang buruk”. Prof. Dr. Amin Rais—yang juga dikutip oleh Muhaimain—yang mengemukakan hasil penelitian dari world bank bahwa dari sekitar 45 bangsa di dunia, ternyata bangsa Indonesia tidak termasuk bangsa yang paling rajin. Tetapi dari bangsa yang malas, ternyata bangsa Indonesia menduduki rangking ketiga dari 45 bangsa itu. Hal ini merupakan salah satu indikasi akan lemahnya etos kerja bangsa Indonesia—termasuk ada kontribusi di dalamnya guru PAI—dalam pengertian lemahnya semangat dan cara kerja, serta semangat keilmuan guru PAI dalam pengembangan pendidikan agama di sekolah. Lembaga Islam juga banyak dikelola tidak secara profesional dan dipimpin oleh kepala sekolah yang bukan bidangnya, menurut Prof. Dr. A. Tafsir. Menarik ungkapan Direktur Ditpais Kementerian Agama RI, Dr. H. Amin Haidar, bahwa mata pelajaran PAI berdasarkan survei menempati urutan ke-20 dari sekian mata pelajaran yang dipilih oleh peserta didik. Survei juga membuktikan bahwa pilihan itu bukan terletak pada sulit dan tidaknya mata pelajaran tersebut, tetapi terletak pada siapa yang menyampaikannya. Pada konteks demikian, posisi guru—terutama GPAI—memiliki peran yang sangat urgent dalam memberikan semangat, ketertarikan dan kebermaknaan mata pelajaran kepada peserta didik—termasuk di dalamnya penguasaan terhadap materi pembelajaran. Apalagi disinyalir oleh Tolhah Hasan, penguasaan materi guru PAI juga masih sangat perlu ditingkatkan. Hal ini menjadi terasa sangat penting, karena menurut penelitian Sudjana bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kompetensi guru, dengan rincian: kompetensi guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang belum lama dilakukan juga hasilnya tidak terlalu menggembirakan, banyak guru memperoleh hasil di bawah angka 60—walaupun konon banyak guru kesulitan di bidang pedagogik, bukan aspek akademik—tetapi tentu kalau acuannya UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, keduanya tidak bisa dipisahkan dari kompetensi yang harus dimiliki guru, di samping kompetensi kepribadian, sosial dan profesional. Hal ini yang membuat kekecewaan Menteri Anis Baswedan, dan harus disikapi bersama secara arif. Oleh karena itu, berangkat dari keprihatinan-keprihatinan tersebut, dalam buku ini diangkat bagaimana mewujudkan pendidikan Islam yang menarik dan menyenangkan dalam pembelajarannya, dan pada saat yang sama lembaga pendidikan Islam juga mampu menawarkan mutu dan bisa bersaing menjadi sebuah keniscayaan. Wal akhir, tidak lupa penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu diterbitkannya buku ini. Bapak H. Duryat (almarhum) dan ibu Hj. Jaetun—yang sudah memberikan jalan dengan ikhlas dan sabar mendidik kami, kakak dan adik, juga Dra. Hj. Nadiroh Nuryaman, M. Pd. I—istri tersayang, anak-anak kami tercinta—Ahmad Fikri Aziz M., dan Naufal Bahrul Ilmi M., Dr. Ilman Nafi’a, M. Ag., Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Cirebon yang telah berkenan memberikan pengantar di buku ini serta sahabat-sahabat yang setia berdiskusi—sharing—yang tidak bisa disebut satu persatu, baik di IAIN Cirebon, STIT/STKIP al-Amin Indramayu maupun SMA Islam At-Taqwa Kandanghaur dan terima kasih juga saya sampaikan kepada penerbit..................................... Bandung yang telah berkenan menerbitkan buku ini. Hanya kepada Allah kita memohon taufik dan hidayah-Nya, semoga bermanfaat.

Dr. A. Tafsir. Menarik ungkapan Direktur Ditpais Kementerian Agama RI, Dr. H. Amin Haidar, bahwa mata pelajaran PAI berdasarkan survei menempati urutan ke-20 dari sekian mata pelajaran yang dipilih oleh peserta didik.

MANAJEMEN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI

(Wacana Kritis atas Etika Kekuasaan dan Budaya Mematuhi Melalui Pendidikan)

Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa dan steakholders pengelola pendidikan—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Manajemen Pendidikan (Islam); khususnya tentang antikorupsi. Sekarang ini, kasus korupsi tidak pernah henti difragmentasikan oleh para pengusaha, praktisi hukum dan politisi kita di negeri ini, seperti diberitakan teranyar yang dilakukan oleh salah satu politisi partai besar, dan notabene-nya adalah anggota legislatif yang terhormat. Menyusul kasus-kasus korupsi sebelumnya, baik masalah bantuan sosial, dan anggaran lainnya—seperti kasus yang menimpa Bupati Subang, Gubernur Sumatera Utara, hakim, panitera dan lainnya. Hal ini semakin menegasikan bahwa korupsi sejatinya bukan masalah kesejahteraan yang diterima—terutama oleh para birokrat—tetapi lebih pada persoalan mental, karena korupsi tidak disebabkan oleh sebab tunggal dan yang lebih essensial tentu karena sistem yang berlaku di negeri ini. Misalnya sistem hukum, politik, administrasi kepegawaian, sosial, pengawasan dan lainnya. Azyumardi Azra secara tegas mengatakan; agama apapun—khususnya Islam—mengutuk keras tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Kata-kata Nabi 'la'natullahi 'ala al-raasyi wa al-murtasyi' (laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan yang menerima suap) adalah meniscayakan ketegasan itu. Term 'al-raasyi' berasal dari kata dasar 'risywah' yang dalam kamus bahasa Arab modern tidak hanya bermakna 'penyuapan' (bribery) tetapi juga korupsi dan ketidakjujuran (dishonesty). Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan {al-'adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar—bahkan secara hukum Islam bisa dimasukkan dalam jenis khiyanah (berhianat). Risywah terus terjadi tanpa mengenal henti. Ia mengakar, menjamur, bahkan selalu menabur benih baru korupsi dan semakin memberi impresi tentang parahnya fenomena risywah di negara kita, seakan mementahkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi, suap, sogok dan sebangsanya. Berdirinya KPK dan lembaga antikorupsi lainnya—dengan berbagai prestasi pengungkapan kasus korupsi—juga tidak memberikan efek jera kepada para pelakunya

Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa dan steakholders pengelola pendidikan—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Manajemen Pendidikan ...

Pendidikan (Islam) dan Logika Interpretasi

Kebijakan, Problem dan Interpretasi Pendidikan di Indonesia

Memahami pendidikan Islam tidaklah semudah mengurai term 'Islam' dan term 'pendidikan', karena selain berbagai predikat yang melekat di dalamnya, Islam juga merupakan satu substansi dan subjek penting yang sangat kompleks. Karenanya untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama misi agama Islam yang diturunkan kepada ummat manusia dari sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia, sehingga menjadi manusia yang paripurna. Islam sebagai agama yang rahmatan li al- 'Alamin—holistic—te\ab memberikan way of life bagi manusia menuju kehidupan bahagia—yang tentu pencapaiannya sangat bergantung kepada pendidikan (Priatna, 2014). Dengan demikian ada hubungan resiprokal antara Islam dengan pendidikan. Hubungan antara keduanya bersifat organis-fungsionah, pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam, dan Islam menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam, serta memberikan landasan sistem nilai untuk mengembangkan berbagai pemikiran tentang pendidikan Islam. Tetapi karena kompleks dan luasnya kajian Islam yang harus diimplementasikan melalui pendidikan, maka banyak persoalan yang dihadapi pendidikan Islam untuk mencapai idealitas Islam itu sendiri. Mulai dari pencapaian tujuan, anggaran, manajerial, tenaga pendidik, kepemimpinan (kepala sekolah), sampai pada interpretasi dan implementasi agama (Islam) yang terjebak pada keshalehan individu dan ibadah spiritual. Agama (Islam) tidak diterjemahkan sebagai sumber nilai dan etik, sehingga dalam konteks kepemimpinan misalnya—sebagaimana diskursusnya terjadi saat ini—ada adagium yang mengatakan lebih baik memilih pemimpin non-lslam yang jujur daripada pemimpin yang nota bene-nya beragama Islam tetapi cenderung korup. Hal ini tidak akan terjadi jika agama (Islam) dipahami sebagai sumber etik, di sinilah urgensinya pendidikan (Islam) untuk memediasi kesenjangan antara pemahaman agama dengan realitas—iman dan amal. Solusi yang menarik—dalam konteks pendidikan—adalah merubah mindsets guru in believe and values, bukan pada materi atau metode tapi pada guru dan semangatnya. Sehingga al-lslamu ya'lu wala yu'la 'alaih menjadi sebuah keniscayaan.

Memahami pendidikan Islam tidaklah semudah mengurai term 'Islam' dan term 'pendidikan', karena selain berbagai predikat yang melekat di dalamnya, Islam juga merupakan satu substansi dan subjek penting yang sangat kompleks.