Sebanyak 45 item atau buku ditemukan

MANAJEMEN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI

(Wacana Kritis atas Etika Kekuasaan dan Budaya Mematuhi Melalui Pendidikan)

Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa dan steakholders pengelola pendidikan—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Manajemen Pendidikan (Islam); khususnya tentang antikorupsi. Sekarang ini, kasus korupsi tidak pernah henti difragmentasikan oleh para pengusaha, praktisi hukum dan politisi kita di negeri ini, seperti diberitakan teranyar yang dilakukan oleh salah satu politisi partai besar, dan notabene-nya adalah anggota legislatif yang terhormat. Menyusul kasus-kasus korupsi sebelumnya, baik masalah bantuan sosial, dan anggaran lainnya—seperti kasus yang menimpa Bupati Subang, Gubernur Sumatera Utara, hakim, panitera dan lainnya. Hal ini semakin menegasikan bahwa korupsi sejatinya bukan masalah kesejahteraan yang diterima—terutama oleh para birokrat—tetapi lebih pada persoalan mental, karena korupsi tidak disebabkan oleh sebab tunggal dan yang lebih essensial tentu karena sistem yang berlaku di negeri ini. Misalnya sistem hukum, politik, administrasi kepegawaian, sosial, pengawasan dan lainnya. Azyumardi Azra secara tegas mengatakan; agama apapun—khususnya Islam—mengutuk keras tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Kata-kata Nabi 'la'natullahi 'ala al-raasyi wa al-murtasyi' (laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan yang menerima suap) adalah meniscayakan ketegasan itu. Term 'al-raasyi' berasal dari kata dasar 'risywah' yang dalam kamus bahasa Arab modern tidak hanya bermakna 'penyuapan' (bribery) tetapi juga korupsi dan ketidakjujuran (dishonesty). Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan {al-'adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar—bahkan secara hukum Islam bisa dimasukkan dalam jenis khiyanah (berhianat). Risywah terus terjadi tanpa mengenal henti. Ia mengakar, menjamur, bahkan selalu menabur benih baru korupsi dan semakin memberi impresi tentang parahnya fenomena risywah di negara kita, seakan mementahkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi, suap, sogok dan sebangsanya. Berdirinya KPK dan lembaga antikorupsi lainnya—dengan berbagai prestasi pengungkapan kasus korupsi—juga tidak memberikan efek jera kepada para pelakunya

Buku yang berada di tangan anda ini adalah buku untuk memenuhi literatur mahasiswa dan steakholders pengelola pendidikan—juga untuk khalayak, sebagai bahan bacaan dan semakin melengkapi khazanah keilmuan tentang Manajemen Pendidikan ...

Pendidikan Kewarganegaraan

Buku berjudul “Pendidikan Kewarganegaraan” ini disusun berdasarkan rajutan dari beberapa sumber buku referensi dan sumber internet yang disajikan dalam bentuk yang menarik dan penulis berusaha menyajikan atau mengupasnya secara sederhana, praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dipahami oleh para mahasiswa pada khusunya dan mereka yang berminat terhadap Kewarganegaraan pada umumnya.

Buku berjudul “Pendidikan Kewarganegaraan” ini disusun berdasarkan rajutan dari beberapa sumber buku referensi dan sumber internet yang disajikan dalam bentuk yang menarik dan penulis berusaha menyajikan atau mengupasnya secara ...

Pendidikan (Islam) dan Logika Interpretasi

Kebijakan, Problem dan Interpretasi Pendidikan di Indonesia

Memahami pendidikan Islam tidaklah semudah mengurai term 'Islam' dan term 'pendidikan', karena selain berbagai predikat yang melekat di dalamnya, Islam juga merupakan satu substansi dan subjek penting yang sangat kompleks. Karenanya untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama misi agama Islam yang diturunkan kepada ummat manusia dari sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia, sehingga menjadi manusia yang paripurna. Islam sebagai agama yang rahmatan li al- 'Alamin—holistic—te\ab memberikan way of life bagi manusia menuju kehidupan bahagia—yang tentu pencapaiannya sangat bergantung kepada pendidikan (Priatna, 2014). Dengan demikian ada hubungan resiprokal antara Islam dengan pendidikan. Hubungan antara keduanya bersifat organis-fungsionah, pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam, dan Islam menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam, serta memberikan landasan sistem nilai untuk mengembangkan berbagai pemikiran tentang pendidikan Islam. Tetapi karena kompleks dan luasnya kajian Islam yang harus diimplementasikan melalui pendidikan, maka banyak persoalan yang dihadapi pendidikan Islam untuk mencapai idealitas Islam itu sendiri. Mulai dari pencapaian tujuan, anggaran, manajerial, tenaga pendidik, kepemimpinan (kepala sekolah), sampai pada interpretasi dan implementasi agama (Islam) yang terjebak pada keshalehan individu dan ibadah spiritual. Agama (Islam) tidak diterjemahkan sebagai sumber nilai dan etik, sehingga dalam konteks kepemimpinan misalnya—sebagaimana diskursusnya terjadi saat ini—ada adagium yang mengatakan lebih baik memilih pemimpin non-lslam yang jujur daripada pemimpin yang nota bene-nya beragama Islam tetapi cenderung korup. Hal ini tidak akan terjadi jika agama (Islam) dipahami sebagai sumber etik, di sinilah urgensinya pendidikan (Islam) untuk memediasi kesenjangan antara pemahaman agama dengan realitas—iman dan amal. Solusi yang menarik—dalam konteks pendidikan—adalah merubah mindsets guru in believe and values, bukan pada materi atau metode tapi pada guru dan semangatnya. Sehingga al-lslamu ya'lu wala yu'la 'alaih menjadi sebuah keniscayaan.

Memahami pendidikan Islam tidaklah semudah mengurai term 'Islam' dan term 'pendidikan', karena selain berbagai predikat yang melekat di dalamnya, Islam juga merupakan satu substansi dan subjek penting yang sangat kompleks.

Potret Buram Politik Kekuasaan

Telaah terhadap Persoalan Politik, Pendidikan dan Kebijakan Keagamaan di Indonesia

Diskursus tentang kebijakan politik dan pendidikan, serta keagamaan di Indonesia sekarang ini cukup memprihatinkan, ada upaya untuk kembali pada politik kekuasaan dengan segala atributnya dan berupaya melanggengkannya. Sehingga banyak sikap politik yang arahnya berbeda 'diberangus' dan 'dimandulkan'. Kasus kriminalisasi ulama, pembungkaman dengan isu dan dalih makar yang terjadi di kampus UGM yang mengindikasikan demokrasi telah mati, yang dalam bahasa Steven Levitsky & Daniel Ziblatt disebutnya dengan istilah How Democracies Die, ironi rencana kebijakan perpindahan ibukota negara di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan, Rapor Merah pendidikan kita, politik dinasti kekuasaan, semakin maraknya kasus korupsi yang ironis dilakukan oleh Menteri Sosial, Juliari Batubara, konon pundi-pundinya juga mengalir kepada Partai Penguasa untuk kepentingan pemenangan Pilkada serentak, belum lagi ditambah mandulnya peran partai politik untuk mencerahkan atau bahkan mampu memunculkan pemimpin yang 'mencerahkan' dan mampu mengguide Indonesia ke arah yang lebih baik masih jauh dari harapan. Dalam konteks partai politik, praktiknya partai politik masih jauh dari harapan, seperti melakukan proses pengusungan kandidat yang elitis, rekrutmen calon yang buruk, partai politik dinilai hanya sebatas sebagai kendaraan atau pemberi tiket, sampai abainya partai politik pada suara kritis publik terhadap persoalan yang menyangkut politik kekerabatan dan korupsi (di daerah).

Diskursus tentang kebijakan politik dan pendidikan, serta keagamaan di Indonesia sekarang ini cukup memprihatinkan, ada upaya untuk kembali pada politik kekuasaan dengan segala atributnya dan berupaya melanggengkannya.