“Di antara yang harus dibersihkan dari Islam apa yang dinamakan oleh sebagian orang dengan ‘Filsafat Islam.’ Suatu istilah yang ditelan bulat-bulat oleh sebagian masyarakat Islam, diajarkan kepada pemudanya, dijadikan kurikulum pendidikan. Sehingga Islam dan semua cabangnya harus difilsafatkan, seakan-akan (dan begitulah kenyataannya) bahwa semua bidang ilmu tidak akan benar jika tidak ada filsafatnya. Yang lebih menyakitkan lagi akidah yang seharusnya diterima kaum Muslimin bersih dan asli dari wahyu langit tanpa ada yang mengotorinya dari pemahaman berhala dan akal yang rusak, telah menjadi sebuah akidah yang telah tercemar dengan telah masuknya filsafat ke dalamnya, itulah yang mereka sebut dengan ‘akidah filsafat’. Maka pembaca budiman akan mendapatkan di buku kecil ini: Benarkah penisbatan filsafat kepada Islam? Benarkah Islam mempunyai filosof? Siapa sebenarnya Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi dan Ibnu Rusyd?”
“Di antara yang harus dibersihkan dari Islam apa yang dinamakan oleh sebagian orang dengan ‘Filsafat Islam.’ Suatu istilah yang ditelan bulat-bulat oleh sebagian masyarakat Islam, diajarkan kepada pemudanya, dijadikan kurikulum ...
Apakah pegangan Akidah Imam As-Syafi’i yang sebenarnya dan mengapa kita jarang mendengar masyarakat mengetengahkan tokoh ini dalam isu akidah? Jawapan yang sering kita dengar ialah kerana Imam As-Syafi’i tidak begitu menonjol dalam bidang akidah, beliau lebih dikenali dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh, tambahan pula beliau tidak meninggalkan hasil karya dalam bidang Akidah sebagaimana hasil tulisan beliau dalam bidang Fiqh yang sampai pada generasi kita pada hari ini. Walaubagaimanapun, beliau meninggalkan ramai anak-anak murid yang terus memperjuangkan Akidah Salaf, antara anak murid utamanya ialah Imam Isma’il bin Yahya Al-Muzani rahimahullah dan beliau meninggalkan sebuah risalah yang sangat berharga bagi menjelaskan pokok-pokok penting mengenai akidah Ahli Sunnah wal Jamaah mengikut fahaman Salafussoleh yang dikenali sebagai “Syarh As-Sunnah”. Daripada hasil tulisan murid utamanya inilah kita dapat mengetahui gambaran sebenar dan bagaimana pendirian akidah guru mereka iaitu Imam As-Syafi’i rahimahullah, sebagaimana pepatah Melayu ada menyebut, “Ke mana tumpahnya kuah, kalau tidak ke nasi”. Wallahu a’lam. Kandungan: => Pendahuluan Penterjemah => Metodologi Penterjemahan => Biografi Imam Al-Muzani => Sanad Kitab => Sebab Penulisan => Pendahuluan => Bab 1: Sifat ‘Uluw (Ketinggian) => Bab 2: Qada’ dan Qadar => Bab 3: Beriman Kepada Malaikat => Bab 4: Penciptaan Adam ‘Alaihis Salam dan Ujian Terhadapnya => Bab 5: Amalan Ahli Syurga dan Neraka => Bab 6: Amal => Bab 7: Al-Quran => Bab 8: Sifat-sifat Allah => Bab 9: Ajal => Bab 10: Kubur => Bab 11: Kebangkitan dan Hisab => Bab 12: Syurga => Bab 13: Ru’yah => Bab 14: Mentaati Imam dan Pemerintah dan Larangan Dari Keluar Memberontak => Bab 15: Menahan Diri daripada Mengkafirkan Ahli Kiblat => Bab 16: Sahabat Nabi => Bab 17: Solat di Belakang Imam dan Berjihad Bersama Mereka => Bab 18: Qasar Solat dan Memilih antara Berpuasa dan Berbuka Ketika Safar => Bab 19: Ijmak Imam-Imam Petunjuk di atas Akidah Ini => Bab 20: Menjaga Kewajipan Amalan Fardu, Sunat dan Menjauhi Perkara-Perkara Yang Haram => Penutup => Bibliografi => Biografi Penterjemah
dalam buku ini penulis melihat Islam dan praktik ketatanegaraan semestinya melibatkan pendekatan interdisipliner, karena Islam itu sendiri bersifat multi-dimensi. Islam tidak hanya bersemayam diranah doktrinal semata, tetapi juga didalam praktiknya ditengah-tengah masyarakat. Jelasnya Islam mencakup keseluruhan hidup sendiri. Karena itulah dalam buku ini penulis mencoba menggunakan berbagai pendekatan mulai dari pendekatan normatif yuridis, sosiologis, historis hingga komparatif, untuk melihat Islam dan praktik ketatanegaraan Negara Madinah, kemudian diperhadapkan dengan asas-asas negara hukum modern; Apakah benar Islam memiliki konsep ketatanegaraan Modern, baik secara konseptual maupun praktiknya di dalam masyarakat negara Madinah? Masalah inilah yang coba ditelusuri oleh penulis untuk meng-counter anggapan sebagian orientalis di atas. Menurut penelusuran penulis, Islam telah lebih dahulu mempraktikan asas-asas negara hukum modern jauh sebelum Barat cuap-cuap soal demokrasi, konstitusionalisme, HAM, pluralisme, kekuasaan kehakiman yang netral dan tak berpihak. Maka, negara Madinah sah disebut sebagai negara modern/negara kesejahteraan serta memiliki karakteristik untuk disebut sebagai negara republik.
dalam buku ini penulis melihat Islam dan praktik ketatanegaraan semestinya melibatkan pendekatan interdisipliner, karena Islam itu sendiri bersifat multi-dimensi.
Al-Quran merupakan sandaran Islam yang senantiasa dinamis dan mukjizat abadi, yang mampu mengalahkan dan senantiasa dapat mengalahkan kekuatan manusia manapun sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Ia merupakan aturan Islam yang mencakup seluruh aspek dasar kehidupan umat manusia yang sesuai dengan fitrah manusia dan bersumber dari kedalaman hati nurani manusia. Al-Quran sendiri memiliki kewibawaan yang tak tertandingi jika dibandingkan dengan kewibawaan umat manusia. Ia sama sekali tidak tunduk terhadap kekuatan yang batil, dan sebaliknya, mampu menjadikan mereka tunduk dan menerima kepemimpinan al-Quran yang adil dan bijaksana. Pada akhirnya, dengan mempelajari al-Quran, mereka dapat menerima al-Quran dengan rasa cinta, kerinduan, dan kesucian.
... hadis - hadis mereka , terdapat perkara yang muhkam dan yang mutasyâbih , seperti yang akan kami jelaskan pada pembahasan selanjutnya . 7. Hanya terfokus pada teks - teks ayat dan memisahkan antara satu dengan yang lainnya . 8 ...
Berbicara tentang peradaban saat ini, tentu yang ada di benak kita adalah negara Barat. Benar sekali, orang Eropa-lah sekarang ini yang menemukan temuan-temuan ilmiah. Bahkan, hampir tidak kita temukan nama ilmuwan muslim dalam deretan nama tokoh-tokoh ilmuwan sekarang ini. Tapi tahukah Anda, ternyata Islam-lah yang menjadi inspirasi Barat untuk maju seperti yang kita saksikan sekarang. Tahukah Anda, Islam memiliki khazanah keilmuan yang beraneka ragam? Dan, tahukah Anda ternyata Islam pernah mencapai puncak kejayaan dan menjadi pusat peradaban dunia disaat Barat mengalami zaman kegelapan? Lantas, faktor apa saja yang menginspirasi kaum muslimin saat itu hingga Berjaya? Ilmu pengetahuan apa saja yang sudah diciptakan ataupun dikembangkan oleh umat Islam? Bagaimana ceritanya Barat bisa mengambil alih peradaban dari tangan umat Islam? Semua pertanyaan ini dan yang lainnya akan terjawab dalam buku ini. Buku ini membawa kita ke masa lalu, menikmati kejayaan-kejayaan yang pernah diraih umat Islam. Selamat Membaca!
Ilmu fikih adalah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam umat Islam. Fikih termasuk ilmu yang muncul pada awal berkembangnya agama Islam. Secara esensial, fikih sudah ada pada masa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Sebab semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu langsung ditanyakan kepada Rasulullah. Maka seketika itu solusi persoalan langsung teratasi, dengan bersumber pada Al-Qur`an dan sunnah Nabi. Setelah wafatnya Nabi, ilmu fikih mulai muncul, seiring dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul di tengah-tengah umat dan membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istinbath. Buku ini bisa dikatakan sebagai buku pengantar sejarah perkembangan fikih Islam, karena isinya membahas perjalanan fikih Islam dari awal, terbentuknya madzhab-madzhab, hingga fikih untuk masa depan. Buku sangat layak dijadikan referensi atau sebagai pengantar dalam mengenal fikih Islam bagi para mahasiswa, pemerhati, dan pegiat hukum Islam. -Pustaka Al-Kautsar-
Fikih termasuk ilmu yang muncul pada awal berkembangnya agama Islam. Secara esensial, fikih sudah ada pada masa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri.