Sebanyak 447 item atau buku ditemukan

Politik Pembangunan: paradoks, teori, aktor, dan ideologi

Dalam dunia akademik, politik pembangunan banyak disebutsebut sebagai sebuah perspektif untuk menganalis pembangunan dari sudut politik. Keberadaannya diperlukan karena selama ini, perspektif pembangunan hanya dilihat dari sudut ekonomi ataupun fisik atau kebendaan saja. Sayangnya, mereka yang mencari perspektif dari sudut politik dalam menganalisis pembangunan kesulitan untuk menjelaskannya. Sumber-sumber atau bahan bacaan yang terkait dengan isu ini pun sangat terbatas,—untuk tidak mengatakan sulit ditemukan apalagi dalam bahasa Indonesia. Jika pun ada misalnya hanya tersedia dalam bentuk jurnal atau bab dalam buku yang ditulis tidak terlalu dalam atau hanya menyinggung saja. Perpustakaan-perpustakaan yang ada di universitas ataupun perpustakaan publik jarang sekali menyediakan sumber- sumber atau buku yang berbicara langsung tentang politik pembangunan. Akibatnya,—sekali lagi mereka yang ingin memahami atau menganalisis pembangunan kembali terjebak dalam analisis perspektif ekonomi ataupun fisik saja. Tentu saja, realitas ini menyebabkan analisis terkait politik pembangunan menjadi dangkal dan tidak menjelaskan perspektif politik yang sebenarnya dalam menjelaskan pembangunan. Buku persembahan penerbit Prenada Media

Dalam dunia akademik, politik pembangunan banyak disebutsebut sebagai sebuah perspektif untuk menganalis pembangunan dari sudut politik.

Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah fenomena yang selalu menarik untuk dicermati dalam setiap sistem politik. Namun, studi tentang komunikasi politik yang diperuntukkan bagi para politikus ataupun pejabat negara terasa masih langka dan harus terus menjadi sentral perhatian. Buku Komunikasi Politik ini adalah salah satunya. Tidak hanya membahas hakikat komunikasi politik, buku ini secara detail dan komplet juga akan membahas praktik komunikasi politik dalam demokrasi dan hubungan internasional. Para politikus selalu mencari dan mengejar kekuasaan dalam seluruh perjuangan politiknya. Itu adalah hal yang biasa dalam politik. Menyimak buku Komunikasi Politik, Mempertahankan Integritas Akademisi, Politikus, dan Negarawan yang ditulis oleh Dr. Thomas Tokan Pureklolon, penulis berupaya untuk membuka horizon para politikus secara terang-benderang dengan menawarkan pemikiran-pemikiran yang mampu mencerahkan para politikus dalam kiprah politiknya, di mana para politikus bukan hanya berjuang untuk meraih kekuasaan, melainkan juga mampu mempertahankan integritas dalam seluruh perjuangan sebagai elite politik di negeri ini. —Akbar Tandjung Politikus Senior/Tokoh Nasional Ketika praktik politik dari elite politik di negeri ini tidak pernah absen terhadap tawar-menawar (bargaining position) dalam dukungan politik di hampir semuah ranah, buku Komunikasi Politik yang ditulis oleh Dr. Thomas Tokan Pureklolon hadir untuk memberikan pencerahan yang sangat memadai. Bagi saya, buku ini layak dibaca oleh adik-adik mahasiswa S-1, S-2, S-3, akademisi (para dosen), politikus, pejabat negara, dan tentu juga para peneliti dalam mengomunikasikan ide politik dan maksud politiknya secara cerdas dan berkualitas di negeri ini. —Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti, Ph.D. Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI Di tengah arus demokratisasi dan keterbukaan saat ini, komunikasi politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi semakin penting. Hubungan antara pemerintah dan rakyat dan sebaliknya memerlukan komunikasi politik yang cerdas dan solutif agar tidak terjadi penyimpangan sehingga membingungkan masyarakat. Publik Indonesia membutuhkan pencerahan dalam komunikasi politik untuk mencapai tujuan reformasi seperti yang diperjuangkan sejak kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada akhir 1990-an. Buku ini merupakan salah satu sumbangsih dari penulis untuk proses pencerahan tersebut dan layak dibaca oleh mahasiswa, akademisi, profesional, politikus, birokrat, maupun masyarakat pada umumnya. —Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pelita Harapan

Namun, studi tentang komunikasi politik yang diperuntukkan bagi para politikus ataupun pejabat negara terasa masih langka dan harus terus menjadi sentral perhatian. Buku Komunikasi Politik ini adalah salah satunya.

Kekuasaan - Sebuah Analisis Sosial dan Politik

Tesis Bertrand Russell dalam buku ini sangat menarik, bahwa jika energi merupakan konsep dasar gerak benda-benda dalam ilmu fisika, maka konsep dasar dalam gerak ilmu-ilmu sosial adalah KEKUASAAN dan bagaimana membaca pola-polanya. Sebab energi menggerakkan benda-benda, sementara kekuasaan menggerakkan interaksi dan perilaku manusia. Kekuasaan dan bagaimana merebutnya lalu menjadi perkara politik. Dan partai politik adalah sarana yang dimungkinkan oleh demokrasi dalam Pemilu untuk merebut kekuasaan itu untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara yang dihasilkan. Sementara hukum memberikan aturan-aturan bagaimana cara merebut kekuasaan itu secara sah, legitim dan beradab. Buku Russel ini, meski terbit sudah sejak tahun 1938, namun analisisnya tetap merupakan salah satu yang paling komprehensif tentang apa itu Kekuasaan dan dinamikanya sejak zaman Yunani, Romawi, hingga abad ke-20; bagaimana merebutnya yang tampak dalam bentuk-bentuk kekuasaan yang wajib kita cermati, adakah itu etika kekuasaan, dan bagaimana menjinakkan kekuasaan dalam dialektikanya yang terus menerus (ketegangan abadi) dengan hukum. Kepada mereka yang menggumuli ilmu-ilmu politik, hukum, ekonomi, pemerintahan, militer, psikologi massa, filsafat, maupun praktisi dilapangan, buku lama yang "hidup kembali" ini layak menjadi rujukan.

Tesis Bertrand Russell dalam buku ini sangat menarik, bahwa jika energi merupakan konsep dasar gerak benda-benda dalam ilmu fisika, maka konsep dasar dalam gerak ilmu-ilmu sosial adalah KEKUASAAN dan bagaimana membaca pola-polanya.

Negara dan Politik Kesejahteraan

Negara dengan segala sumber daya yang dimiliki harus menjamin kesejahteraan seluruh anak bangsa. Itulah gagasan utama negara kesejahteraan. Namun, kesejahteraan bukan hanya soal pencapaian ekonomi yang diukur melalui beberapa indikator utama, tetapi juga soal pengelolaan lembaga yang sedemikian rupa mampu mendukung terciptanya kesejahteraan. Dalam konteks pengelolaan lembaga itulah, demokrasi tidak dapat diartikan semata-mata sebagai equal opportunities, tetapi juga alokasi dan distribusi sumber-sumber ekonomi secara adil. Buku Negara dan Politik Kesejahteraan ini secara garis besar akan membahas lima gagasan penting: (1) negara dan visi politik kesejahteraan, (2) demokrasi dan kesejahteraan, (3) politik pembangunan pertanian, (4) visi dasar pendidikan, (5) demokrasi ekonomi dan gagasan ekonomi kerakyatan.

Buku Negara dan Politik Kesejahteraan ini secara garis besar akan membahas lima gagasan penting: (1) negara dan visi politik kesejahteraan, (2) demokrasi dan kesejahteraan, (3) politik pembangunan pertanian, (4) visi dasar pendidikan, (5) ...

Birokrasi Politik & Pemilihan Umum Di Indonesia

Referensi ini menyajikan dan membahas tidak hanya analisis teori, tetapi juga fakta aktual yang terjadi di ranah politik di Indonesia. Buku ini berisi topik utama kajian ilmu politik dan pemerintahan: (1) Politik Birokrasi; (2) Administrasi Publik dan Birokrasi Pemerintahan; (3) Birokrasi dan Partai Politik; (4) Partai Politik dan Pemilihan Umum; (5) Partai Politik dan Birokrasi Pemerintahan di Indonesia; dan (6) Aspek Kelembagaan dalam Birokrasi Pemerintah Sipil. Buku persembahan penerbit Prenada Media

Buku ini berisi topik utama kajian ilmu politik dan pemerintahan: (1) Politik Birokrasi; (2) Administrasi Publik dan Birokrasi Pemerintahan; (3) Birokrasi dan Partai Politik; (4) Partai Politik dan Pemilihan Umum; (5) Partai Politik dan ...

Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas

Marjinalisasi dan diskriminasi yang dialami sebuah etnis dalam kurun waktu yang sangat lama membuat ikatan emosional etnis semakin erat dan kuat, karena adanya common cause, common goal, and common interest dan akhirnya memunculkan politik identitas, yang merupakan aliran politik dengan melibatkan seseorang atau kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan karakteristik, seperti agama, etnis dan budaya.Konsep tersebut sejalan dengan simpulan dan temuan penelitian ini, yaitu: (1) marjinalisasi dan diskriminasi etnis Dayak di Kalimantan Barat telah menyebabkan ikatan emosional etnis Dayak semakin erat dan kuat, sehingga memunculkan politik identitas etnis Dayak dan membuat lebih mudah dikonsolidasi untuk memilih tokoh dari etnis Dayak sebagai Gubernur; (2) demokrasi dan desentralisasi pada era reformasi merupakan peluang bagi etnis Dayak untuk berkompetisi dengan mencalonkan tokoh dari etnis Dayak sebagai Gubernur; (3) kemenangan tokoh dari etnis Dayak sebagai Gubernur Pada Pilkada Gubernur Kalimantan Barat pada Tahun 2007 telah menggugurkan mindset yang dibentuk oleh kolonial Belanda bahwa Dayak Ulun atau kuli dan oleh Orde Baru bahwa Dayak pemalas serta tidak produktif, sekaligus kemenangan ini telah menyelamatkan dan mengangkat harkat dan martabat etnis Dayak yang selama ini kurang diperhatikan; (4) kenyataan bahwa lembaga politik resmi atau partai politik tidak selamanya mampu menjadi arena perpolitikan yang handal untuk dapat memenangkan kandidat dalam sebuah kompetisi seperti Pilkada; (5) Teori Were (1996) yang mengatakan bahwa partai politik yang representative merupakan wadah dan alat untuk proses konsolidasi, komunikasi, dan kompetisi dalam pemilihan umum, dapat digugurkan oleh munculnya politik identitas yang memenangkan tokoh etnis Dayak pada Pilkada Gubernur Kalimantan Barat tahun 2007. Buku dengan analisis komprehensif ini membawa kita pada kenyataan bahwa partai politik tidak selamanya dan bukan satu-satunya yang dapat diandalkan sebagai wadah atau alat pemenangan Pemilihan Umum. Munculnya politik identitas telah berhasil mengkonsolidasikan etnis Dayak secara emosional untuk memenangkan tokoh Dayak dalam kontestasi politik. Buku Kebangkitan Etnis menuju Pilitik Identitas ini menawarkan referensi bagi kepala Negara (cq. Kementrian dalam negeri) sebagai penentu kebijakan daerah di seluruh Indonesia terutama dalam pembangunan infrastruktur di wilayah pedalaman yang sudah lama terabaikan, pengkaji ilmu politik, peminat studi politik, dan para pemangku kepentingan di bidang politik.

Marjinalisasi dan diskriminasi yang dialami sebuah etnis dalam kurun waktu yang sangat lama membuat ikatan emosional etnis semakin erat dan kuat, karena adanya common cause, common goal, and common interest dan akhirnya memunculkan politik ...

Analisis Politik sebagai Bahan Ajar

Buku bahan ajar ini terdiri dari 12 lingkup materi pembahasan, antara lain: 1. Pendekatan dan Analisis dalam Studi Ilmu Politik; 2. Kedudukan Analisis dalam Studi Ilmu Politik; 3. Pendekatan Filosofis dalam Analisis Politik; 4. Pendekatan Kelembagaan dalam Analisis Politik; 5. Pendekatan Perilaku dalam Analisis Politik; 6. Pendekatan Struktural dalam Analisis Politik; 7. Pendekatan Modern dalam Analisis Politik; 8. Pendekatan Perkembangan dalam Analisis Politik; 9. Pendekatan Post-Struktural dalam Analisis Politik; 10. Pendekatan Post-Modern dalam Analisis Politik; 11. Pendekatan Hermeneutika dalam Analisis Politik; serta 12. Implementasi Pendekatan dalam Analisis Politik.

Buku bahan ajar ini terdiri dari 12 lingkup materi pembahasan, antara lain: 1.

GENERASI TRANSISI & TURBULENSI POLITIK

(Catatan Kritis Anak Bangsa)

Membaca buku berjudul Generasi Transisi dan Turbulensi Politik (Catatan Kritis Anak Bangsa) yang ditulis oleh saudara Mahmud dan Mu’min Boli ini, mampu membawa setiap pembacanya pada suatu perspektif yang luas, kritis dan konstruktif dalam memandang fenomena ekonomi-politik, sosial-budaya, sampai pada berbagaimacam persoalan kekinian khususnya di bidang kesehatan dan lingkungan hidup, dimana persoalan-persoalan tersebut semakin mempertegas arah kepentingan dan keberpihakan penguasa negeri saat ini. Buku yang terdiri dari 4 (empat) bagian ini memiliki daya tarik tersendiri karena menyajikan diskursus yang kritis terhadap berbagai persoalan bangsa Indonesia saat ini yang tersaji baik dalam ruang praktik politik lokal/daerah maupun nasional dan sejatinya ini adalah sebuah realitas yang tidak ternafikan. Diksi “turbulensi” yang digunakan oleh penulis adalah pilihan yang tepat untuk mendeskripsikan situasi politik Indonesia dewasa ini, di mana goncangan dan distabilitas praktik dan orientasi politik itu benar-benar terlihat sangat jelas dan nyata di mata publik. Orientasi politik bukan lagi untuk kepentingan kemanusiaan, tetapi berubah ke arah penghambaan kepada kepentingan oligarki. Namun demikian, dalam situasi turbulensi politik saat ini rakyat juga sudah semakin bijak dalam melihat fenomena perpolitikan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan semakin merosotnya kepercayaan publik terhadap eksistensi partai politik yang berkorelasi dengan merosotnya kepercayaan publik terhadap kineja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang idealnya sebagai saluran aspirasi rakyat. Turbulensi politik adalah ekses dari salah kaprah atau gagal pahamnya penguasa dan kaum elit politisi dalam memahami dan menterjemahkan demokrasi. Demokrasi sebagai antitesa dari otokrasi, sebagai sebuah sistem politik yang memberikan kedaulatan kepada rakyat dalam menentukan nasib dan masa depan bangsanya justru telah dipraktikkan secara ugal-ugalan, serampangan dan sembrono sehingga menjerembabkan demokrasi pada jurang keterpurukan, demokrasi Indonesia tidak lagi berwajah arif dan bijak melainkan kriminil. Faktanya politik uang (money politic), black campaign dan berbagai fenomena kegaduhan lainnya masih sering terjadi dalam konteks atau ruang praktek politik di Indonesia. Politik yang berbiaya sangat mahal dapat dipastikan berkonsekwensi pada tindakan melacurkan idealisme dan menggadaikan kepentingan rakyat demi sebuah kekuasaan. Sikap pragmatis dan oportunis kaum elit politisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kalangan borjuasi dan oligarki untuk terus mengintervensi kebijakan pemerintah demi penguasaan terhadap sumber-sumber perekonomian yang salah satu pintu masuknya adalah melalui regulasi (undang-undang). Saat ini kita lihat dan saksikan hadir serangkaian produk perundang-undangan seperti undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan undang-undang No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tentu masih banyak regulasi lainnya yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini DPR dan Presiden yang terindikasi kuat adalah titipan atau pesanan dari kepentingan pemodal dan kaum elit yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Terlebih ditambah lagi saat ini sedang ramai diperbincangkan oleh publik soal indikasi kejahatan korupsi melalui proyek Polymerase Chain Reaction (PCR) yang menyeret beberapa nama menteri kabinet Jokowi diantaranya adalah Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) dan Erick Thohir (Menteri BUMN). Sehingga lagi-lagi situasi ini menambah deretan persoalan yang muncul pada kepemimpinan Presiden Jokowi selama kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir ini. Wacana (issue) penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) di lingkaran istana ini tentunya sangat mencengangkan bagi kita semuanya di tengah ratusan juta rakyat Indonesia masih harus berjibaku, tajuh bangun berjuang lepas dan terbebas dari hantaman Covid-19 dan tuntutan percepatan pemulihan situasi ekonomi Nasional. Dalam keasyikan elit pemerintah memanfaatkan situasi pandemic selama kurun waktu kurang lebih 20 (duapuluh) bulan ini untuk menancapkan hegemoni kekuasaannya, pemerintah malah terkesan abai pada kewajibannya untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin dan pengangguran yang jumlahnya semakin meningkat. Di sisi yang lain dengan hadirnya undang-undang Cipta Kerja dan undang-undang Minerba selain hanya untuk kepentingan oligarki juga mengancam kondisi kelestarian lingkungan hidup, ditambah lagi dengan ketidakberpihakan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian yang dibuktikan dengan tingginya nilai inport pangan dari luar negeri yang dipastikan sangat merugikan petani Indonesia, situasi ini disempurnakan dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui serangkaian cara mulai dari revisi undang-undang KPK pada tahun 2019, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat cita-cita terwujudnya perintahan yang bersih (clean government) dan pemerintahan yang baik (good governance) akan semakin sulit terwujud, sebaliknya yang nampak adalah kinerja birokrasi semakin semrawut dan disorientasi. Sekali lagi situasi ini menegaskan bahwa cengkraman oligarki baik oligarki ekonomi maupun oligarki politik sudah sangat mengakar dan kuat di Negara ini. Arogansi kekuasaan yang anti kritik adalah parameter yang jelas menggambarkan jalan mundur demokrasi Indonesia. Turbulensi politik adalah tantangan (challenge) sekaligus peluang (opportunity) bagi kebangkitan kembali gerakan mahasiswa Indonesia hari ini. Situasi bangsa dan Negara yang sedemikian rupa tengah mengalami kemunduran luar biasa ini harus mampu diberikan jawaban, solusi dan jalan keluarnya oleh gerakan mahasiswa dan pemuda yang lahir dari elemen organisasasi pelajar, mahasiswa (intra dan ekstra kampus) dan pemuda yang keberadaannya merupakan representasi masyarakat sipil (civil society) dan untuk terus menegaskan eksistensinya dalam realitas sosial tidak saja sebagai agen perubahan (agent of change), kekuatan moral (moral force) dan kontrol sosial (social control), tapi lebih maju sebagai pemimpin perubahan (leader of change). Pelajar, mahasiswa dan pemuda dituntut untuk terus melakukan perjuangan pembelaan terhadap kaum marjinal yang tertindas demi tegaknya keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan. Meskipun dewasa ini, tidak sedikit mahasiswa dan pemuda juga masih diperhadapkan dengan stereotip negatif terhadap gerakan yang digagasnya. Sehingga menjadi sangat penting untuk segera meluruskan persepsi atau stigma pesimis tersebut dengan menghidupkan kembali semangat gerakan yang telah lama mati suri, menghidari polarisasi dan kooptasi serta penguatan konsolidasi penyatuan visi dan misi yang sama dalam membangun gerakan perubahan. Itulah tugas dan tanggungjawab generasi transisi yang hidup pada era disrupsi (disruption) seperti sekarang ini, era di mana teknologi semakin maju dan persaingan global semakin menguat. Olehnya itu, hanya dengan karakter kritis, konstruktif dan solutif, genarasi ini akan mampu menentukan masa depan bangsa dan Negara Indonesia menjadi lebih bermartabat. Berangkat dari pandangan di atas, buku yang ada di tangan pembaca ini juga berhasil mengeksplorasi situasi dan kondisi gerakan mahasiswa kekinian sampai pada gambaran tentang dinamika yang hadir pada ruang politik kampus dan diskursus yang berkembang dalam dunia kemahasiswaan. Tentunya sebagai bentuk kritik dan autokritik terhadap realitas gerakan mahasiswa adalah hal yang positif dan perlu diapresiasi. Menariknya buku ini mencoba untuk menilik lebih jauh pada konteks gerakan yang lahir dan dibangun oleh Himpunan Mahasiswa Islam yang merupakan organisasi kemahasiswaan terbesar dan tertua yang ada di Indonesia dan masih eksis sampai saat ini. Adanya harapan akan lahir kader-kader intelektual progressif-transformatif dari pengader-pengader revolusioner adalah impian dan cita-cita yang harus segera dapat diwujudkan melalui serangkaian upaya rekonstruksi aktivitas perkaderan di HMI yang semakin kritis, konstruktif dan solutif demi menjawab berbagaimacam problematika umat di era post truth. Di sisi yang lain kebutuhan membangun konsolidasi penguatan HMI dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang di ridhai Allah Swt sebagai tujuan mulia HMI harus segera dilakukan. Sebagai penutup, sekali lagi turbulensi politik terjadi karena adanya problem kepemimpinan nasional. Turbulensi politik sebagai realitas saat ini juga sekaligus menjadi tantangan bagi generasi transisi. Pandangan-pandangan kritis dari penulis telah tersaji dengan sangat baik di dalam buku ini, olehnya itu selamat membaca. Affandi Ismail Hasan (Ketua Umum PB HMI Periode 2020-2022)

Membaca buku berjudul Generasi Transisi dan Turbulensi Politik (Catatan Kritis Anak Bangsa) yang ditulis oleh saudara Mahmud dan Mu’min Boli ini, mampu membawa setiap pembacanya pada suatu perspektif yang luas, kritis dan konstruktif ...

Sejarah Pemikiran Politik Klasik

Dari Prasejarah Hingga Abad ke-4 M

Apa itu politik? Sejak kapankah tatanan politik muncul? Seperti apakah bentuk pemerintahan yang paling ideal itu? Apa sajakah komponen dari pengetahuan politik? Apakah hubungan antara politik dan etika? Bagaimanakah wacana soal kebebasan muncul untuk pertama kalinya? Itulah sebagian pertanyaan yang diajukan dan diuraikan dalam Sejarah Pemikiran Politik Klasik: Dari Prasejarah Hingga Abad ke-4 M. Dalam buku ini diuraikan sejarah perkembangan pemikiran politik sejak masa prasejarah hingga abad ke-4 Masehi, dalam tradisi Barat maupun Timur. Pemikir yang dibahas mencakup sosok yang relatif dikenal seperti Plato, Aristoteles, dan Cicero, hingga sosok yang masih langka dibahas di Indonesia, seperti Thoukydides, Polybios, dan Kautilya. Dipenuhi dengan penelusuran ke sumber-sumber primer, buku ini membekali pembaca dengan piranti konseptual yang berguna bagi kajian sosial dan politik, sejarah pemikiran serta filsafat. Buku persembahan penerbit MarjinKiri

Itulah sebagian pertanyaan yang diajukan dan diuraikan dalam Sejarah Pemikiran Politik Klasik: Dari Prasejarah Hingga Abad ke-4 M. Dalam buku ini diuraikan sejarah perkembangan pemikiran politik sejak masa prasejarah hingga abad ke-4 Masehi ...

Arah Politik Hukum Nasional

Aktualiasi Perkembangan Politik Hukum Sebagai Strategi Arah Pembangunan Nasional

Politik dengan hukum merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan, terutama terkait jalannya suatu pemerintahan termasuk dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam melihat kebijakan pembangunan nasional di Indonesia, sudah waktunya pemangku kebijakan dan masyarakat sadar dengan politik hukum sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi dan arah pembangunan

Dalam melihat kebijakan pembangunan nasional di Indonesia, sudah waktunya pemangku kebijakan dan masyarakat sadar dengan politik hukum sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi dan arah pembangunan