Sebanyak 248 item atau buku ditemukan

Posisi dan Peran Manusia dalam Alam

Menurut Deep Ecology Arne Naess (Tanggapan atas Kritik Al Gore)

Di satu sisi, krisis ekologis, yang berwajahkan banjir, longsor, kekeringan dan pemanasan global, menyengsarakan karena menghadirkan penderitaan bagi manusia. Di lain pihak, krisis tersebut adalah berkat karena mendorong manusia untuk berpikir dan bertanya tentang keberadaan dan kedudukannya dalam alam. Di manakah posisi dan peran manusia dalam alam? Apakah manusia adalah bagian integral dari alam dan karena itu memiliki tugas dan tanggung jawab untuk merawat dan memelihara alam atau sebaliknya terpisah dari alam dan karena itu merasa berkuasa untuk mengeksploitasi alam? Buku ini adalah upaya untuk menjawab pertanyaan ini. Berangkat dari paparan tentang ekosofi menurut Arne Naess, pemikiran ekologis Al Gore dan kritiknya atas ekologi-dalam Naess disusul tanggapan penulis atas kritik Al Gore, buku ini tiba pada kesimpulan bahwa kendati berbeda pendapat, Naess dan Gore sepakat bahwa manusia adalah bagian integral dari alam. Manusia adalah satu keluarga dengan alam. Oleh karena itu, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga, merawat dan memelihara alam. Demikian, semoga buku ini membantu kita melakukan pertobatan ekologis guna merawat lingkungan alam dan lingkungan sosial menjadi rumah kita bersama dengan mengubah gaya hidup yang bukan hanya tidak ramah lingkungan, tetapi juga telah meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Tanpa komitmen bersama dari semua pihak dan pelbagai negara di dunia, krisis ekologis yang semakin kompleks dan mengancam kelestarian bumi rumah tinggal kita bersama, bukannya semakin berkurang, melainkan akan semakin meningkat. Semoga semakin banyak orang dan banyak pihak tergugah untuk sungguh berkomitmen peduli-lingkungan hidup.

Chamber of Commerce, National Association of Manufacture), Conservative Foundations (antara lain: Koch and Scaife ... 316 Uraian lengkap lihat Riley E. Dunlap dan Aaron M. McCright, “Organized Climate Change Denial,” dalam The Oxford ...

A Treatise of Legal Philosophy and General Jurisprudence

Volume 11: Legal Philosophy in the Twentieth Century: The Common Law World

Volume 11, the sixth of the historical volumes of A Treatise of Legal Philosophy and General Jurisprudence, offers a fresh, philosophically engaged, critical interpretation of the main currents of jurisprudential thought in the English-speaking world of the 20th century. It tells the tale of two lectures and their legacies: Oliver Wendell Holmes, Jr.’s “The Path of Law” (1897) and H.L.A. Hart’s Holmes Lecture, “Positivism and the Separation of Law and Morals” (1958). Holmes’s radical challenge to late 19th century legal science gave birth to a rich variety of competing approaches to understanding law and legal reasoning from realism to economic jurisprudence to legal pragmatism, from recovery of key elements of common law jurisprudence and rule of law doctrine in the work of Llewellyn, Fuller and Hayek to root-and-branch attacks on the ideology of law by the Critical Legal Studies and Feminist movements. Hart, simultaneously building upon and transforming the undations of Austinian analytic jurisprudence laid in the early 20th century, introduced rigorous philosophical method to English-speaking jurisprudence and offered a reinterpretation of legal positivism which set the agenda for analytic legal philosophy to the end of the century and beyond. A wide-ranging debate over the role of moral principles in legal reasoning, sparked by Dworkin’s fundamental challenge to Hart’s theory, generated competing interpretations of and fundamental challenges to core doctrines of Hart’s positivism, including the nature and role of conventions at the foundations of law and the methodology of philosophical jurisprudence.

Volume 11: Legal Philosophy in the Twentieth Century: The Common Law World Gerald J. Postema. lytic jurisprudence rested, he thought, on a naïve understanding of language and complete ignorance of its power to mystify.

Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak Toba

Perubahan kurikulum tentu saja berpengaruh pada sistem pembelajaran. Menyadari hal tersebut kami berusaha mempersembahkan Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak Toba yang dapat membentuk karakter siswa dan juga efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak ini kami lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang yang berorientasi pada pembelajaran Berbasis Budaya Batak Toba. Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan media belajar yang mengacu pada standar Kurikulum yang berlaku. Selain sesuai dengan standar pembelajaran yang berlaku saat ini, penyajian materi buku ini juga kami sajikan secara sistematis, sederhana, dan komunikatif sehingga mudah dimengerti. Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak ini disusun dengan mengacu pada pendekatan Saintifik. Model Pembelajaran Berbasis Budaya Batak Toba ini memandang sebagai kegiatan manusia dan harus dikaitkan dengan realitas. Budaya Batak Toba harus dekat dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak dikemas sebagai proses “memberikan masalah nyata yang terbimbing”. Di sini siswa dapat mengalami proses yang sama dengan proses penemuan ide dan konsep Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak Toba. Proses penemuan kembali ide dan konsep Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak Toba ini dilakukan melalui Pembelajaran secara horizontal dan vertikal. Penyusun berharap dengan menggunakan model ini dapat membentuk karakter siswa dan efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan model ini diharapkan dapat menjadi lebih baik dan membantu profesionalisme guru sebagai tenaga pengajar.

Menyadari hal tersebut kami berusaha mempersembahkan Model Pembelajaran Budi Pekerti Berbasis Budaya Batak Toba yang dapat membentuk karakter siswa dan juga efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Titik Temu Tasawuf dan Filsafat Islam

Tasawuf cukup lama dipersoalkan, dianggap sebagai biang keladi kemunduran umat Islam. Begitu pula filsafat dianggap sesat menyesatkan, tetapi secara historis, keduanya telah mengantarkan umat Islam menuju gerbang Jaman Keemasan, karena kenyataannya Tasawuf dan Filsafat Islam memiliki titik temu dalam Tauhid. Tauhid adalah Aqidah Umat Islam, bentuk pertentangan apapun jangan sampai mengalahkan tauhid yang sakral.

Begitu pula filsafat dianggap sesat menyesatkan, tetapi secara historis, keduanya telah mengantarkan umat Islam menuju gerbang Jaman Keemasan, karena kenyataannya Tasawuf dan Filsafat Islam memiliki titik temu dalam Tauhid.

Filsafat sejarah

Profetik, Spekulatif, dan Kritis

Kehadiran buku ini diharapkan bisa mengisi kekosongan pembahasan sekitar materi-materi filsafat sejarah yang dianggap masih terasa langka. Meskipun sudah banyak orang membicarakan materi-materi dunia sejarah, namun yang membicarakan dari sudut pandang dan konstruksi filsafat dalam tiga substansi; profetik, spekulatif, dan kritis belum ada yang menyinergikannya. Umumnya buku-buku filsafat sejarah yang ditulis oleh penulis di Indonesia berkutat pada spekulatif dan kritis dengan uraian yang cukup panjang. Ada juga beberapa buku yang terkait dengan materi filsafat sejarah profetik, dengan mengambil bahan-bahan kajian dari Al-Qur’an dan al-Hadis, namun disajikan dengan cara terpisah-pisah sehingga menyulitkan para mahasiswa dalam memahaminya. Sering kali pula uraian-uraian filsafat sejarah yang disajikan sangat panjang, tidak mengutamakan substantifnya, bahkan terkesan bertele-tele sehingga seringkali membuat mahasiswa banyak mengeluh, karena sulitnya memahami pemikiran filsuf sejarah tersebut. Padahal substansi isinya yang mengandung sejumlah teori-teori penting harus dikembangkan dalam berbagai penalaran diskusi dan digunakan ke dalam pembacaan sejarah secara kritis. Belum lagi persoalan bagaimana penerapan teori filsafat sejarah untuk menganalisis peristiwa sejarah, selalu saja menjadi persoalan tersendiri. Semua problem tersebut pada akhirnya kembali menjadi tanggung jawab para pengajar atau dosen pengampu bidang filsafat sejarah; bagimana agar para mahasiswa mampu memahami dan dapat melakukan analisis sebuah peristiwa sejarah, dengan “kacamata” filsafat sejarah. Terutama untuk mahasiswa yang sedang melakukan penelitian (riset) dan tugas akhir berupa skripsi, tesis maupun disertasi Buku persembahan penerbit PrenadaMediagroup

Umumnya buku-buku filsafat sejarah yang ditulis oleh penulis di Indonesia berkutat pada spekulatif dan kritis dengan uraian yang cukup panjang.

The Oxford Handbook of Philosophy of Economics

The Oxford Handbook of Philosophy of Economics is a cutting-edge reference work to philosophical issues in the practice of economics. It is motivated by the view that there is more to economics than general equilibrium theory, and that the philosophy of economics should reflect the diversity of activities and topics that currently occupy economists. Contributions in the Handbook are thus closely tied to ongoing theoretical and empirical concerns in economics. Contributors include both philosophers of science and economists. Chapters fall into three general categories: received views in philosophy of economics, ongoing controversies in microeconomics, and issues in modeling, macroeconomics, and development. Specific topics include methodology, game theory, experimental economics, behavioral economics, neuroeconomics, computational economics, data mining, interpersonal comparisons of utility, measurement of welfare and well being, growth theory and development, and microfoundations of macroeconomics. The Oxford Handbook of Philosophy of Economics is a groundbreaking reference like no other in its field. It is a central resource for those wishing to learn about the philosophy of economics, and for those who actively engage in the discipline, from advanced undergraduates to professional philosophers, economists, and historians.

Contributions in the Handbook are thus closely tied to ongoing theoretical and empirical concerns in economics. Contributors include both philosophers of science and economists.

Between Yafeth and Shem

On the Relationship Between Jewish and General Philosophy

The book elucidates the complex relationship between Jewish philosophy and general philosophy. At the same time it examines Jewish philosophy as an independent discipline of thought. The issue of particular and characteristic problems of Jewish thought is taken up in the third part of the book. Other philosophical topics - from the general as well as the Jewish angle - are the quiddity of philosophy, its aims and tasks, its value and purpose, and the relations between philosophy, religion and theology, as reflected in general and Jewish thought. The concluding sections of the book highlight several basic problems of Jewish philosophy: its sources of inspiration and its influence, the motifs for philosophizing, the relation between reason and revelation, and lastly, the principal transformations in Jewish philosophy with the passage from medievalism to modernity.

The book elucidates the complex relationship between Jewish philosophy and general philosophy.