Sebanyak 444 item atau buku ditemukan

The Contemporary Middle Eastern Scene

Basic Issues and Major Trends

The contributions to this volume are based on papers read at an international confer ence held in Hamburg in May 1978. Some of them are reprinted in their original form, others have been slightly modified in order to incorporate more recent findings. Since the overall concern is Middle Eastern development the various contributions deal with a wide range of problems. Studies on the Middle East are more often than not one-sided because of the pre dominating interest in the Arab-Israeli conflict and the economic factors relating to the supply of oil. At the Hamburg Conference, however, the participants concentrated main lyon examining such aspects of the situation as are far too often relegated to the side lines. In order to illustrate what those neglected topics are one should refer to two major examples: 1) the religio-cultural identity of Arabs and Israelis, 2) the tackling of political issues in Arab and Israeli literature.

The contributions to this volume are based on papers read at an international confer ence held in Hamburg in May 1978.

Collaborative governance : Suatu konsep penguatan kelembagaan dalam dunia investasi

Selama dekade terakhir, konsep baru tata kelola pemerintahan yang disebut “Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif atau disebut dengan Collaborative Governance” telah dikembangkan. Konsep tata kelola pemerintah ini menyatukan berbagai stakeholder bersama forum beserta lembaga publik untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pada konsensus atau kesepakatan bersama. Dalam buku ini kami melakukan studi analisis yang membahas tentang tata kelola pemerintahan dengan tujuan menguraikan konsep umum dari Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance). Dalam melakukan melakukan studi meta-analisis ini kami mengadopsi konsep yang disebut dengan '‗pendekatan berturut-turut‖ dengan menggunakan sampel dari literatur Internasional untuk mengembangkan bahasa umum dalam menganalisa tata kelola pemerintahan kolaboratif secara berurutan serta menguji konsep ini terhadap studi kasus tambahan dengan upaya dalam menyempurnakan dan mengelaborasi sebuah konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance) ketika kami menganalisa studi kasus dalam dunia investasi Berbicara tentang investasi maka yang terlintas dibenak kita yaitu suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan pada masa yang akan datang. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal sehingga entitas yang paling terlibat tentu saja sektor swasta karena topik utama dari Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance) tidak bisa vi terlepas dari pembahasan mengenai adanya konsep rekan kerja (partnership). Salah satu perwujudan konkret dari Collaborative Governance pada saat ini adalah adanya konsep Public Private Partnership. Konsep partnership atau kemitraan antara pemerintah dengan swasta sudah menjadi hal yang umum dan bukan hal yang tabu lagi dalam melaksanakan suatu pembangunan dalam rangka penyelengaraan pelayanan publik. Berbeda dengan masa lampau, dalam hal penyediaan infrastrukturdan pelayanan publik hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Saat ini sektor swasta (private sector) dan masyarakat (civil society) mesti ikut terlibat dalam penyelengaraan pelayanan publik. Meskipun kontemporer ini Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance) mungkin memiliki pengelolaan yang modis karakter konsep yang kurang rapi dalam membahas bagaimana pemerintah berkolaborasi mencerminkan konsep ini meluap terhadap banyak eksperimen lokal namun sayangnya seringkali hal itu sebagai reaksi terhadap kegagalan konsep tata kelola pemerintahan sebelumnya. Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif hadir sebagai tanggapan atas kegagalan implementasiyang mengalir dengan biaya tinggi dan politisasi atas regulasi konsep tata kelola pemerintahan sebelumnya. Konsep ini telah dikembangkan sebagai bentuk alternatif untuk kepentingan kelompok yang pluralis dan kegagalan mengelola akuntabilitas (terutama karena kewenangan para ahli banyak ditolak). Buku ini juga akan membahas Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif sebagai suatu konsep penguatan kelembagaan yang mengacu pada protokol dasar dan aturan dasar untuk berkolaborasi dimana hal yang sangat penting untuk legitimasi prosedural dari proses kolaboratif disini merupakan desain kelembagaan dari para pemangku vii kepentingan. Akses kepada proses kolaboratif itu sendiri mungkin terletak pada masalah desainnya yang paling mendasar. Siapa yang seharusnya termasuk didalam proses kolaboratif? Tidak mengherankan jika menemukan bahwa tulisan tentang ukuran Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif bahwa proses harus terbuka dan inklusif. Kami juga menemukan bahwa Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance) mensyaratkan dimasukkannya perusahaan swasta dan kewenangan organisasi publik itu secara tradisional telah dikembangkan menjadi upaya sebuah model pemerintahan konvensional. Konsep ini berbasis inklusi yang luas dimana tidak hanya merupakan refleksi dari semangat kolaborasi yang terbuka serta menjadikan pemerintahan yang kooperatif. Hal ini adalah inti dari proses legitimasi berdasarkan (1) kesempatan bagi para pemangku kepentingan untuk berunding dengan entitas yang lain tentang hasil kebijakan dan (2) klaim bahwa hasil kebijakan mewakili konsensus yang berbasis luas. Dalam buku ini kami mendefinisikan Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif (Collaborative Governance) sebagai proses yang 'berorientasi konsensus sekalipun menunjukkan bahwa konsensus pada dasarnya tidak selalu tercapai. Masalahnya di sini adalah apakah semua keputusan kolaboratif yang harus dikembangkan secara formal membutuhkan konsensus. Dalam kolaborasi yang para ahli pelajari konsensus dilihat sebagai mempromosikan representasi sudut pandang individu dan mendorong lebih banyak kerja sama. Namun, aturan konsensus sering dikritik karena mengakibatkan hasil denominator paling umum. Akan tetapi konsep ini juga dapat memungkinkan pemerintah mengalami kebuntuan dalam mengambil keputusan meskipun dimungkinkan bagi proses kolaboratif untuk memulai dengan viii konsensus yang prosedural dan kemudian kembali ke prosedur lain dalam kasus kebuntuan yang lainnya. Oleh karena itu buku ini akan membahas bagaimana strategi dalam menguatkan kelembagaan dalam proses kolaborasi. Dalam konteks organisasi banyak diskusi yang berkembang yang menekankan pendekatan multipihak (multistakeholder) serta berbasis pada masyarakat (civil society). Organisasi masyarakat atau organisasi lokal lainnya perlu mendapat perhatian lebih. Entitas semacam ini biasanya lebih berfungsi memecahkan masalah-masalah sosial sehingga memudahkan pemerintah dalam memetakan masalah yang ada di tengah masyarakat dengan berkolaborasi dengan entitas tersebut. Dengan demikian penguatan kelembagaan perlu menekankan pada penguatan organisasi di tingkat lokal pula. Proses pembangunan di masa lalu lebih memperhatikan penguatan kelembagaan di lapisan atas. Biaya, tenaga dan perhatian pada penguatan organisasi pemerintah sangat besar. Kekuatan utamanya biasanya dipegang oleh sektor swasta (private sector) dengan kemampuan mereka dalam menguasai segala dimensi dan unsur modal kelembagaan yang diperlukan. Dari permasalahan dan perdebatan teori diatas maka penyusun mengambil judul buku yaitu: Collaborative Governance (Suatu Konsep Penguatan Kelembagaan dalam Dunia Investasi).

Selama dekade terakhir, konsep baru tata kelola pemerintahan yang disebut “Tata Kelola Pemerintahan yang Kolaboratif atau disebut dengan Collaborative Governance” telah dikembangkan.

China, the West and the Myth of New Public Management

Neoliberalism and its Discontents

In the West, innovations in new public management (NPM) have been regarded as part of the neoliberal project, whilst in China, these reforms have emerged from a very different economic and social landscape. Despite these differences however, similar measures to those introduced in the West have been adopted by the Chinese state, which has largely abandoned the planned economy and adopted market mechanisms in the pursuit of improved economic efficiency and growth. Evaluating the results of these reforms in both China and the West between 1978 and 2011, this book shows that despite substantial improvements in economic efficiency in both cases under consideration, there have been considerable negative impacts on the distribution of wealth, access to public services, levels of poverty, public health, and the incidence of crime. Further, this book explores the different results of NPM in China and the West and the conclusions Paolo Urio draws have timely significance, as he suggests that China has been able to change its policies more rapidly and thus more effectively respond to the challenges posed by the current economic crisis. Drawing on both Western and Chinese sources, this innovative book compares the consequences of their public management reforms, taking into account the impact on both the economy and society. As such, this book will be of great interest to students and scholars working in the fields of Chinese studies, Asian studies, business, economics, strategic public management and comparative studies in capitalism and socialism.

Third, the government has invested heavily in higher education, not only in infrastructure facilities, but also in the training of researchers and professors, many of whom have spent some time (in some cases several years) abroad.

PENGANTAR TEORI KOMUNIKASI DAKWAH (Edisi Revisi)

Buku yang saat ini hadir ditangan pembaca yang budiman adalah edisi revisi dari buku dengan judul yang hampir sama dengan buku ini. Pada buku sebelumnya penulis menggunakan judul Pengantar Teori Komunikasi Dakwah dan Penerapannya. Sedangkan pada buku yang ditangan pembaca sekarang ini penulis menghilangkan kata penerapan. Penghapusan kata penerapan ini dengan tujuan supaya buku ini lebih fokus membahas teori. Dalam edisi revisi ini penulis tetap mempertahankan diksi pengantar dengan pertimbangan buku yang saat ini hadir ditangan pembaca sebagai pengantar awal memasuki gerbang teori komunikasi dakwah. Dengan tujuan buku ini bisa menjadi bacaan awal bagi orang yang akan mempelajari komunikasi dakwah atau orang awam yang sekadar mengetahui sekilas tentang komunikasi dakwah. Sedangkan bagi mahasiswa calon sarjana komunikasi Islam, buku ini bisa dijadikan sedikit tambahan ilmu yang harapannnya bermanfaat dalam menerapkan komunikasi dakwah dilapangan profesinya nanti. Dalam edisi revisi ini pada prinsipnya tidak ada perubahan pokok bahasan dari buku sebelumnya. Perbedaannya pada subpokok bahasannya saja. Dalam buku ini tetap terdapat pokok bahasan tentang (1) perkembangan dakwah di Indonesia di awal bab sebagai pendahuluan untuk mengetahui gambaran kondisi perkembangan dakwah di Indonesia; (2) hakikat dakwah, untuk mengetahui substansi dari dakwah; (3) hakikat komunikasi dan komunikasi dakwah, untuk mengetahui substansi dari komunikasi dan komunikasi dakwah sekaligus mengetahui batasan keduanya; (4) teori komunikasi konteks dakwah, diulas tentang perencanaan komunikasi dakwah, pesan dakwah, media dakwah dan efek dakwah; (5) evaluasi pelaksanaan dakwah, yang menggambarkan tentang prosedur evaluasi kegiatan dakwah sekaligus ukuran keberhasilan dakwah.

A. Pengantar Komunikasi merupakan hal yang biasa kita lakukan. Setiap hari mulai dari bangun tidur, hingga tidur kembali kita berkomunikasi. Sebuah rutinitas yang seharusnya menjadikan komunikasi mudah dilakukan, tanpa perlu dipelajari.

The Liberal Project and Human Rights

The Theory and Practice of a New World Order

Shows how the UN regime on human rights has transformed national and international society in accordance with liberal values.

Shows how the UN regime on human rights has transformed national and international society in accordance with liberal values.

Logic and Political Culture

Paperback. What has happened to the science of Logic, as an academic discipline and pursuit? The diagnoses do not coincide, but the recognition is growing that since the days of Mill, Russell or Beth, something has gone wrong. A logical vacuum - theoretical as well as practical - in large parts of contemporary culture is easily perceived and is particularly visible in politicis, precisely where logic as a science ought to make its greatest impact.The present volume offers analyses and reflections of various types, written by logicians and other analytical philosophers. Some analyse the logic of political activists and thinkers, or the political thought of a logician. Other chapters offer concrete logico-analytical studies of burning political issues of our time, emphasizing the possibilities for an advancement of logic in, and through parliamentary debate, and of the problems connected with this goal. The final part of the book looks at possib

Rawls ' Logic of Political Arguments : Political Justification Without Truth 1. ... 3 ( 1985 ) and ' The Idea of An Overlapping Consensus ' ( henceforth IOC ) , The Oxford Journal of Legal Studies 7 , No. 1 ( 1987 ) . type challenges to ...

The Logic of Sufficiency

What if modern society put a priority on the material security of its citizens andthe ecological integrity of its resource base? What if it took ecological constraint as a given, nota hindrance but a source of long-term economic security? How would it organize itself, structure itsindustry, shape its consumption?Across time and across cultures, people actually have adapted toecological constraint. They have changed behavior; they have built institutions. And they havedeveloped norms and principles for their time. Today's environmental challenges -- at once global,technological, and commercial -- require new behaviors, new institutions, and new principles.In thishighly original work, Thomas Princen builds one such principle: sufficiency. Sufficiency is notabout denial, not about sacrifice or doing without. Rather, when resource depletion andoverconsumption are real, sufficiency is about doing well. It is about good work and goodgovernance; it is about goods that are good only to a point.With examples ranging from timbering andfishing to automobility and meat production, Princen shows that sufficiency is perfectly sensibleand yet absolutely contrary to modern society's dominant principle, efficiency. He argues thatseeking enough when more is possible is both intuitive and rational -- personally, organizationallyand ecologically rational. And under global ecological constraint, it is ethical. Over the longterm, an economy -- indeed a society -- cannot operate as if there's never enough and never toomuch.

Most likely , though , that neglect owes to the fact that social scientists and the policymakers who employ social science reasoning see no need for an alternative rationality . Economic and legal rationalities prevail in public ...

South Africa and the Logic of Regional Cooperation

In South Africa and the Logic of Regional Cooperation, James J. Hentz addresses changes in South Africa's strategies for regional cooperation and economic development since its transition from apartheid to democracy. Hentz focuses on why the new South African government continues to make regional cooperation a priority and what methods this dominant state uses to pursue its neighborly goals. While providing a synthetic overview of the history of regional cooperation in southern Africa, Hentz considers the logic of cooperation more generally. An extensive discussion of South African politics provides the context for Hentz's exploration of the more widely felt effects of domestic change. Readers interested in the international organization of the politics and economy of southern Africa will find thought-provoking material in this important book.

Rules , Norms , and Decisions : On the Conditions of Practical and Legal Reasoning in International and Domestic Affairs . New York : Cambridge University Press , 1989 . “ State Power and the Structure of International Trade .

Emerging Conflicts of Principle

International Relations and the Clash Between Cosmopolitanism and Republicanism

Debates over the ethics of war, economic redistribution, resource consumption and the rights and responsibilities associated with membership of a political community are just some of the major conflicts of principle identified and analyzed by Thomas Kane which characterize world politics today.

Debates over the ethics of war, economic redistribution, resource consumption and the rights and responsibilities associated with membership of a political community are just some of the major conflicts of principle identified and analyzed ...

Politics by Principle, Not Interest

Towards Nondiscriminatory Democracy

This book focuses on the effects of applying a generality constraint on the political process.

This book focuses on the effects of applying a generality constraint on the political process.