Sebanyak 26 item atau buku ditemukan

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI (MENCIPTAKAN PEMAHAMAN GERAKAN DAN BUDAYA ANTIKORUPSI)

Lembaga pendidikan merupakan tumpuan pendidikan karakter jangka panjang bagi generasi muda Indonesia. Untuk itu, sangat penting untuk menanamkan pendidikan anti korupsi secara berkesinambungan. Pendidikan antikorupsi merupakan salah satu bentuk pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilaksanakan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2018), pendidikan anti korupsi adalah proses yang bertujuan untuk memperkuat sikap anti korupsi pada mahasiswa, baik sarjana maupun mahasiswa. Secara mental, bangsa Indonesia memiliki karakter khusus yang menjadi cikal bakal terjadinya tindakan korupsi. Di antara sikap tersebut adalah meremehkan kualitas, mencintai budaya instan, tidak yakin, tidak disiplin, dan sering melalaikan tanggung jawab. Sikap negatif seperti ini perlu dijauhkan dari pola pikir orang Indonesia karena pendidikan mereka di sekolah dan kampus sebagai tempat pendidikan karakter yang baik. Di satu sisi, bangsa kita memiliki kelemahan perilaku yang diwarisi dari kolonialisme. Memotong mental, tidak menghargai waktu, meremehkan kualitas, tidak yakin dan masih banyak lagi. Sementara itu, di sisi lain, dunia pendidikan yang seharusnya memperkuat budaya antikorupsi, semakin terasa tidak konsisten dalam menjalankan fungsinya. Proses pendidikan lebih mementingkan penguasaan pengetahuan itu sendiri daripada membiasakan diri dengan perilaku yang baik. Meskipun sekolah melaksanakan berbagai kegiatan serupa, hal tersebut dilakukan seolah-olah terpisah dari proses pembelajaran secara utuh. Oleh karena itu, sudah saatnya mengembalikan sekolah sebagai lokomotif untuk memperkuat budaya antikorupsi jangka panjang. Kita mulai dengan melakukan pendidikan anti korupsi yang dipimpin oleh satuan pendidikan.

Lembaga pendidikan merupakan tumpuan pendidikan karakter jangka panjang bagi generasi muda Indonesia.

Educational Psychology

Free PDF textbook on educational psychology. Contents: 1) The Changing Teaching Profession and You. 2) The Learning Process. 3) Student Development. 4) Student Diversity. 5) Students with Special Educational Needs. 6) Student Motivation. 7) Classroom Management and the Learning Environment. 8) Instructional Strategies. 9) Planning Instruction. 10) Teacher-Made Assessment Strategies. 11) Standardized and Other Formal Assessments. 12) The Nature of Classroom Communication. 13) The Reflective Practitioner. The author, Kelvin Seifert, maintains a wiki related to teaching this text at: http: //teachingedpsych.wikispaces.com

The author, Kelvin Seifert, maintains a wiki related to teaching this text at: http: //teachingedpsych.wikispaces.com

Desentralisasi Pemerintahan dalam Perspektif Pembangunan Politik di Indonesia

Desentralisasi dalam Perspektif Pembangunan Politik mencoba menggambarkan dinamika pemerintahan daerah di Indonesia yang sama tuanya dengan pemerintahan Indonesia itu sendiri, satu kesatuan tidak terpisahkan. Asas desentralisasi pemerintahan daerah di Indonesia itu sesuatu yang unik, seakan tidak pernah selesai dan tidak pernah sesuai, baik dari segi format penyelenggaraan maupun implementasi dan pencapaian. Spektrum pemerintahan daerah itu seperti ruang tanpa batas, gerakannya tidak pernah menyentuh sisi sisi yang pas.Hal tersebut merupakan gambaran betapa tingginya dinamika kebutuhan daerah, dinamika politik di daerah hingga hampir menyentuh negara serikat modern, posisi daerah laksana federasi, sebagai satu solusi.Bagaimana hal ini diamati dalam kacamata (perspektif) pembangunan Politik Indonesia telah memasuki lima priode konstitusi dan amandemen Undang Undang Dasar. Hal ini turut mewarnai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Lima periode konstitusi tersebut tidak terlepas dari gangguan luar sebagai satu negara yang baru merdeka, dinamika politik dalam negeri juga merupakan satu faktor yang turut mempengaruhi. Bersamaan dengan pergantian konstitusi itu pula disusul terbitnya undang undang mengenai pemerintahan daerah. Bahkan pada satu konstitusi pergantian undang undang yang mengatur pemerintahan daerah terjadi berulang ulang, termasuk penggantian undang undang dengan peraturan pemerintah pengganti undang undang. Hingga saat ini kita telah mengenal tidak kurang dari 9 (sembilan) undang undang termasuk Penpres dan Perpu pemerintahan daerah. Sembilan peraturan perundang undangan pemerintahan daerah itu masing masing dengan nomenklatur berbeda. Apabila dikaji secara cermat, maka dapat disimpulkan bahwa pergantian undang undang itu tidak merupakan penyempurnaan dari satu undang undang kepada undang undang sebelumnya, bahkan tidak ditemukan konsistensi dan kesinambungan. Hal ini mengindikasikan bahwa pergantian undang undang itu tidak pada tataran perbaikan tata penyelenggaraan pemerintahan daerah, melainkan atas orientasi politik, sehingga dapat dikatakan hingga saat ini sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah belum menemukan bentuk dan postur yang tepat. Indonesia yang majemuk atau sangat plural adalah fakta yang menjelaskan penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak tepat untuk digeneralisir dalam satu undang undang. Pertanyaannya apakah satu daerah diatur dengan satu undang undang yang spesfik, kiranya tidak seekstrim itu. Satu undang undang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat umum cukup ditindaklanjuti dengan peraturan daerah yang spesifik. Kenapa demikian, karena tidak dapat dipungkiri bahwa semua daerah di Indonesia berasal dari latar belakang sejarah yang berbeda, kebutuhan berbeda, jangkauan pemikiran berbeda, potensi daerah berbeda sehingga tidak cukup diselesaikan dengan kebijakan makro. Kebijakan mengenai keuangan dalam bentuk transfer fiskal misalnya berdampak pada belanja daerah yang tidak sesuai, kerumitan distribusi dengan segala macam kasus berdampak pada daerah yang selalu bergantung secara ekonomi seiring dengan kebutuhan politik atas nama negara kesatuan.

Desentralisasi dalam Perspektif Pembangunan Politik mencoba menggambarkan dinamika pemerintahan daerah di Indonesia yang sama tuanya dengan pemerintahan Indonesia itu sendiri, satu kesatuan tidak terpisahkan.

The History of al-Tabari Vol. 30

The 'Abbasid Caliphate in Equilibrium: The Caliphates of Musa al-Hadi and Harun al-Rashid A.D. 785-809/A.H. 169-193

This volume of al-Tabari's History covers nearly a quarter of a century, and after covering the very brief caliphate of al-Hadi, concentrates on that of Harun al-Rashid. During these years, the caliphate was in a state of balance with its external foes; the great enemy, Christian Byzantium, was regarded with respect by the Muslims, and the two great powers of the Near East treated each other essentially as equals, while the Caucasian and Central Asian frontiers were held against pressure from the Turkish peoples of Inner Eurasia. The main stresses were internal, including Shi'ite risings on behalf of the excluded house of 'Ali, and revolts by the radical equalitarian Kharijites; but none of these was serious enough to affect the basic stability of the caliphate. Harun al-Rashid's caliphate has acquired in the West, under the influence of a misleading picture from the Arabian Nights, a glowing image as a golden age of Islamic culture and letters stemming from the Caliph's patronage of the exponents of these arts and sciences. In light of the picture of the Caliph which emerges from al-Tabari's pages, however, this image seems to be distinctly exaggerated. Al-Rashid himself does not exhibit any notable signs of administrative competence, military leadership or intellectual interests beyond those which convention demanded of a ruler. For much of his reign, he left the business of government to the capable viziers of the Barmakid family--the account of whose spectacular fall from power forms one of the most dramatic features of al-Tabari's narratives here--and his decision to divide the Islamic empire after his death between his sons was to lead subsequently to a disastrous civil war. Nevertheless, al-Tabari's story is full of interesting sidelights on the lives of those involved in the court circle of the time and on the motivations which impelled medieval Muslims to seek precarious careers there. A discounted price is available when purchasing the entire 39-volume History of al-Tabari set. Contact SUNY Press for more information.

Grandson of the naqib and outstanding figure in the da'wah , Qahţabah al - Țā'ī , and subsequently head of al - Ma'mūn's haras ... Vizirat , I , 149 ; K. S. Salibi , Syria under Islam : empire on trial , 634-1097 , 37 ; Kennedy , 122 .

Logic, Deductive and Inductive

On the Combination of Probable Arguments Cumulative or Corroborative Evidence , including Circumstantial Evidence . ... Much legal evidence is of this kind , as when A testifies that he received a certain parcel from B , B that he ...

Deductive and Inductive Logic

Probable arguments may be combined together in a chain : ( or , as it has been more appropriately called , a coil ) of ... Much legal evidence is of this kind , as when A testifies that he received a certain parcel from B , B that he ...