Sebanyak 3 item atau buku ditemukan

Hukum Islam dan Etika Pelestarian Ekologi

Upaya Mengurai Persoalan Lingkungan di Indonesia

AI-Qur’an dan Hadis sebagai sumber Hukum Islam yang otoritatif telah banyak memberikan Isyarat tentang prinsip-prinsip umum pelestarian ekologis. Bahkan, tidak jarang keduanya juga kerap kali memberikan ancaman kepada manusia yang melakukan kerusakan ekologis. Minimnya literatur Hukum Islam klasik tentang persoalan lingkungan harus diakui bukan disebabkan absennya juris klasik dalam memberikan perspektifnya kala itu. Akan tetapi, persoalan ekologis pada waktu itu memang belum sekompleks sebagaimana yang terjadi pasca-revolusi industri hingga hari ini. Oleh karenanya, buku ini mencoba menawarkan perspektif juris kontemporer melalui ijtihad-ijtihad ekologisnya dalam merespon berbagai problem lingkungan yang terus mengeskalasi. Selama ini narasi tentang hukum Islam dan pelestarian lingkungan memiliki kecenderungan menggunakan optik yang monolitik serta tidak berbasis problem lingkungan khas kelndonesiaan atau bahkan narasi tentang hukum Islam dan pelestarian lingkungan hanya berkutat pada basis epistimologinya yang terlalu melangit dan tidak operasional. Selain itu, kehadiran buku ini juga mencoba menyatukan narasi-narasi kontemporer tentang lingkungan yang masih tercecer dalam berbagai artikel dan tulisan-tulisan ilmiah ke dalam satu narasi yang lebih komprehensif. Pada aras yang sama, buku ini juga berusaha menjawab problem tentang kerusakan lingkungan di Indonesia dengan perspektif hukum dan etika Islam.

AI-Qur’an dan Hadis sebagai sumber Hukum Islam yang otoritatif telah banyak memberikan Isyarat tentang prinsip-prinsip umum pelestarian ekologis.

Diskursus Bernegara dalam Islam

Dewasa ini dunia Barat dilanda gelombang populisme yang ditandai oleh penguatan partai sayap kanan, demikian juga di Indonesia, Islam-politik yang sebelumnya kurang mendapatkan ruang kini hadir menghiasi ruang-ruang publik dengan slogan formalisasi Syariah. Tak ayal mimpi untuk menghidupkan kembali cita-cita Indonesia sebagai Negara Islam (Islamic State) kembali menyeruak. Pemahaman masyarakat tentang konsepsi Negara Islam masihlah didominasi pengertian klasik (Khilafah, Daulah, Imamah, Pan-Islamisme, dll.) padahal sejatinya, pemahaman terhadap ide Negara Islam banyak dikembangkan oleh pemikir-pemikir kontemporer berhaluan revisionis yang menegoisasikan antara syariah dan negara sebagai wujud konsep nation state. Pemikir-pemikir tersebut sepertihalnya Mohammad Husain Hikal, Muhammad Iqbal, Ali Syariati, Fadzlur Rahman, Ahmad An Naim, dll. yang lebih moderat-progresif dalam menginterpretasi Negara sebagai entitas penjelmaan nilai-nilai Islam. Namun sayangnya pemikiran tersebut secara sayup-sayup tidak terdengar di tengah riuh-rendah gagasan pembentukan Negara Islam secara formal. Demikian juga, kelahiran Indonesia sebagai negara yang tidak berdasar ajaran agama namun juga bukan sebagai Negara Sekuler, Indonesia hadir dengan ramuan moderatisme Islam dengan gagasan nasionalisme. Alhasil Pancasila hadir sebagai perpaduan keduanya. Dengan demikian, Indonesia merupakan role model dalam penerapan Islam secara esensial ke bentuk format institusi modern. Kelahiran dari buku ini merupakan salah satu jawaban sekaligus pembanding formalisme syariah melalui pendirian Negara Islam, di samping itu buku ini hadir dengan menampilkan pemahaman komprehensif tentang ide Negara Islam, mulai dari pemahaman konservatif hingga pemahaman kontemporer. Varian pemahaman tersebut juga diulas melalui beberapa perspektif yaitu perspektif historis, teologis, dan keindonesiaan.

Dewasa ini dunia Barat dilanda gelombang populisme yang ditandai oleh penguatan partai sayap kanan, demikian juga di Indonesia, Islam-politik yang sebelumnya kurang mendapatkan ruang kini hadir menghiasi ruang-ruang publik dengan slogan ...

Konfigurasi Fiqih Poligini Kontemporer

Kritik terhadap Paham Ortodoksi Perkawinan Poligini di Indonesia

Bergesernya buadaya masyarakat modern ternyata tidak menyurutkan langkah pendukung poligini untuk mempertahankan ortodoksi produk penafsiran klasik. Sementara sistem masyarakat sudah mengubah wajahnya dari budaya patriafsiran menuju tatanan sosial yang egaliter, corak positivisme fiqih tersebut tetap saja yang mengemuka. Padahal, teks-teks keagamaan klasik seringkali justru dimanfaatkan oleh kelompok oportunis untuk melakukan semacam kejahatan atas nama agama (religion crime). Untuk itu, beberapa cendekiawan muslim kontemporer menawarkan banyak gagasan baru sekitar poligini. Buku ini menyingkap poligini perspektif cendekiawan muslim internasional seperti Muhammad Abduh (Mesir), Muhammad Syahrur (Syria), Asghar Ali Engineer (India) dan Fazlur Rahman (Pakistan). Gagasan para Ulama tersebut kemudian Penulis kontekstualisasikan dengan ortodoksi poligini yang ada di Indonesia yang belakangan semakin merebak. Bahkan tak jarang mereka juga sering kali menghujat regulasi poligini dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan deskripsi mendalam dan analisis yang tajam, buku ini dengan mudah mematahkan argumentasi pemikiran ortodoksi tentang poligini karena beberapa alasan aktual yang selama ini dikesampingkan, seperti kuantitas jumlah laki-laki dan perempuan yang nyaris sama dan potensi kemandulan yang secara medis ternyata juga bisa terjadi karena mandulnya pihak suami. Oleh karena itu, buku ini cocok bagi semua kalangan yang selama ini merindukan gagasan dan kritik progresif terkait poligini dari sudut pandang teologis.

Bergesernya buadaya masyarakat modern ternyata tidak menyurutkan langkah pendukung poligini untuk mempertahankan ortodoksi produk penafsiran klasik.