Sebanyak 123 item atau buku ditemukan

Menuju Pembaruan Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diwariskan dari pemerintah kolonial, dirasakan sudah tidak relevan lagi khususnya dikaitkan dengan negara yang telah merdeka. Teori-teori pidana kontemporer telah berkembang pesat dan tidak sesuai lagi dengan KUHP. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diakomodasi dalam undang-undang atau setidak-tidaknya dilakukan penafsiran yang bersifat futuristik sehingga ketentuan dalam KUHP senantiasa relevan dengan kebutuhan kekinian. Begitu pula dengan Prinsip Integralistik dalam rangka penetapan sanksi pidana perampasan kemerdekaan merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan ketentuan hukum positif dengan kebutuhan akan keadilan. Prinsip Integralistik didasarkan kepada Ideologi Pancasila baik sebagai sumber dari segala sumber hukum maupun the way of life bangsa Indonesia. Di samping perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi, perkembangan kajian Hukum Pidana khususnya Politik Hukum Pidananya dan Kebijakan Kriminal merupakan bahan-bahan untuk menyelaraskan kebutuhan praktik hukum yang disesuaikan dengan konteks tertentu. Perkembangan doktrin hak asasi manusia (HAM), restorative justice secara doktrinal memperkaya pengkajian hukum pidana yang konvensional guna mewujudkan Hukum Pidana yang responsif.

... criminal law, such that a general theory can be constructed and pre- sented as the key to understanding. but some general principles can be discerned, even if only at the level of the rhetoric of English crimi- nal law (since there are ...

Kriminalisasi dalam Hukum Pidana

Kebijakan kriminalisasi diartikan sebagai proses penentuan suatu perbuatan yang dapat dipidana dan dilarang. Dalam menentukan suatu tindak pidana digunakan kebijakan hukum pidana atau penal policy. Bagaimana hukum pidana dapat dirumuskan dengan baik serta memberikan pedoman kepada pembuat Undang-undang (kebijakan legislatif, kebijakan aplikatif, kebijakan yudikatif) dan pelaksanaan hukum pidana (kebijakan eksekutif). Dalam kebijakan legislatif merupakan tahapan yang strategis karena menentukan tahap-tahap berikutnya. Hal ini mengingat pada saat perundang-undangan pidana akan dibuat maka akan ditentukan arah yang hendak dituju dengan dibuatnya Undang-Undang itu, perbuatan apa yang dipandang untuk dijadikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, ini berarti menyangkut proses kriminalisasi. Indonesia adalah negara hukum, demikian rumusan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Sebagai negara hukum maka semua tindakan pemerintah dalam menyelenggarakan negara untuk mencapai tujuan negara harus mendasarkan pada Undang-Undang yang telah ditetapkan. Hukum sebagai dasar Pemerintah untuk menjalankan Pemerintahan dan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan. Kepentingan individu masyarakat dan negara terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan modernisasi dan globalisasi. Perubahan masyarakat yang dinamis ini perlu diatur di dalam hukum. Proses pembuatan hukum harus mendasarkan pada nilai-nilai atau jiwa bangsa, sehingga tidak bisa langsung diterima konsep hukum yang berasal dari luar. Jati diri bangsa inilah yang merupakan filter masuknya nilai-nilai dari bangsa lain.

Kebijakan kriminalisasi diartikan sebagai proses penentuan suatu perbuatan yang dapat dipidana dan dilarang.

HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

Buku Ajar Hukum Pidana Internasional membahas mengenai istilah Hukum Pidana Internasional, yurisdiksi, ekstradisi, kejahatan internasional, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), dan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia. Di dalam Buku Ajar ini juga dilengkapi dengan soal-soal tiap pembahasan untuk dapat di pahami oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa juga dapat secara mendalam menguasai mengenai Hukum Pidana Internasional.

Buku Ajar Hukum Pidana Internasional membahas mengenai istilah Hukum Pidana Internasional, yurisdiksi, ekstradisi, kejahatan internasional, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), dan Pelanggaran HAM Berat di ...

STATUTA ROMA TAHUN 1998 TENTANG MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL(Dalam Kerangka Hukum Pidana Internasional & Implikasinya Terhadap Hukum Pidana Nasional)

"Saya yakin buku ini sangat menarik untuk dibaca, baik kalangan pemerintahan, akademisi, masyarakat madani, poli dan siapa saja yang memiliki pandangan maju tentang HakAsasi Manusia (HAM) sebagai salah satu nilai dasar demokras Penulis adalah akademisi dan menjabat berbagai jabatan penting UNDIP, anggota Komnas HAMKehakiman, Menteri Sekretaris sebagai Gubernur Lenhannas. of sekaligus politisi yang pern di Indonesia seperti Rekto , anggota MPR-RI, Menteri Negara, Hakim Agung dan terakh Di permulaan Era Reformasi bulan Juni 1998, sebagai Presiden RI ke-3 saya telah menunjuk Penulis yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Ri pada Kabine Reformasi Pembangunan untuk bertindak sebagai Ketua Delegasi RI pada "Plenipotentiaries Conference" PBB dalam rangka finalisasi prakarsa PBB untu membentuk Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court) melalui suat Konvensi Internasional, dengan pesan-pesan khusus sebagaimana tersurat dan tersi Dada pidato Penulis di dalam konferensi tersebut yang juga dimuat dalamku ini. Dengan demikian, terbentuknya Statuta Roma pada tahun 1998 tentang ICC pada akhi konferensi tersebut tidak terlepas dari dukungan Indonesia. Pengadilan ini sang penting karena yurisdiksi atau kewenangan untuk mengadili secara langsung kejahatar kejahatan pelanggaran HAM berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaa kejahatan perang dan kejahatan agresi yang dikutuk oleh masyarakat beradab di duni apabila yang bersangkutan unwilling or unable" untuk mengadilinya. Harapan saya adalah agar Pemeintah Indonesia tetap konsisten terhadap dukungan yang sudah diberikan dan segera tanpa ragu ragu melakukan ratifikasi, karena saat in ndonesia baru menandatangani Konvensi tersebut. Hal ini akan meningkatkan reputa ndonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia".

"Saya yakin buku ini sangat menarik untuk dibaca, baik kalangan pemerintahan, akademisi, masyarakat madani, poli dan siapa saja yang memiliki pandangan maju tentang HakAsasi Manusia (HAM) sebagai salah satu nilai dasar demokras Penulis ...

Hukum Pidana Internasional

Lahirnya Hukum Pidana Internasional (HPI) sebagai cabang tersendiri dari hukum internasional ditandai dengan pendirian Mahkamah Militer Internasional pasca Perang Dunia II untuk menuntut pelaku kejahatan yang luar biasa dan menghapuskan impunitas. Hal ini merupakan terobosan baik dalam hukum internasional maupun hukum pidana. Sebelumnya, hanya negara yang dapat dipertanggungjawabkan atas pelanggaran hukum internasional dan hanya negara yang berwenang melakukan penuntutan kepada pelaku, Sifat dari kejahatan yang luar biasa atau yang kerap diistilahkan sebagai kejahatan internasional inti menjadi hal penting karena memberikan otorisasi HPI untuk melaksanakan fungsi penuntutannya baik di tingkat nasional maupun internasional. Sayangnya, penerimaan universal negara terhadap kejahatan internasional inti tidak disertai dengan pengakuan adanya kewajiban penuntutan bagi pelakunya. Praktik amnesti dan pengakuan kekebalan absolut kepala negara masih menjadi hambatan diadilinya pelaku di tingkat nasional sehingga melanggengkan impunitas. Norma universal yang melandasi HPI pada kenyataannya tetap memerlukan norma positivisme jika berhadapan dengan kewajiban penuntutan yang bersifat prosedural. Karena dalam praktiknya kewajiban ini tidak bersifat universal dan hanya mengikat negara sebagai pihak instrumen HPI.

Lahirnya Hukum Pidana Internasional (HPI) sebagai cabang tersendiri dari hukum internasional ditandai dengan pendirian Mahkamah Militer Internasional pasca Perang Dunia II untuk menuntut pelaku kejahatan yang luar biasa dan menghapuskan ...