Sebanyak 93 item atau buku ditemukan

SKGB 019: MISKONSEPSI LITERASI

Mengapa Indonesia dan sebagian besar bangsa yang baru merdeka lainnya mengembangkan program pemberantasan buta huruf atau pengajaran calistung? Bayangkan Anda menjadi pimpinan sebuah negara yang 100% warganya masih buta huruf. Bagaimana Anda menyampaikan pesan Anda pada jutaan warga negara yang berada di berbagai daerah? Tidak ada jalan, Anda harus bicara kepada semua warga negara. Bila hanya pada sebagian warga negara, pesan Anda akan menyebar seperti gosip. Jangankan sebuah negara. Dalam pelatihan, pesan yang disampaikan pada orang paling depan lalu orang tersebut menyampaikan ke orang di belakangnya hingga orang terakhir di suatu barisan. Apa pesan yang dipahami oleh orang di barisan paling belakang? Sama sekali berbeda dengan pesan yang disampaikan di awal. Ada distorsi, ada generalisasi, ada hiperbola, ada dramatisasi. Kalai rantai informasi pada satu baris bisa kacau seperti itu, lalu bagaimana bila terjadi pada suatu negara? Kekacauan! Itulah mengapa calistung menjadi program prioritas pada kebanyakan bangsa yang baru merdeka. Calistung pada masanya adalah mesin penggerak kehidupan sebuah bangsa, mesin konsumsi dan produksi pengetahuan. Kemampuan calistung membuat orang per orang tidak tergantung sepenuhnya pada komunikasi lisan. Calistung membuat orang bisa membaca panduan, brosur, petunjuk dan buku untuk menjalankan mesin, mengoperasikan birokrasi, atau menjalani kehidupan. Calistung membuat orang bisa menuliskan pikirannya, menuangkan pengalamannya dan menggambarkan impiannya untuk disampaikan pada banyak orang. Calistung membuat orang berpikir sistematis, pasar bekerja, pengerjaan bangunan menjadi simetris, penataan kebun menjadi rapi dan desain peralatan menjadi presisi. Calistung adalah bentuk awal literasi yang menggerakkan kehidupan negeri! Tapi kehidupan tidak semudah dan seindah cerita pengantar tidur. Belajar calistung bergerak cepat tapi dihentikan ketika akan memasuki tahap calistung untuk belajar, calistung untuk mengubah kehidupan. Sistem pendidikan mempersempit calistung sebatas sebagai aktivitas konsumsi belaka, calistung untuk mengkonsumsi pengetahuan, tapi tidak bergerak menjadi calistung untuk memproduksi pengetahuan. Orang kehilangan arti penting calistung. Belajar calistung jadi kegiatan di sekolah, lebih tepatnya kegiatan anak pada kelas kecil. Calistung menjadi kegiatan wajib yang membosankan dan kering makna. Pada tingkat global, pendidikan membaca kritis ala Paulo Freire diubah menjadi pengajaran membaca yang mekanis. Sampai sekitar 2 dekade yang lalu, kita mulai memasuki suatu zaman yang memperkenalkan istilah literasi. Lahir kesadaran arti penting literasi dalam kehidupan berbangsa. Kita telah berjalan sebagai negara merdeka lebih dari 70 tahun, tapi tantangan yang kita hadapi tetaplah sama: miskonsepsi literasi. Literasi sebagai tujuan, cara dan kegiatan direduksi sebagai kegiatan membaca. Murid diminta aktif membaca di awal pelajaran, tapi tidak mendapat tantangan yang memadai untuk menggali, memikirkan dan mengemukakan pendapat. Literasi menjadi calistung yang penting pada kelas kecil, sembari lupa bahwa literasi penting dan berguna pada semua tahapan belajar, bahkan bagi pendidikan doktor. Inilah ajakan bagi guru yang merdeka belajar untuk melek literasi tentang makna literasi itu sendiri. Pada Surat Kabar Guru Belajar edisi ini, kita akan bercerita mengenai miskonsepsi literasi sebagai upaya refleksi kolektif terhadap perjalanan kita menghidupkan literasi di ruang kelas, aktivitas sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang merdeka belajar adalah guru yang berani mengakui kekeliruan, keberanian yang akan mengantar pada keberanian yang lain, keberanian memperbaiki, keberanian untuk gagal terus hingga mencapai keberhasilan. Apakah Anda sudah membicarakan miskonsepsi literasi bersama murid Anda? Bersama rekan guru di sekolah dan di Komunitas Guru Belajar? Bersama kepala sekolah atau dinas pendidikan? Bila belum, bergegaslah karena literasi bermakna akan segera menggerakkan negeri.

Saya meminta mereka untuk menuliskan apa yang bisa mereka lihat, dengar, dan rasakan selama tinggal di sekitar kota Tangerang Selatan. Kemudian saya tanyakan hal yang lebih spesifik, “Apa saja permasalahan yang ada di kota ini?

SKGB 021: LITERASI UNTUK BELAJAR

Literasi untuk apa? Banyak guru, sekolah dan penggiat pendidikan mengadakan kegiatan literasi di berbagai konteks. Pertanyaan reflektif di Surat Kabar Guru Belajar ini adalah buat apa literasi? Dalam sebuah Temu Pendidik Mingguan, saya terlibat percakapan dengan seorang guru yang bingung merancang pengajaran literasi. Selidik punya selidik, kebingungan tersebut berakar pada asumsi kegiatan literasi diadakan sebatas pada 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai. Asumsi yang memisahkan antara pengajaran literasi dengan “pengajaran biasanya”. Pengajaran literasi dipisahkan dari pengajaran yang dilakukan setiap harinya. Bukan hanya pemisahan cara pengajaran, pengajaran literasi pun dipisahkan tujuannya. Pengajaran literasi mengejar suatu tujuan tertentu, pengajaran biasa mengejar tujuan yang lain. Ketika tujuan berbeda, penilaian keberhasilannya pun berbeda. Pada ujungnya, pengajaran literasi justru menjadi beban bagi guru, tanpa paham sebenarnya pengajaran literasi untuk apa. Diskusi tersebut menarik perhatian tim Surat Kabar Guru Belajar sehingga lahirlah usulan untuk memaparkan keterkaitan antara pengajaran literasi dengan “pengajaran biasanya”. Kami berharap paparan tersebut dapat menyebarkan pesan bahwa pengajaran literasi adalah pondasi dari keseluruhan pengajaran dan pendidikan yang kita lakukan. Pengajaran literasi bukan sekedar mematuhi kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh pusat. Pengajaran literasi hendaknya menunjang tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran dan pendidikan. Pengajaran literasi akan membantu murid dalam mencari, mendapatkan, mengolah dan menggunakan informasi untuk mencapai suatu tujuan atau untuk menyelesaikan masalah. Kompetensi literasi yang berkembang akan membuat murid lebih lancar dalam mencapai tujuan pengajaran. Lebih mudah memahami tujuan pengajaran, lebih mandiri dalam mencari dan mengolah informasi, lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan dalam penggunaan informasi dan tentu saja, lebih mudah melakukan refleksi proses dan hasil belajar pada suatu mata pelajaran. Lebih jauh lagi, murid dengan kemampuan literasi pun lebih mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan persoalan hidupnya. Jadi buat apa pengajaran literasi? Untuk membantu murid lebih merdeka belajar dan menjalani hidup sebagai pelajar merdeka. Pelajar sepanjang hayat. Bila kita bersepakat bahwa tujuan pengajaran literasi menunjang tujuan pengajaran dan pendidikan secara menyeluruh, maka konsekuensinya semua pelajaran adalah pelajaran literasi, semua media belajar adalah media literasi dan pada akhirnya, semua guru adalah guru literasi. Semua pihak di sekolah mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan literasi murid. Bukan untuk menjalankan aturan, namun kesadaran bahwa pengajaran literasi pada dasarnya membantu guru mencapai tujuan pengajaran dan membantu murid mencapai tujuan pelajaran. Pengajaran literasi menunjang tujuan kita semua, tujuan pendidikan. Pernyataan tersebut bukan pernyataan omong kosong. Silahkan Anda baca Surat Kabar Guru Belajar Edisi ke-21 ini. Anda akan mendapatkan bagaimana pengajaran literasi bisa terintegrasi dengan berbagai macam pengajaran. Pengajaran literasi bukan monopoli pengajaran bahasa, juga pengajaran kewarganegaraan, pendidikan inklusi, pengajaran matematika, pengajaran budaya dan semua pengajaran yang lain. Inilah seruan yang diusung Komunitas Guru Belajar, pahami esensinya, pahami tujuannya, sehingga kita bisa mendapatkan beragam cara yang mungkin untuk mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan. Mari kita renungkan kembali, apa tujuan pengajaran literasi. Dan temukan cara pengajaran yang relevan dan bermakna, bagi murid maupun bagi guru. Selamat melakukan pengajaran literasi dengan cara berbeda!

Jadi pertanyaan dalam kaus Guru Belajar Esensial “Apakah murid Anda merasa dipahami?” sudah bisa terjawab dari apa yang guru lakukan di atas. Penulis Dari empati tersebut guru diajak mencari permasalahan yang dialami murid.

Articulation of Vocational Education Planning with Comprehensive State Planning

We had just completed the long and arduous task of moving the 1971 State Plan through all the procedural stumbling blocks required by our federal colleagues , I was involved deeply in the process of planning within the department ...

KERAGAMAN DAN PERBEDAAN: Budaya dan Agama dalam Lintas Sejarah Manusia

Harapan Penulis dalam menikmati bacaan ini adalah agar Anda menyelami keragaman dan perbedaan dalam sejarah, pengetahuan, dan tradisi keagamaan. Pembaca diajak mengenal bagaimana tradisi kuno dahulu kala nun jauh di sana di Mesopotamia, Mesir, Yunani, Romawi, India, Arab, dan Indonesia, yang saling berkelindan serta diwarisi manusia hingga saat ini. Tradisi beriman dan berikir dalam budaya yang terpisah itu bisa kita fahami; dan dengan begitu bisa kita tempatkan manusia saat ini, dan juga budayanya, dalam sejarah manusia yang panjang, 2,5 juta tahun. Para pembaca diharapkan memahami perpindahan dan keberlanjutan tradisi dengan pemaparan contoh-contoh nyata, dengan menghadirkan konsep atau teks. Pembaca juga diajak mengenali bagaimana para pemikir masa lampau bertanya dan menjawab (sebagaimana kita saat ini juga) tentang dunia, alam semesta, dan Penciptanya. Karena kreasi dan kemampuan berikir itulah manusia terdorong dalam perkembangan tradisi keimanan, pengetahuan, dan peradaban. Manusia membangun tempat ibadah, kota, dan negara; para penguasa menyokong secara ideologi dan militer; para intelektual berkarya dan memberi ideologi pada dinasti; itulah jalannya sejarah dunia.

Harapan Penulis dalam menikmati bacaan ini adalah agar Anda menyelami keragaman dan perbedaan dalam sejarah, pengetahuan, dan tradisi keagamaan.

World of Islam Festival dalam perspektif sejarah

ceramah pada tanggal 19 Juni 1976 di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta

Dalam buku ini tidak saja diuraikan kesan beliau tentang Festival itu tetapi diuraikan juga peradaban Islam dari zaman dulu sampai sekarang yang bukan saja menjadi pedoman bagi orang Islam sendiri melainkan juga bagi orang di luar ...

Nordic Approaches to Evaluation and Assessment in Early Childhood Education and Care

Final Report

Available online: https://pub.norden.org/temanord2022-512/ Policy makers, educators, and scholars observe with interest how Nordic countries organise services for the education and care of the youngest children. The ‘Nordic model’ of ECEC has become synonymous with a holistic, children’s rights-based approach to pedagogy, grounded in democratic values. But as societies keep changing, what exactly characterises the ‘Nordic model’ today? Given the diversity between and within countries, are there common principles?We investigated the values and principles that underpin the evaluation of early childhood education and care in five Nordic countries (Denmark, Finland, Iceland, Norway, Sweden). We found that a ‘Nordic’ approach to evaluation still exists, although it is changing, not least under the influence of wider international developments. An important aspect of the ‘Nordic’ approach is the central role given to the local and municipal context.

evaluation of learning environment, and clearly rejected the idea of a PISA-test on the ECEC-level. In Finland, there are different views on how good the ECEC-institutions really are. The respondent relates that this is not merely an ...

Keadaan sosiologi masyarakat Melayu

Dasar penjajah berkenaan dengan imigrasi , pemilikan hartanah dan pendidikan telah dikemukakan sebagai puncapunca kemunduran Melayu , kerana kesemua itu mengasingkan orang Melayu daripada penyertaan penuh dalam ekonomi pasaran .

Neil Gaiman's How To Talk To Girls At Parties

Neil Gaiman! Fábio Moon! Gabriel Bá! Two teenage boys are in for a tremendous shock when they crash a party where the girls are far more than they appear! From Neil Gaiman—one of the most celebrated authors of our time—and award-winning artists Fábio Moon and Gabriel Bá, this sumptuous graphic novel is not to be missed! * Moon and Bá adapt the Gaiman story they were born to draw! “Gaiman, Moon, and Bá have created a triolet of a book, lyrically powerful and utterly unforgettable.”—Junot Díaz “How can something so strange and so beautiful also be so sad? Like a poem, a pattern, and a people whose world was swallowed by the sea, How To Talk To Girls at Parties is three things at once.” — Kelly Sue DeConnick “Had sneak peek at How to Talk to Girls at Parties. What boys fear! That girls are very smart aliens who will do frightful things to you in The Upper Room! Teenage angst. Lovely drawing/painting.” —From a Tweet by Margaret Atwood “A haunting ode to the lyric of girls, who for our protagonists represent a vast, uncharted universe. An extraordinary comic from three extraordinary creators.”—Marjorie Liu “Gentle, strange, and full of perfectly good advice (‘You just have to talk to them!’), How to Talk to Girls at Parties is wise and odd. Neil Gaiman’s writing is sweetly complemented by Fábio Moon & Gabriel Bá’s art. It’s a quirky delight.”—Audrey Niffenegger

From Neil Gaiman—one of the most celebrated authors of our time—and award-winning artists Fábio Moon and Gabriel Bá, this sumptuous graphic novel is not to be missed! * Moon and Bá adapt the Gaiman story they were born to draw! ...

MINIATUR AL-QUR’AN : Menguak Surat Pembuka:

Sesuai dengan judulnya, buku ini memuat telaah penting, meliputi latar belakang Surat al-Fatihah, kosa kata dan analisa semantik, isi pokok dan penjelasan, serta beberapa implikasi filosifis dan fenomenologis lainnya. Kesemuanya mengandalkan beberapa referensi Tafsir mu’tabar, dianalisa secara ilmiah dan kemudian “dikemas” secara lebih interaktif

Sesuai dengan judulnya, buku ini memuat telaah penting, meliputi latar belakang Surat al-Fatihah, kosa kata dan analisa semantik, isi pokok dan penjelasan, serta beberapa implikasi filosifis dan fenomenologis lainnya.

MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

Buku ini bertujuan untuk membantu para pengajar dalam memilih model pembelajaran yang akan diterapkan di kelas. Buku ini berisi pengertian, kelebihan, kekurangan dan langkah-langkah pelaksanaan dari model pembelajaran Numbered Head Together. Numbered Head Together merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat merangsang aktivitas semua siswa, siswa termotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian diharapkan bahwa Numbered Head Together dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika karena siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengerjakan soal di depan kelas. Model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan Turunan Fungsi.

Buku ini bertujuan untuk membantu para pengajar dalam memilih model pembelajaran yang akan diterapkan di kelas.