Sebanyak 38355 item atau buku ditemukan

ISLAM MODERAT

Islam dengan misi rahmatan lil’alamin yang diembannya sering kali dikontraskan antara idealisme ajarannya dengan realitas umatnya. Tak hanya itu, Islam juga sering didikotomisasi antara dimensi sakral dengan dimensi profan ajarannya; antara teosentris dengan antoposentris kandungannya; bahkan antara aspek religiositasnya yang paling asasi dengan perkembangan peradaban bangsa yang paling terkini. Buku ini mencoba merekonstruksi pemaknaan Islam sebagai agama samawi terakhir yang sempat terlahir di muka bumi ini. Kita menyadari, di tengah derasnya arus globalisasi dan pesatnya teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini posisi Islam sering diperdebatkan. Apakah Islam harus takluk mengikuti irama perubahan yang niscaya atau sebaliknya, setiap perubahan mesti memiliki acuan formal berupa nilai-nilai mashlahah dalam ajaran suci? Kemunculan wahyu sebagai sumber inspirasi ajaran mempunyai nilai kebenaran mutlak dan absolut. Tetapi pemahaman terhadap teks wahyu itu sendiri bersifat nisbi dan relatif. Melalui kerangka pemahaman wahyu yang kreatif dan dinamis (istinbath) diharapkan Islam dapat memantulkan nilai-nilai eternal dan universal. Dalam tataran praksisnya, Islam sering memadukan dua titik ekstrimitas yang saling berlawanan: antara esoteris dan eksoteris; antara konstan dan elastis; antara pokok dan cabang; antara otoritas wahyu dan kapasitas akal-budi; dan seterusnya. Dengan pemaknaan seperti ini Islam diharapkan tampil dengan performanya yang inklusif, moderat dan kosmopolit menghadapi tuntutan perubahan tanpa harus bergeser dari titik orbitnya.

Dengan pemaknaan seperti ini Islam diharapkan tampil dengan performanya yang inklusif, moderat dan kosmopolit menghadapi tuntutan perubahan tanpa harus bergeser dari titik orbitnya.

Keutamaan Etika Islam: Menjadi Manusia Berkarakter & Berkualitas

Islam memiliki ajaran yang bernilai tinggi. Tidak hanya dari sisi pahala atau balasan di akhirat, tapi juga dari sisi efek positif yang ditimbulkannya dalam kehidupan sosial. Efek yang terasa bagi pelakunya, juga bagi masyarakat luas dan lingkungan. Demikianlah adanya, karena Islam tidak sekadar doktrin kaku yang diamalkan lalu selesai tanpa makna. Islam adalah ajaran yang hidup membawa misi abadi: rahmatan lil alamin, menjadi rahmat bagi alam semesta. Inilah buku tentang keutamaan-keutamaan etika Islam yang mendorong manusia untuk menjadi pribadi berkarakter dan berkualitas pada ujungnya. Disampaikan dengan bahasa sederhana, lugas dan penuh dengan eksplorasi dan perenungan tentang kehidupan, serta ditopang oleh sumber-sumber klasik dan autentik Islam: Al-Qur’an dan hadis Nabi, serta pandangan-pandangan dari para ulama besar, saleh, dan bijak bestari yang inspiratif dan motivatif.

Inilah buku tentang keutamaan-keutamaan etika Islam yang mendorong manusia untuk menjadi pribadi berkarakter dan berkualitas pada ujungnya.

Menjadi Islam, Menjadi Indonesia

Kehidupan beragama di Indonesia kian hari kian menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama bagi kalangan muslim. Pasalnya saat ini tidak sedikit yang masih mempertanyakan, "Mengapa Indonesia tidak dibentuk Negara Islam?" Tidak sampai di situ, ada gerakan-gerakan radikal yang berupaya merongrong kedaulatan NKRI dengan melakukan propaganda, misalnya demokrasi sebagai sistem kufur, dan harus diganti dengan sistem khilafah. Ada juga upaya-upaya yang melakukan pembenturan demi merusak keharmonisan bangsa, seperti Pemerintah vs. umat Islam, ormas Islam vs. ormas Islam, umat Islam vs. umat agama lain, bahkan perbenturan antara konsep Islam vs. Pancasila. Tantangan lainnya adalah mulai pudarnya spirit rahmatan lil`alamin dalam diri sebagian muslim. Keragaman Indonesia dianggap hal yang membahayakan, seolah-olah Indonesia dimiliki satu golongan saja, akibatnya intoleransi marak di mana-mana. Dari situ dapat dirasakan bahwa kejernihan berpikir dan kearifan dalam berperilaku kini nampaknya menjadi sesuatu yang mulai langka. Buku ini menyajikan refleksi beragama dan berbangsa sebagai suatu keharusan yang sulit dipisahkan, di mana “Islam” dan “Indonesia” memiliki romantisme yang tidak saling bertentangan, justru saling mengisi. Di tengah pergumulan itu, masih ada kalangan Nahdlatul Ulama (NU), santri, dan pesantren yang sepanjang sejarahnya selalu gigih dan komitmen menanamkan keislaman yang moderat, toleran, mengedepankan perdamaian, dan perhatian dalam melestarikan tradisi Nusantara. Di samping itu, buku kumpulan esai ini juga kaya akan kearifan pemikiran yang bersumber dari sosok Cak Nun, Cak Nur, Gus Mus dan hingga Gus Dur. Mereka sosok guru bangsa yang terus berjasa mencerahkan dan mendidik masyarakat, sehingga tidak hanya berproses menjadi Islam yang taat, tetapi juga menjadi warga Indonesia yang baik.

Mereka sosok guru bangsa yang terus berjasa mencerahkan dan mendidik masyarakat, sehingga tidak hanya berproses menjadi Islam yang taat, tetapi juga menjadi warga Indonesia yang baik.

Islamku Islammu Islam Kita

“Tidak ada agama yang namanya menunjukkan visinya, kecuai Islam. Dan tidak ada nama Allah yang paling banyak disebut, kecuali al-Rahman dan al-Rahim, yang berarti kasih sayang. Buku cendekiawan muda Islam ini mengurai kedua makna tersebut dengan cara yang bersahaja, tetapi substansial.” K.H. Husein Muhammad “Dan Aku tidak mengutusmu (Wahai, Muhammad) selain sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiya’, 107). Buku ini secara khusus saya susun dengan tuturan sederhana untuk memperlihatkan bahwa Islam kita adalah sebenar-benarnya agama yang rahmatan lil ‘alamin. Musykil betul buat siapa pun untuk menciptakan dunia ini, semua umat Islam, berada di bawah satu panji paham, aliran, dan mazhab. Hasrat begitu bukan hanya menentang sunnatullah yang telah menggariskan dunia ini majemuk, tapi sekaligus rawan menjungkalkan kita pada kepongahan hawa nafsu merasa diri paling benar, paling suci, dan paling sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah Saw, hingga terjerembab mengesahkan sikap-sikap negatif kepada orang lain, melukai teladan akhlak karimah Sang Nabi Saw. Sungguh tiada sikap terbaik buat semua kita di tengah khittah kemajemukan Islam ini selain semata mengedepankan akhlak karimah, seperti hormat-menghormati atas pilihan paham dan mazhab setiap kita dan welas-asih sebagai sesama manusia yang sejatinya sedang sama-sama berjuang dan mengharap ridha Allah Swt dan syafaat Rasululah Saw. Ihwal paham dan mazhab siapa yang mutlak benar, biarkanlah ia selalu menjadi Hak Prerogatif Allah Swt. Mari gempalkan Islam yang telah dikaruniakanNya dengan hati cemerlang dan wajah bercahaya: bahwa Islamku dan Islammu, dalam keragaman perbedaannya, adalah Islam kita –Islamnya Allah, Islamnya Rasulullah Saw.

Mari gempalkan Islam yang telah dikaruniakanNya dengan hati cemerlang dan wajah bercahaya: bahwa Islamku dan Islammu, dalam keragaman perbedaannya, adalah Islam kita –Islamnya Allah, Islamnya Rasulullah Saw.

Filsafat Hukum

Berfilsafat adalah berfikir dalam tahap makna, ia mencari hakikat makna dari sesuatu. Dalam berfilsafat, seseorang mencari dan menemukan jawaban dan bukan hanya dengan memperlihatkan penampakan (appearance) semata, melainkan menelusurinya jauh dibalik penampakan itu dengan maksud menentukan sesuatu yang disebut nilai dari sebuah realitas. Hakikat dasar ontologis manusia dalam Negara Republik Indonesia yang ber-Pancasila sebagai makhluk yang monopluralis oleh Prof. Notonegoro diartikan sebagai makhluk yang memiliki tiga hakikat kodrat, yakni: (a) Sifat kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial; (b) Susunan kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk yang tersusun dari dua unsur, yaitu raga dan jiwa; (c) Kedudukan kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan YME. Atas dasar pemahaman hakikat kodrat ontologi manusia yang monopluralis itu maka kita dapat dengan mudah memahami hubungan antara manusia dengan nilai-nilai hidupnya.

Berfilsafat adalah berfikir dalam tahap makna, ia mencari hakikat makna dari sesuatu.