Sebanyak 2 item atau buku ditemukan

Makna Rahmah dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan salah satu kitab umat Islam yang sangat istimewa, penggunaan diksi yang bagus dan indah tertuang di dalamnya, sampai sekarang tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada karya yang dapat menandingi keindahan rangkaian kalimat ayat-ayat Al-Qur’an yang tersusun rapi dalam setiap suratnnya. Banyak mufassir yang menafsirkan makna yang terkandung di dalamnya, baik menafsirkan surat, asbabun nuzul, bahkan makna yang terkandung di setiap lafadhnya, karena keindahan kata yang beragam inilah, membuat banyak orang selalu ingin mengetahui lebih dalam tentang isi Al-Qur’an. Buku ini akan menyuguhkan bagaimana perbedaan makna yang terkandung pada lafadh Rahmah dalam al-Quran yang berakhiran Ta’ Marbutah dan Ta’ Mabsutah dalam dua surat yang berbeda (QS. An;Nisa’ {157} dan QS Hud {73}), apakah keduanya memiliki makna dan maksud yang sama, atau bahkan sebaliknya? Berbeda dari karya yang lain, dimana banyak membahas perbedaan mengenai makna lafadh Rahmah dalam Al-Qur’an secara universal, penulis di sini menggunakan pandangan Syaikh Mutawalli al-Sha’rawi dalam Tafsir al-Sha’rawi, yaitu sebuah karya tafsir kontemporer yang fokus dalam bidang kebahasaan, sehingga akan memberikan pengetahuan yang baru dan rill mengenai makna dan maksud dari lafadh Rahmah. Isi dalam buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta menggunakan ungkapan-ungkapan ringkas sehingga dengan mudah dapat dicerna dan diingat oleh para pembaca sekalian. Terima kasih. ---Selamat membaca dan semoga bermanfaat----

Berbeda dari karya yang lain, dimana banyak membahas perbedaan mengenai makna lafadh Rahmah dalam Al-Qur’an secara universal, penulis di sini menggunakan pandangan Syaikh Mutawalli al-Sha’rawi dalam Tafsir al-Sha’rawi, yaitu sebuah ...

MAQASHID AL-QUR’A

Maqa>s}id al-Qur’a>n menjadi mata kuliah yang cukup urgen dalam prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) maupun Swasta. Karena proses penafsiran yang mengabaikan dimensi ‘maqa>s}id’ (tujuan atau sesuatu yang dinyatakan teks secara implisit maupun eksplisit) sama dengan memperlakukan teks al-Qur’an sebagai teks yang mati tanpa ruh. Sebab teks selalu terbentuk dalam ruang-ruang sosial dan diskursus-wacana (khit}a>b) yang kompleks. Tugas penafsir bukan hanya mampu manggali makna harfiyah teks, tetapi mampu menangkap ‘maksud’ yang melampaui apa yang dikatakan teks (al-mant}u>q bih). Maka dengan menggali dimensi maqa>s}id, penafsiran al-Qur’an akan menjadi hidup, produktif dan dinamis, sehingga tidak terkungkung dalam bingkai tekstualisme. Jargon al-Qur’an sebagai kitab yang shalih likulli zama>n wa maka>n, relevan pada setiap waktu dan tempat, menuntut kreativitas penafsir untuk melakukan pembaharuan pemahaman agama dalam menghadapi tantangan perubahan, melalui proses ijtihad kreatif. Sebab sikap mengabaikan kriteria rasional dan kebutuhan terhadap keselarasan antara pemahaman keagamaan dan kesimpulan rasional merupakan pelanggaran terhadap tanggung jawab agama. Masalahnya adalah bagaimana seorang mufassir dapat menjaga sikap moderasi dalam menafsirkan teks? Di sinilah eksistensi Maqa>s}id al-Qur’a>n akan menemukan relevansinya

Jika melihat perkembangan kajian Islam, kajian syariah dan tafsir sama-sama lahir bersamaan di Rasulullah, namun gagasan akan maqa>s}id al-shari>'ah terlebih dulu dibutuhkan dan dibicarakan hingga sekarang. Sementara kajian tafsir pada ...