Sebanyak 38355 item atau buku ditemukan

Sosiologi

Di dalam kehidupan bermasyarakat, tiap individu anggota masyarakat akan timbul kesadaran, bahwa kehidupan mereka akan selalu berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar warga masyarakat dipatuhi dan ditaati karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antar individu serta antara individu dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan perikelakuannya lama-kelamaan melembaga menjadi polapola. Jadi, sejak dilahirkan di dunia ini, manusia telah mulai sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebudayaan. Pada dasarnya, setiap manusia pasti akan saling membutuhkan dengan manusia lainnya dalam pergaulan hidupnya sehari-hari di lingkungan masyarakat. Itulah sebabnya, manusia disebut sebagai mahluk sosial (zoon politicon – menurut Aristoteles). Manusia, sehebat apapun dia, tidak akan mampu mengembangkan potensi dirinya, kemampuan/kompetensinya secara maksimal, manakala dia hidup sendirian. Manusia, sebagai mahluk paling sempurna yang oleh Sang Kholiq (Sang Maha Pencipta) diberi anugerah kemampuan kecerdasan akal budi, hanya akan bisa memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya, manakala dia berada di tengah lingkungan masyarakat. Sejak manusia lahir, dia sudah berhubungan dengan orang tuanya, saudara-saudaranya. Semakin meningkat usianya, semakin luas pula lingkup pergaulannya. Dari lingkup pergaulan keluarga, masyarakat sekitar, lokal, regional, nasional bahkan sampai lingkup internasional. Hakekatnya, mereka saling membutuhkan, saling mencari pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan serta maksud dan tujuannya masing-masing. Sebagaimana dia sadari bahwa kebudayaan dan peradaban dewasa ini adalah merupakan hasil perkembangan masa-masa yang silam. Diapun menyadari, bahwa dalam berbagai hal pasti mempunyai persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dengan orang lain. Semua itu merupakan pengetahuan yang bersifat sosiologis, ketika dia terlibat dalam hubungan-hubungan sosial, dalam keikutsertaan membentuk kebudayaan masyarakat serta kesadaran akan adanya persamaan dan perbedaan dengan orang lain. Semua itu memberikan gambaran tentang obyek yang dipelajari, yaitu sosiologi. Akan tetapi semuanya itu belum berarti bahwa dia telah menjadi seorang ahli sosiologi, sebab dia belum mengetahui dengan sesungguhnya apakah ilmu itu dan oleh karena itu akan ditinjau terlebih dahulu apakah sosiologi itu. Untuk lebih jelasnya, silakan untuk menyimak buku yang penulis susun ini. Semoga bermanfaat.

Semua itu memberikan gambaran tentang obyek yang dipelajari, yaitu sosiologi.

Dasar-dasar sosiologi hukum

makna dialog antara hukum & masyarakat : dilengkapi proposal penelitian hukum (legal research)

On sociological jurisprudence in Indonesia.

On sociological jurisprudence in Indonesia.

Sosiologi Hukum

Penegakan, Realitas dan Nilai Moralitas Hukum (Edisi Pertama)

Ruang lingkup sosiologi hukum dalam buku ini ditelaah melalui pendekatan instrumental, hukum alam dan paradigmatik, serta pemikiran yang memengaruhi terbentuknya sosiologi hukum, baik pemikiran filsafat hukum dan teori-teori hukum yang berkaitan dengan sosiologi hukum dari teori hukum murni Hans Kelsen, sampai teori solidaritas Ibnu Khaldun. Kelompok-kelompok sosial dan hukum yang juga membicarakan stratifikasi terhadap penegakan hukum dan menjelaskan tentang perubahan sosial serta karakter ideal sosiologi hukum di masa depan.Pandangan ke depan tentang penegakan hukum dalam buku ini dibedah dengan memakai teori hukum progresif, serta peran hakim dalam perspektif teori hukum progresif beserta dengan contoh putusannya. Selain itu, buku ini juga menjelaskan potret sosial penegakan hukum di Indonesia secara holistik dari perspektif advokat, polisi, jaksa, dan hakim. Selanjutnya dalam buku ini dipaparkan pula secara jelas tentang realitas hukum dan nilai-nilai moralitas juga pemahaman terhadap fakta hukum dan fakta sosial. Paparan tersebut dilengkapi pula dengan analisis tentang hukum dan moralitas yang sangat erat kaitan antara keduanya, sehingga perlu membangun etika dan moral penegak hukum serta pengaturannya, tentu saja hal ini menjadi tumpuan harapan terhadap penegakan hukum di Indonesia. Buku persembahan penerbit PrenadaMediaGroup

Ruang lingkup sosiologi hukum dalam buku ini ditelaah melalui pendekatan instrumental, hukum alam dan paradigmatik, serta pemikiran yang memengaruhi terbentuknya sosiologi hukum, baik pemikiran filsafat hukum dan teori-teori hukum yang ...

ASPEK-ASPEK MAQASID ASY-SYARI’AH DALAM PENETAPAN ALASAN-ALASAN PERCERAIAN PADA PP NO 9 TAHUN 1975 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Stiletto Book

ABSTRAK Idealnya suatu perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia kekal selama-lamanya. Tujuan yang baik dan mulia tersebut terkadang kandas di tengah jalan dan tidak dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan yang diharapkan hampir semua orang, dan banyak di antaranya diakhiri dengan perceraian. Hal ini dapat dilihat dari laporan PTA Yogyakarta tiga tahun terakhir, yaitu 1982 kasus pada tahun 2001, 2005 kasus pada tahun 2002, dan 2008 kasus pada tahun 2003. Dengan banyaknya peristiwa perceraian di atas orang mulai banyak bertanya apakah alasan-alasan perceraian yang dibuat sedemikian ketat dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut sudah benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip Maqasidasy-Syari’ah? Tesis ini berusaha untuk menganalisis alasan-alasan perceraian tersebut dengan menggunakan pendekatan filsafat hukum untuk mengungkap hikmah- hikmah di balik penetapan alasan-alasan perceraian tersebut. Setelah diteliti penetapan alasan-alasan perceraian pada PP Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, ternyata masing-masing alasan tersebut masih memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Maqasidasy-Syari’ah dalam hal memelihara kepentingan daruriyyah dan hajjiyah. Jadi secara yuridis alasan-alasan perceraian tersebut dapat diterima dari sudut pandang kepentingan hukum syara’ sebagai sarana dalam menciptakan keadilan, kemaslahatan, dan kebenaran, karena masih sesuai dengan tujuan ditetapkannya hukum (Maqasidasy-Syari’ah). Tingginya angka perceraian tidak terkait langsung pada alasan-alasan perceraian yang secara sistematis dibuat untuk mempersulit angka perceraian. Oleh karena itu, menurut hemat penulis ada alasan-alasan lain yang jauh lebih substansial yang menyebabkan terjadinya perceraian. Sehingga perlu ada penelitian lanjutan mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian.

Aspek-aspek MaqasidAs-syariah Dalam Penetapan Alasan alasan: Pada PPNo.3 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam ASPEK-ASPEK MAQASID ASY-SYARI'AH DALAM PENETAPAN ALASAN-ALASAN PERCERAIAN PADA PP NO. Front Cover.