Sebanyak 2 item atau buku ditemukan

STATUTA ROMA TAHUN 1998 TENTANG MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL(Dalam Kerangka Hukum Pidana Internasional & Implikasinya Terhadap Hukum Pidana Nasional)

"Saya yakin buku ini sangat menarik untuk dibaca, baik kalangan pemerintahan, akademisi, masyarakat madani, poli dan siapa saja yang memiliki pandangan maju tentang HakAsasi Manusia (HAM) sebagai salah satu nilai dasar demokras Penulis adalah akademisi dan menjabat berbagai jabatan penting UNDIP, anggota Komnas HAMKehakiman, Menteri Sekretaris sebagai Gubernur Lenhannas. of sekaligus politisi yang pern di Indonesia seperti Rekto , anggota MPR-RI, Menteri Negara, Hakim Agung dan terakh Di permulaan Era Reformasi bulan Juni 1998, sebagai Presiden RI ke-3 saya telah menunjuk Penulis yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Ri pada Kabine Reformasi Pembangunan untuk bertindak sebagai Ketua Delegasi RI pada "Plenipotentiaries Conference" PBB dalam rangka finalisasi prakarsa PBB untu membentuk Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court) melalui suat Konvensi Internasional, dengan pesan-pesan khusus sebagaimana tersurat dan tersi Dada pidato Penulis di dalam konferensi tersebut yang juga dimuat dalamku ini. Dengan demikian, terbentuknya Statuta Roma pada tahun 1998 tentang ICC pada akhi konferensi tersebut tidak terlepas dari dukungan Indonesia. Pengadilan ini sang penting karena yurisdiksi atau kewenangan untuk mengadili secara langsung kejahatar kejahatan pelanggaran HAM berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaa kejahatan perang dan kejahatan agresi yang dikutuk oleh masyarakat beradab di duni apabila yang bersangkutan unwilling or unable" untuk mengadilinya. Harapan saya adalah agar Pemeintah Indonesia tetap konsisten terhadap dukungan yang sudah diberikan dan segera tanpa ragu ragu melakukan ratifikasi, karena saat in ndonesia baru menandatangani Konvensi tersebut. Hal ini akan meningkatkan reputa ndonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia".

"Saya yakin buku ini sangat menarik untuk dibaca, baik kalangan pemerintahan, akademisi, masyarakat madani, poli dan siapa saja yang memiliki pandangan maju tentang HakAsasi Manusia (HAM) sebagai salah satu nilai dasar demokras Penulis ...

Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan Kriminal

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1946 jo. UU No. 73 Tahun 1958 yang merupakan “milestone” perkembangan hukum pidana Indonesia dengan “margin of appreciation and legitimation” yang di dasarkan atas penyesuaian terhadap kedudukan RI sebagai negara merdeka atau seluruhnya atau sebagian tidak dapat dilaksanakan atau tidak mempunyai arti lagi, maka dalam pembaharuan hukum pidana melalui RUU KUHP yang memiliki misi utama “Rekodifikasi Terbuka” pembenaran pembaharuan didasarkan atas Ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, HAM dan asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab. Dalam hal ini aspirasi suprastruktural, infrastruktural, kepakaran dan aspirasi global sangat dipertimbangkan. Dalam proses tersebut penulis selalu mempertimbangkan pentingya semangat hukum (legal spirits) yang mendasari eksistensi suatu produk perundang-undangan pidana, yang harus dirumuskan dengan baik dan akurat. Tanpa pemahaman terhadap semangat hukum ini (yang tersurat dan tersirat dalam Rancangan Akademis, Konsiderans Undang-undang dan Penjelasan Umum Undang-undang) dan semata-mata hanya mendasarkan pada norma-norma batang tubuh dan substansi serta penjelasan pasal demi pasal suatu undang-undang, penegakan hukum tidak akan memadai hasilnya, karena semangat hukum selalu tidak “value free”, khususnya terkait dengan rezim politik yang berkuasa saat Undang-undang dibuat.

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1946 jo.