Sebanyak 2 item atau buku ditemukan

Jalan Syari'at Hakikat dalam Kalimat Syahadat

Gelas tanpa air, maka akan kosong. Air tanpa gelas akan tumpah. Keselarasan keduanyalah baru mudah digunakan oleh peminum. Begitulah sebenar jadinya, bahwa syari’at tanpa hakikat maka akan kosong lompong dimata Tuhan (rugi telak), tetapi hakikat tidak bersyari’at maka akan sesat dalam pandangan banyak manusia. Ingatlah bahwa Tuhan sendiri sudah menyatakannya melalui hadis Rasulullah SAW bahwa: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ Dari Abu Hurairah RA, dan ia meriwayatkannya sampai kepada Nabi SAW, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk-bentuk rupa kalian dan harta-harta kalian, tetapi Dia hanya memandang kepada hati kalian dan amal perbuatan kalian." (Shahih: Muslim). Dari sini jelas terang bahwa Tuhan hanya melihat kepada perbuatan hati yang di dalam (hakikat/ruh) kemudian yang diwujudkan dalam perbuatan (أَعْمَالِكُمْ). Tetapi untuk selamat dari pandangan manusia, maka wajiblah kita memegang erat-erat syari’at (ilmu zahir) itu. Sehingga dari sini jelaslah bahwa tidak sempurna jika dipisahkan antara syari’at dan hakikat tersebut.

Untuk memahami cara membacanya, eloklah datangi kepada guru-guru hakikat atau ulama-ulama tasawuf yang mereka sudah mendengarkan pula dari pada guruguru hakikat secara langsung atau di zaman penuh kemajuan ini, sudah pula tersedia ...

Jalan Syari'at Hakikat dalam Ibadah Zakat

Marilah kita arungi lautan syari’at hakikat dari kajian keempat kitab ini yaitu Zakat. Zakat adalah rukun Islam yang wajib ditunaikan bagi setiap muslim. Tetapi, sayangnya tidak banyak orang memahami sebenar-benar makna zakat dari jalan hakikat yang akan menyempurna-kan zakat syari’at yang selalu dikeluarkan setiap tahun yaitu Zakat Fitrah (Zakat makanan pokok) dan Zakat Maal (harta yang telah sampai nisab dan haulnya). Semua dari kita tentu memahami bahwa dimensi diri sebagai seorang manusia adalah ber-jasad dan ber-roh, sehingga dalam konsekuensi zakat itu, harus pula mampu sampai menyentuh (mensucikan) kepada jasad dan roh atau zahir dan batin itu pula. Kemudian bagian akhir dari bab ini, penulis akan simpulkan pula paduan antara zakat syari’at dan hakikat dimana ketika zakat itu dikeluarkan maka diri jangan merasa memiliki kuasa mengeluarkannya. Hal ini dilakukan tentunya agar diri benar-benar tersucikan, dengan manjaga hati, jangan sampai rasa itu tersalah kedudukan.

Marilah kita arungi lautan syari’at hakikat dari kajian keempat kitab ini yaitu Zakat.