Sebanyak 2 item atau buku ditemukan

Etika Sufi

Terjemah Risalah Adab Sulukil Murid Karya Imam Al-Haddad

Kitab ini adalah kitab risalah tuntunan bagi orang orang yang hendak menempuh perjalanan suluk hingga pada titik yang telah dicapai oleh seorang sufi. Kitab ini tidak begitu tebal, hanya terdapat 17 pasal atau tema. Kalau kitab yang disodorkan kepada pembaca sekarang ini, hanya setebal 50 halaman. Bagi orang-orang yang hendak bergumul dalam dunia thariqah atau Tasawuf, kitab ini tepat untuk dikonsumsi dan dipelajari. Konsep bersuluk perspektif kitab Risalah Adab Suluk al-Murid sebenarnya sama dengan berbagai konsep kaum sufi. Artinya kitab ini juga menjelaskan bahwa para salik yang hendak memulai perjalanannya, selayaknya melakukan tahap takhalli, lalu tahalli selanjutnya tajalli. Kemudian di dalam risalah ini pula, terdapat penjelasan-penjelasan tentang beberapa rintangan yang akan didapati para salik di tengah perjalanan mereka. Model penulisan syekh Abdullah dalam kitab ini menggunakan bahasa lisan, semacam berisi ungkapan ajakan dari pengarang terhadap pembaca. Jika diamati, kitab ini tergolong sebagai kitab Tasawuf yang mendasar, karena seluruh kajian yang masuk dalam pembahasan dalam kitab ini menggambarkan sebuah tutorial atau tuntunan pengarang kepada para pemula yang hendak menempuh sebuah perjalanan suluk hingga pada titik yang telah dicapai seorang sufi. Nama pengarangnya ialah Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad al-‘Alawi al-Hasani. Beliau lahir di Tarim, Hadlramaut pada malam Kamis bulan Safar tahun 1044 H dan wafat pada hari Selasa tanggal 7 Dzul Qa’dah tahun 1132 H.

Kitab ini adalah kitab risalah tuntunan bagi orang orang yang hendak menempuh perjalanan suluk hingga pada titik yang telah dicapai oleh seorang sufi.

NAHWU SUFI

Linguistik Arab dalam Perspektif Tasawuf

Kitab Munyatu al-Faqir al-Mutajarrid wa Siratu al-Murid al-Mutafarrid merupakan ringkasan kajian nahwu sufi kitab al-Futuhat al-Qudsiyah fi Syarh al-Ajrumiyah karya Ibnu ‘Ujaibah. Penjelasan-penjelasan tasawuf melalui kitab nahwu menuntut para pengkaji untuk menelaah tidak hanya dari satu perspektif ilmu pengetahuan, ia membutuhkan pengetahuan yang mendalam seputar nahwu non-sufistik dan pra-wacana mengenai ilmu tasawuf. Nahwu Sufi telah menempuh cara berpikir sufistik sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para ulama sufi, yaitu penafsiran nahwu yang tidak seluruhnya disandarkan pada teks atau logika. Oleh karena itu, karakteristik Nahwu Sufi adalah An-Nahwu Al-Isyari, artinya nahwu dijelaskan melalui metode penafsiran yang berpegang pada metode simbolis yang tidak berhenti hanya pada aspek kebahasaan saja. Nahwu Sufi menjelaskan tentang istilah-istilah dalam nahwu yang berbeda dengan maknanya secara zahir berdasarkan isyarat atau petunjuk yang diterima oleh para ahli sufi. Ulama Sufi mengklaim bahwa metode penafsiran dalam nahwu sufi merupakan metode interpretasi yang valid, yang dibangun atas dualitas makna zahir dan batin. Kebenaran pemikiran sufi hanyalah sufi itu sendiri. Nahwu Sufi dari mulai pengertian tentang kalam sampai majzumat, pada intinya menjelaskan tentang kondisi hati dan jiwa seorang hamba yang memulai perjalanan tasawufnya (suluk), dimulai dari tingkatan zauq, syurb, sahwu, hingga sampai pada tingkatan mukasyafah dan ru’ya. Bahasa Arab adalah bahasa yang spesial. Sebab, dari beribu-ribu bahasa yang ada, ia terpilih sebagai wadah dari wahyu Tuhan yang terakhir bernama al-Qur’an. Tingkat sastra yang sangat tinggi juga menjadikan bahasa Arab dalam al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad.Terpilihnya bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an awalnya memang hak preogratif Tuhan. Namun lebih dari itu, hikmah terpilihnya Arab sebagai bahasa mukjizat adalah karena ia memiliki kualitas yang lebih dibanding bahasa-bahasa lainnya. Baik secara kandungan makna dalam kata dan juga tata bahasanya. Sehingga, bisa dikatakan bahasa arab sangat kental dengan nuansa teologis. Kandungan-kandungan istimewa dalam bahasa arab itu rupanya dipahami betul oleh Syaikh Al-Kuhin, sehingga ia mencoba menyingkap bukan hanya “makna dekat”, tapi juga “makna jauh” yang terdapat dalam tata bahasa arab yang sudah terangkum dalam kitab al-jurumiyah. simbol-simbol yang terdapat di dalamnya digunakan Al-Kuhany untuk mengungkapkan realitas dan pengalaman spiritual. Ia melukiskan rahasia di balik eksplorasi pemakaian obyek dan simbol yang diharapkan akan memiliki nilai-nilai pemaknaan yang dalam. Hingga kemudian muncul istilah nahwu lisan & hati.

Nahwu Sufi telah menempuh cara berpikir sufistik sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para ulama sufi, yaitu penafsiran nahwu yang tidak seluruhnya disandarkan pada teks atau logika.