Sebanyak 4 item atau buku ditemukan

Rahasia Nama dan Sifat Al Qur’an

Al Qur’an selain sebagai kitab pedoman hidup dan kehidupan umat manusia dan rujukan pertama dan utama umat Islam, ia adalah mukjizat kenabian pamungkas dan bukti abadi kebenaran Islam dan ajarannya yang universal. Tiada sebuah kitab di muka bumi ini yang lebih berhak mendapat perhatian dari kaum Muslim selain dari Al Qur’an. Kaum Muslim berkewajiban memberikan perhatian yang serius terhadap Al Qur’an dengan beragam bentuk perhatian, dari mulai mempelajari huruf-hurufnya agar dapat dengan fasih melantunkan ayat-ayat sucinya, memahami terjemahannya sebagai langkah awal dan batas minimal pengenalan terhadap kandungannya hingga mendalami tafsir dan isyarat-isyarat yang tersurat dan tersirat di balik keagungan makna setiap ayatnya. Tentu tidaklah cukup bagi kaum Muslim hanya menghormati secara formalitas mushhaf-mushhaf dengan menghiasnya dan/atau menghiasi rumah-rumah mereka dengannya. Al Qur’an harus dihormati, dimuliakan, dibaca, dipelajari, ditelaah dan dikaji, dikupas makna-makna yang dalam di balik ayat-ayatnya dan diamalkan serta diperkenalkan kepada umat manusia dan juga harus diperjuangkan ide-ide mulia yang diajarkan olehnya. Dalam membangkitkan semangat kaum Muslim untuk berlomba-lomba mempelajari Al Qur’an, banyak cara ditempuh oleh Rasulullah saw.-selain keagungan Al Qur’an itu sendiri. Di antaranya, dengan menampakkan perhatian yang luar biasa besarnya terhadap Al Qur’an baik dalam level pembacaan, penghafalan, maupun pengamalan. Dalam perjalanannya, beragam bahasan telah disimpulkan para ulama baik klasik maupun kontemporer dari ayat-ayat Al Qur’an. Hal itu dapat kita saksikan dari banyaknya ragam kajian yang dikemukakan oleh, misalnya, Az Zarkasyi (W: 794 H) dalam Al Burhân-nya, di mana ia merangkum di dalamnya empat puluh ragam bahasan. Demikian pula halnya dengan Jalaluddin As Suyuthi (W: 911 H) dalam Al Itqân-nya, beliau merangkum sebanyak delapan puluh ragam bahasan dalam kitab tersebut. Begitu juga dengan metodologi tafsir. Para ulama dan pakar Al Qur’an telah mengembangkan metodologi tafsir guna mempermudah pencapaian kesimpulan yang utuh dan akurat dan agar pesan yang disampaikan Al Qur’an lebih mudah dipahami. Salah satu yang mungkin dapat membantu mengenali kebesaran dan keagungan Al Qur’an serta memahami peran dan fungsinya adalah dengan mengenal nama dan sifat yang ditetapkan untuk Al Qur’an. Namun sayang, sepanjang pengetahuan penulis, belum ada buku yang khusus mengupas rahasia di balik nama-nama dan sifat-sifat Al Qur’an itu yang ditulis dalam bahasa Indonesia, baik terjemahan maupun karya tulis. Melihat kenyataan demikian, dan terdorong oleh keinginan untuk memperkenalkan rahasia di balik nama-nama dan sifat-sifat Al Qur’an itu, buku ini hadir dengan harapan dapat mengisi kekosongan itu.

... sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa; (2) (3) (4) Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ...

It Goes Without Saying

Pengalaman Membangun Risiko Melekat di BUMN

Buku ini merupakan himpunan catatan dan pemikiran Dr. Prasetio, penulis buku ini, pada saat menjadi bagian dari upaya besar membangun budaya sadar risiko di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tempatnya bekerja sebagai pengambil keputusan. Catatan dan pemikiran tersebut, yang diperoleh langsung dari pengalaman sendiri dan dituangkan sebagai catatan tertulis pada saat masih in charge bergelut sebagai eksekutif, merupakan nilai tambah yang patut dicatat dari buku ini, apalagi bila mempertimbangkan bahwa sebagian besar buku-buku manajemen risiko di pasar adalah buku-buku teks yang banyak menyandarkan diri pada praktik manajemen risiko di negara maju. Guna memperkuat pemikiran dan pengalamannya, dibuku ini ditambahkan sejumlah pemikiran, pengalaman dan pengetahuan dari beberapa narasumber yang menjadi mitra kerja penulis buku ini. Dibuku ini Dr. Prasetio mengisahkan bagaimana Ia membangun sedari “nol” manajemen risiko di Telkom, dari yang sebelumnya hanya “level” Executive Vice President Risk Management and Legal Compliance, setahun kemudian unit tersebut ditingkatkan menjadi Direktorat Manajemen Risiko dan Kepatuhan di bawah tanggung jawab Direktur Utama. Disamping kisah di Telkom, pengalaman sebelumnya di PT Merpati Nusantara Airline (MNA), dan sejak 2012 di Perum Percetakan Uang RI (Peruri) juga disajikan dalam buku ini. Di Indonesia, manajemen risiko diakui sangat penting dalam praktik bisnis. Namun, faktanya ia belum dipandang sebagai kebutuhan mendasar. Survei yang dilakukan AON Global Enterprise Risk Management pada 2010 menunjukkan level penerapan manajemen risiko oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia masih terbilang rendah dibanding negara lain. Dari lima tingkat level manajemen risiko, Indonesia rata-rata masih pada level 1 dan 2. Penulis buku ini pertama kali (2006) diterjunkan untuk merintis dan membangun unit manajemen risiko (risk management unit) di salah satu BUMN terbesar di Tanah Air. Sebagai bankir profesional yang sudah lebih dari 20 tahun memfokuskan karier di sektor perbankan, Ia memiliki kesan lingkungan yang berbeda. Di dunia perbankan, budaya sadar risiko atau risk culture sudah lama merupakan sesuatu yang melekat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Di sisi lain, di badan usaha yang bergerak di sektor riil, termasuk BUMN, ada kesan yang umum bahwa hal itu belum dirasakan sebagai kebutuhan strategis. Terungkapnya apa yang dikenal sebagai Skandal Enron di Amerika Serikat (2001) merupakan salah satu momentum yang mengubah pandangan dunia bisnis terhadap pentingnya manajemen risiko. Skandal Enron yang menyebabkan bangkrutnya Enron Corporation, sebuah perusahaan energi berskala raksasa berbasis di Houston, yang diikuti oleh berhentinya operasi Arthur Andersen, yang merupakan satu dari lima auditor dan akuntan terbesar dunia, memberi kesadaran baru tentang penting dan mendesaknya manajemen risiko pelaporan keuangan. Kesadaran itu meluas tak hanya di Negara Paman Sam, tetapi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Apalagi, Telkom sebagai BUMN, menjadikan Pemerintah sebagai pemegang sahamnya melihat Telkom yang multilisting, yaitu di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Saham New York (New York Stock Exchange), dan London Stock Exchange, memerlukan kultur risiko untuk menjaga dan memastikan tata kelola (governance) berjalan baik. Ini bukan hanya untuk mencegah terulangnya pengalaman Enron di perusahaan milik negara, melainkan juga sebagai bagian dari langkah Telkom menjadi perusahaan kelas dunia (world class company). Pada saat itulah penulis buku ini berada pada ‘kawah panas’ membangun kesadaran manajemen risiko di sebuah BUMN, yang kala itu mengalami tekanan incompliance yang intens. Kasus-kasus hukum yang menunggu untuk diselesaikan cukup banyak, yang merupakan pertanda awal dari governance yang tidak maksimal dan tata kelola perusahaan yang tidak sepenuhnya terkendali. Buku ini dengan gamblang dan populer mengetengahkan bagaimana proses transformasi bisnis berlangsung untuk membangun kesadaran akan risiko, yang membutuhkan energi ‘pelari marathon’ namun dengan kecepatan pelari sprint. Dalam berbagai proses, menurut penulis buku ini, proses transformasi itu seolah melakukan rekayasa ulang, reengineering berbagai proses bisnis, seperti menulis di kertas putih yang kosong untuk memulai segala sesuatunya dari awal. Dari pengalamannya selama lebih dari 20 tahun berkecimpung dalam bidang manajemen risiko, penulis menunjukkan bahwa kunci manajemen risiko adalah taat dan disiplin pada proses. Ketaatan pada proses itu, pada gilirannya, akan memastikan kelanggengan keberhasilan sebuah perusahaan. Dalam hemat penulis buku ini, budaya sadar risiko yang berlandaskan manajemen risiko yang baik tidak perlu dipertentangkan dengan kebutuhan akan pengambilan keputusan yang cepat dan proses bisnis yang efektif. Keduanya dapat berjalan dengan seimbang. Penulis buku ini secara sederhana dengan bahasa yang enak dibaca dan dimengerti mengemukakan bahwa dalam membangun budaya sadar risiko harus dihindari gaya sosialisasi yang agresif. Membangun budaya sadar risiko harus dijalankan dengan persuasi yang efektif sehingga budaya ini tidak dipandang sebagai ancaman bagi individu, kelompok, ataupun organisasi perusahaan. Penulis buku ini meyakini bahwa apabila budaya sadar risiko dapat bertumbuh dengan baik dan sehat di lingkungan BUMN serta lingkungan institusi pemerintahan, maka pengelolaan risiko menjadi terbangun melalui sistem. Pada gilirannya, budaya sadar risiko itu tidak perlu lagi memerlukan intervensi kebijakan, tetapi diharapkan dapat berjalan sendiri. It Goes Without Saying.

Pada gilirannya, budaya sadar risiko itu tidak perlu lagi memerlukan intervensi kebijakan, tetapi diharapkan dapat berjalan sendiri. It Goes Without Saying.

Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2019

Sebuah Perspektif Pluralisme Hukum

Hari Rabu, (8/1/2020), operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Wahyu dibawa penyidik KPK dengan barang bukti suap 600 juta rupiah dari Harun Masiku, seorang bekas caleg yang mengincar kursi PAW dari Riezky Aprilia, anggota DPR F-PDIP dapil Sumatera Selatan I. Harun hanya bermodal perolehan 5.878 suara untuk menggeser Riezky dengan 44.402 suara. Order PAW diatur dari fraksi dengan jalur personal kepada Wahyu, sekalipun tersirat tanya, bagaimana mungkin 5 ribu suara akan menggantikan 44 ribu suara? Atas dasar penafsiran sepihak fatwa Mahkamah Agung, Masiku mengincar kursi Senayan. 'Siap mainkan' adalah kata sandi Wahyu saat menyanggupi “projek” dengan total mahar 900 juta rupiah. Selain Harun Masiku, kasus serupa juga terjadi di Gerindra. Tanggal 16 September 2019 Mulan Jameela bersama tiga calon legislatif lainnya diloloskan ke Senayan. Semula Mulan cs tidak lolos karena memang kalah perolehan suara. Manuver kemudian bergerak terstruktur mulai dari Dewan Pimpinan Pusat. Kandidat yang lolos, lebih dahulu dipecat dari partai sebelum penetapan resmi KPU sehingga mereka kehilangan legal standing. Jadilah Mulan, Katherine, Yan Parmenas Mandenas, dan Sugiono vi EVALUASI SISTEM PEMILU DI INDONESIA 1955-2019 sebagai caleg terpilih versi partai. Status keterpilihan empat caleg sebelumnya lenyap, sekalipun mereka mendapat legitimasi dari rakyat.

Realitas ini dimanfaatkan “caleg kapitalis” untuk mendekati pemilih. Pada akhirnya semua caleg akan melakukan hal yang sama. Agus Riwanto meneliti bahwa sebanyak 200.000 caleg DPR, DPD dan DPRD di seluruh Indonesia, ...

ESENSI PRAKTIK MENULIS

Saat gawai teknologi informasi demikian luas penggunaannya, menulis semakin terasa gampang. Tiap orang dimudahkan mengekspresikan diri (dengan tulisan, audio, gambar) melalui berbagai saluran media sosial. Menulis dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, tentang apa saja dan untuk siapa saja. Namun, di tengah berbagai kemudahan itu, satu hal tidak berubah ialah hakikat menulis sebagai kegiatan intelektual dan profesional. Berbagai kemudahan yang ditawarkan zaman tidak dapat menghapus esensi dari proses kepenulisan: komitmen untuk terus menekuninya dan mengasah diri untuk selalu meningkatkan kualitas karya. Ini merupakan esensi yang membedakan proses kepenulisan profesional dan yang bukan. Proses kepenulisan yang diungkap dalam buku ini menekankan hal tersebut. Melampaui persepsi menulis sebagai kegemaran, hiburan dan kebutuhan, buku ini menjelaskan hakikat menulis sebagai sebuah keahlian. Ada teknik dan metodologinya dan hal itu harus terus-menerus dipelajari. Selain untuk mengasah kemampuan diri, juga karena teknik dan metodologi itu berkembang. Hal tersebut semakin penting di era Revolusi Industri 4.0 yang tengah berjalan. Era ini dikenal sebagai masa kebangkitan kecerdasan buatan (artificial inteligence/AI) yang makin menggeser manusia dari pekerjaan-pekerjaannya. Semakin banyak lowongan di berbagai bidang diisi oleh robot dengan AI. Dimulai oleh arena dunia manufaktur dan logistik dan kini menjalar ke hampir semua profesi, termasuk bagi para wartawan dan penulis. Buku ini membahas hakikat kepenulisan di tengah tantangan di era Revolusi Industri 4.0 berdasarkan pengalaman penulis dalam menulis biografi dan karya tulis nonfiksi lainnya selama lebih dari 20 tahun. Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama menyajikan refleksi dan interpretasi atas sejumlah aspek kepenulisan, baik teknik praktis maupun isu etis. Walaupun tidak secara eksplisit berfokus pada penulisan biografi, sebagian besar refleksi yang disajikan didasarkan pada pengalaman menulis karya-karya biografis. Bagian kedua menyajikan lebih mendalam tentang berbagai aspek menulis biografi. Di bagian ini isu-isu yang dibahas sudah beranjak dari aspek-aspek teknis ke hal-hal yang bersifat filosofis. Bagian ketiga menyajikan karya tulis biografis yang pernah dikerjakan oleh penulis. Ada tiga genre yang disajikan yaitu tulisan profil, opini yang menjadikan sosok sebagai pemantiknya, dan wawancara. Bagian keempat dari buku ini menyajikan refleksi penulis dalam menjalankan profesi jurnalisme serta beberapa karya tulis jurnalistik yang relevan. Buku ini disajikan kepada pembaca umum, terutama yang memiliki gairah untuk menulis, khususnya menulis biografi dan karya nonfiksi lainnya. Dengan membaca buku ini diharapkan muncul kesadaran untuk menjadi penulis yang berkomitmen, yang menempatkan kegiatan menulis lebih dari sekadar keperluan, kegemaran dan hiburan. Buku ini juga diharapkan bagi dunia akademis, terutama sekolah atau kampus yang memberi penekanan pada proses kepenulisan dalam silabusnya. Selain itu buku ini juga menjadi sarana bertukar pikiran dan pengalaman dengan sesama penulis profesional lainnya. Pertukaran gagasan dan pemikiran sangat penting dalam upaya memberikan kontribusi bagi lahirnya wawasan baru di dunia kepenulisan. Revolusi industri 4.0 seringkali dipandang sebagai ancaman bagi profesi apa saja, termasuk profesi menulis. Buku ini diharapkan memberikan dasar bagi diskusi lebih lanjut. Buku ini layak dibaca oleh: - Para dosen, guru, dan para pendidik lainnya yang memiliki komitmen meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran melalui karya-karya ilmiah populer/ - Para penulis maupun calon penulis. - Para peneliti yang ingin mempopulerkan hasil penelitiannya. - Para profesional yang memiliki kebutuhan untuk memberikan penjelasan lebih komunikatif kepada klien-kliennya - Para tokoh politik, pejabat, selebritis dan influencer yang ingin menulis biografi atau memoar. - Rohaniawan yang ingin menjangkau umat lebih luas melalui tulisan. - Calon wartawan, wartawan dan pekerja media lainnya. - Mahasiswa Ilmu Komunikasi. - Aktivis pers kampus. - NGO yang ingin dikenal lebih luas melalui media.

Saat gawai teknologi informasi demikian luas penggunaannya, menulis semakin terasa gampang.