Sebanyak 22576 item atau buku ditemukan

ISLAM VERSUS EKSTRIMISME

Pendahuluan Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci. Allah berfirman: كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ (سورة ءال عمران :110) “Kalian adalah sebaik–baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada al Ma’ruf (hal-hal yang diperintahkan Allah) dan mencegah dari al Munkar (hal-hal yang dilarang Allah).” (QS. Ali ‘Imran: 110) Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم) “Barangsiapa di antara kalian mengetahui suatu perkara munkar, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia mengingkari dengan hatinya. Dan hal itu (yang disebut terakhir) paling sedikit buah dan hasilnya; dan merupakan hal yang diwajibkan atas seseorang ketika ia tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lidahnya.” (HR. Muslim) Syari’at telah menyeru untuk mengajak kepada al ma’ruf, yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah dan mencegah hal-hal yang munkar, yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haq. Pada masa kini, banyak orang yang mengeluarkan fatwa tentang agama, sedangkan fatwa-fatwa tersebut sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. Karena itu perlu ditulis sebuah buku untuk menjelaskan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang tidak benar. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam memperingatkan masyarakat dari orang yang menipu ketika menjual makanan. Al-Imam al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mengatakan tentang dua orang yang hidup di tengah orang-orang Islam: “Saya mengira bahwa si fulan dan si fulan tidak mengetahui sedikitpun tentang agama kita ini”. Kepada seorang khathib, yang mengatakan: مَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَقَدْ غَوَى “Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa bermaksiat kepada keduanya maka ia telah melakukan kesalahan”, Rasulullah menegurnya dengan mengatakan: بِئْسَ الْخَطِيْبُ أَنْتَ “Seburuk-buruk khathib adalah engkau”, (HR. Ahmad). Ini dikarenakan khathib tersebut menggabungkan antara Allah dan Rasul-Nya dalam satu dlamir (kata ganti) dengan mengatakan (وَمَنْ يَعْصِهِمَا). Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: “Katakanlah: وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ Rasulullah tidak membiarkan perkara sepele ini, meski tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin beliau akan tinggal diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Tentunya orang semacam ini lebih harus diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat bahaya dan kesesatannya. Ketika kita menyebut beberapa nama orang yang menyimpang dalam risalah ini, maka hal ini tidaklah termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan sebaliknya ini adalah hal yang wajib dilakukan untuk memperingatkan orang banyak. Dalam sebuah hadits shahih bahwa Fathimah binti Qays berkata kepada Rasulullah: يا رسول الله إنه خطبني معاوية وأبو جهم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أما أبو جهم فلا يضع العصا عن عاتقه، وأما معاوية فصعلوك لا مال له، انكحي أسامة (رواه مسلم وأحمد) “Wahai Rasulullah, aku telah dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm”. Rasulullah berkata: “Abu Jahm suka memukul perempuan, sedangkan Mu’awiyah adalah orang miskin yang tidak mempunyai harta (yang mencukupi untuk nafkah yang wajib), menikahlah dengan Usamah” (HR. Muslim dan Ahmad) Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan Fathimah binti Qays dari Mu’awiyah dan Abu Jahm. Beliau menyebutkan nama kedua orang tersebut di belakang mereka dan menyebutkan hal yang dibenci oleh mereka berdua, ini dikarenakan dua sebab. Pertama: Mu’awiyah orang yang sangat fakir sehingga ia tidak akan mampu memberi nafkah kepada istrinya. Kedua: Abu Jahm adalah seorang yang sering memukul perempuan. Jikalau terhadap hal semacam ini saja Rasulullah angkat bicara dan memperingatkan, apalagi berkenaan dengan orang-orang yang mengaku berilmu dan ternyata menipu masyarakat serta menjadikan kekufuran sebagai Islam. Oleh karena itu al-Imam asy-Syafi’i mengatakan di hadapan banyak orang kepada Hafsh al-Fard: “Kamu benar-benar telah kufur kepada Allah yang Maha Agung”. Yakni telah jatuh dalam kufur hakiki yang mengeluarkannya dari Islam sebagaimana dijelaskan demikian oleh al-Imam al-Bulqini dalam kitab Hasyiyah ar-Raudlah[1]. Asy-Syafi’i juga menyatakan tentang Haram bin Utsman, seorang yang hidup semasa dengannya dan biasa berdusta ketika meriwayatkan hadits: “Meriwayatkan hadits dari Haram (bin Utsman) hukumnya adalah haram”. Al-Imam Malik juga mencela (jarh) orang yang semasa dan tinggal di daerah yang sama dengannya; Muhammad bin Ishaq, penulis kitab al-Maghazi. Al-Imam Malik berkata: “Dia seringkali berbohong”. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang al-Waqidi: “al-Waqidi seringkali berbohong”. Siapakah Ahlussunnah Wal Jama’ah ? Memahami Ajaran Moderat Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam: فَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ (رواه الحاكم وصحّحه والترمذي وقال حديث حسن صحيح) “Maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang teguh pada al-Jama’ah; yakni berpegang teguh pada aqidah al-Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih) Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam yang agung Abul Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) -semoga Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (teks-teks al-Qur’an dan Hadits) dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap kesesatan-kesesatan kaum Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah disandarkan kepada keduanya. Ahlussunnah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut al-Imam al-Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut al-Imam al-Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu. Al-Hafizh Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, berkata: الفصل الثاني؛ إذا أطلق أهل السنة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية “Pasal Kedua: Jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyah dan al Maturidiyyah”[2]. Mereka adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas). Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab Maliki, para pengikut madzab Hanafi dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah). Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas ummatnya tidak akan tersesat. Alangkah beruntungnya orang yang senantiasa mengikuti mereka. Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam mengetahui aqidah al-Firqah an-Najiyah yang merupakan golongan mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan, beliau menjawab: إِيْـمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ (رواه البخاري) “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. al-Bukhari) Sama sekali tidak berpengaruh, ketika golongan Musyabbihah mencela ilmu ini dengan mengatakan; “Ilmu ini adalah ‘Ilm al-Kalam al-Madzmum (Ilmu Kalam yang dicela) oleh Salaf. Mereka tidak mengetahui bahwa ‘Ilm al-Kalam al-Madzmum adalah yang dikarang dan ditekuni oleh Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah semacam mereka. Sedangkan ‘Ilm al-Kalam al-Mamduh (Ilmu Kalam yang terpuji) yang ditekuni oleh Ahlussunnah maka sesungguhnya dasar-dasarnya telah ada di kalangan para Sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para Sahabat. Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Beliau juga membungkam salah seorang pengikut ad-Dahriyyah (golongan yang mengingkari adanya pencipta alam ini). Dengan hujjah-nya pula, beliau mengalahkan empat puluh orang Yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau juga membantah orang-orang Mu’tazilah. Ibn Abbas -semoga Allah meridlainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Ibn Abbas, al-Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -semoga Allah meridlai mereka semua- juga telah membantah kaum Mu’tazilah. Dari kalangan Tabi’in; al-Imam al-Hasan al-Bishri, al-Imam al-Hasan ibn Muhammad Ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan khalifah ‘Umar ibn Abdul 'Aziz -semoga Allah meridlai mereka- juga telah membantah kaum Mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulama-ulama salaf lainnya, terutama al-Imam asy-Syafi’i -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah. Demikian pula al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik dan al-Imam Ahmad -semoga Allah meridlai mereka- sebagaimana dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al Baghdadi (W. 429 H) dalam Ushul ad-Din, al-Hafizh Abu al-Qasim ibn ‘Asakir (W. 571 H) dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari, al-Imam az-Zarkasyi (W. 794 H) dalam kitab Tasynif al-Masami’ dan al-‘Allaamah al-Bayadli (W. 1098 H) dalam kitab Isyarat al-Maram dan lain-lain. Telah banyak para ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W. 321 H), kitab al-‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al-Imam ‘Umar an-Nasafi (W. 537 H), al-‘Aqidah al-Mursyidah karangan al-Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W. 630 H), al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al-Imam Muhammad ibn Hibatillah al-Makki (W. 599 H); beliau menamakannya Hada-iq al-Fushul wa Jawahir al-Ushul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al-Ayyubi (W. 589 H) -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat tertarik dengan buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan sampai kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut kemudian dikenal dengan sebutan al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah. Sulthan Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab Syafi’i, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al-‘Aqidah as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzdzin untuk mengumandangkan al-‘Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum adzan shubuh) pada setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam (Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H) dalam al-Wasa-il Ila Musamarah al-Awa-il dan lainnya. Sebagaimana banyak terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam menjelaskan al-‘Aqidah as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus berlangsung. [1] Kufur di sini bukan dalam pengertian kufur ni’mat. Tetapi dalam makna kufur hakiki yang mengeluarkan dari Islam. lihat Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 407. [2] Murtadla Az-Zabidi, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ Ulumiddin, j. 2, h. 6

Pendahuluan Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

Fitrah dan kepribadian Islam

sebuah pendekatan psikologis

Understanding Islam from psychological-spiritual approach.

189 Paham qadar dikembangkan oleh sejumlah pemikir Islam , mulai dari yang
radikal sampai yang agak moderat . Kelompok radikal beranggapan bahwa
tingkah laku ditentukan oleh manusia sendiri tanpa campur tangan Tuhan .

Sejarah Islam di Nusantara

Agama Islam tidak dilahirkan di Indonesia, namun justru negara inilah yang memiliki penduduk muslim dengan jumlah terbesar di dunia. Bagaimanakah cara agama ini masuk dan berkembang di antara suku dan budaya yang beragam di nusantara? Fondasi pertanyaan ini kemudian menggerakkan Michael Laffan, Profesor Sejarah di Universitas Princenton, untuk meneliti proses tumbuh kembangnya Islam di Indonesia yang memiliki corak dan ciri khusus. Dari aneka ragam sumberdaya, Laffan mereka ulang sejarah interaksi dan diskusi ihwal Islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Islam di Indonesia kerap digambarkan bersifat moderat berkat peran yang dimainkan Sufisme mistis dalam membentuk pelbagai tradisinya. Menurut para pengamat Barat—mulai dari para administrator kolonial, para cendekiawan orientalis Belanda, hingga para antropolog modern seperti Clifford Geertz—penafsiran Islam yang damai ala Indonesia terus-menerus mendapat ancaman dari luar oleh tradisi-tradisi Islam yang lebih keras dan intoleran. Sejarah Islam Nusantara menawarkan sebuah penilaian yang lebih berimbang terhadap sejarah intelektual dan kultural Indonesia. Michael Laffan menyusuri bagaimana citra populer mengenai Islam Indonesia dibentuk oleh berbagai perjumpaan antara para cendekiawan kolonial Belanda dan para pemikir Islam reformis. Tak berhenti sampai di situ, Laffan juga menyuguhkan peran-peran tradisi Arab, Cina, India, dan Eropa yang telah saling berinteraksi sejak awal masuknya Islam. Hasil perkawinan lintas budaya dan intelektualitas inilah yang kemudian melahirkan Islam Nusantara. "Sejarah Islam Nusantara merupakan kontribusi keilmuan yang mengesankan dan penting, mengandung informasi berlimpah dan sudut pandang kritis bagi para cendekiawan dan peneliti yang sebidang.” —Christina Sunardi, American Journal of Islamic Social Sciences “Terlepas dari gaya berapi-api yang kadang jenaka, buku ini padat dan dapat menjadi bahan diskusi.... Menarik." —Anthony H. Johns, Journal of Southeast Asian Studies "Michael F. Laffan menulis buku yang gembur, sangat informatif, dan sangat inspiratif. Semua orang yang ingin menekuni Islam di Indonesia dan Orientalisme Belanda harus membacanya." —Stephan Conermann, Sehepunkte "Buku ini merupakan sumbangsih besar bagi Islam di Indonesia.” —Barbara Watson Andaya, co-writer A History of Malaysia [Mizan, Bentang Pustaka, Bunyan, Islam, Sejarah, Budaya, Indonesia]

Michael Laffan menyusuri bagaimana citra populer mengenai Islam Indonesia dibentuk oleh berbagai perjumpaan antara para cendekiawan kolonial Belanda dan para pemikir Islam reformis.

Islam "radikal" dan pluralisme agama

studi konstruksi sosial aktivis Hizb al-Taḥrīr dan Majelis Mujahidin di Malang tentang agama Kristen dan Yahudi

Issues of radicalism in Islam and religious pluralism in Indonesia; social constructive opinion of Hizb al-Tahrir and Majelis Mujahidin on Christianity and Judaism.

memunculkan isu Islam moderat dan Islam fundamentalis yang dinilai bias . “
Meskipun dalam realitas masyarakat ada orang - orang yang memiliki pola
pemikiran moderat dan fundamental , namun adanya penciptaan sebutan -
sebutan itu ...

Benih-benih Islam radikal di masjid

studi kasus Jakarta dan Solo

On radical Islamic movement in mosques; case study in Jakarta and Solo, Indonesia.

Singkatnya , berbagai gerakan tersebut tidak diragukan memperjuangkan
agenda yang berbeda dengan pemahaman mayoritas masyarakat Islam
Indonesia yang berhaluan moderat - yang tidak mudah memandang yang lain
sebagai “ salah ...

Manifes perdjuangan Persatuan Islam

Aliran konservatif - reaksionarisme ini hanja dapat dirubah , djikalau dia telah
melepaskan ikatan Taqlid jang merantai akalnja , memerdekakan akal itu untuk
mentjari dan menjelidiki haq dan kebenaran . Kedua : Aliran moderat -
liberalisme ...

HM Soeharto membangun citra Islam

Islam and state in Indonesia under the Soeharto's government.

dari dalam dan luar negeri yang berharap agar Islam moderat tampil dan
memberikan andil dalam meredam gejolak teror berlabel agama . Menteri Senior
Singapura Lee Kuan Yew misalnya , menyerukan agar kelompok Islam moderat
di ...

Islam & hak asasi manusia dalam pandangan Nurcholish Madjid

Thoughts of Nurcholish Majid, an Indonesian Muslim scholar, on human rights from Islamic teaching perspectives in Indonesia.

... mewakili Islam sejuk dan damai . Tidak terlalu salah bila ada tuduhan agama
memiliki " dasa muka ” . Ia bisa menjadi sumber ilham dan inspirasi sekaligus
mampu menjadi alat aspirasi dan bara api panas bagi kehidupan dan
peradaban .

Feminisme dan pemberdayaan perempuan dalam timbangan Islam

Didit mengusulkan solusi yang lebih moderat , tanpa harus meninggalkan
pekerjaan . Misalnya , mencari titik temu kapan bisa berkumpul berdua . Bisa
satu hari , bisa pula satu jam . Cobalah cari waktu senggang kerja Anda dan
cocokkan ...