Sebanyak 1617 item atau buku ditemukan

Perbandingan agama Islam dan Kristen

studi tentang sakramen gereja

Dasar terjadinya poligami bukan hanya masalah seksuil , melainkan juga faktor - faktor keturunan , faktor ekonomi dan ... Di negara - negara Barat yang mayoritas penduduknya beragama Kristen dan sistem monogami diundangkan oleh negara ...

Iman: Dasar dari Segala Sesuatu yang Kita Harapkan _ The Assurance of Things Hoped For (Indonesian Edition)

Tulisan ini ditujukan bagi orang-orang yang sangat rindu untuk memiliki hidup berkemenangan dengan memiliki iman sejati untuk memuliakan Allah, menyebarkan kasih Allah dan berbagi injil Tuhan. Selama dua dekade terakhir, saya telah mengkhotbahkan begitu banyak pesan yang berjudul “Iman” dan dengan memilih dari antara khotbah-khotbah itu dan menyuntingnya dengan urutan, buku ini dapat diterbitkan. Saya berharap agar buku ini, Iman: Dasar dari Segala Sesuatu yang Kita Harapkan, dapat memainkan peranan sebagai mercusuar yang bertindak sebagai panduan pada iman sejati bagi jiwa-jiwa.

Tulisan ini ditujukan bagi orang-orang yang sangat rindu untuk memiliki hidup berkemenangan dengan memiliki iman sejati untuk memuliakan Allah, menyebarkan kasih Allah dan berbagi injil Tuhan.

Dasar-dasar Memahami Iman, Islam, dan ihsan

Di zaman Rasulullah saw., semua orang yang menyatakan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya disebut “orang iman” dengan Islam sebagai fondasi agama. Premisnya, orang Islam pasti iman (mukmin), dan orang iman pasti Islam. Dalam KBBI, iman berarti “keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya”. Lantas, di zaman sekarang, apakah hanya dengan definisi beriman seperti itu sudah cukup bagi kita disebut “Islam”? Apakah orang yang ber-KTP Islam sudah layak disebut iman? Buku ini mengajarkan kepada kita mengenai dasar-dasar iman dan Islam. Apa saja syarat seseorang disebut Islam dan definisi apa saja yang layak disandang untuk disebut iman. Puncaknya, untuk menyempurnakan iman dan Islam, diperlukan ihsan. Apa itu ihsan? Baca terus buku ini untuk mengetahuinya. Insya Allah, buku ini mampu mengarahkan pembaca untuk menuju keimanan dan keislaman sempurna yang ihsan.

Di zaman Rasulullah saw., semua orang yang menyatakan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya disebut “orang iman” dengan Islam sebagai fondasi agama.

Islam Liberal Indonesia: Sejarah dan Konsepsi

Berdasarkan pemetaan dalam buku ini terlihat bahwa kelompok liberal di Indonesia tidak tunggal melainkan warna-warni. Tipologi pemikiran liberal Indonesia ini dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Liberal-Progresif Kelompok liberal tipologi ini gagasannya lebih diarahkan pada pemaknaan dan penafsiran ulang atas Islam yang dimaksudkan agar terjadinya reformasi atau perubahan yang didasarkan atas kebutuhan umat dan perkembangan zaman. Sehingga, Islam yang dipandang sebagai agama yang membawa perubahan dan perbaikan umat atau rahmatan lil’alamin dapat benar-benar secara nyata dapat menjalankan perannya dalam mendorong terjadinya transformasi sosial. Dengan kata lain bahwa liberal-progresif ialah sekelompok liberal yang lebih mengarahkan perhatian intelektualnya terhadap peningkatan dan pembenahan kondisi sosial-kultural umat baik dalam bidang politik maupun keagamaan yang terkait dengan isu-isu yang menyangkut masalah keadilan sosial, keadilan gender, dan pluralisme baik sosial maupun agama. 2. Liberal-Radikal Kaum liberal-radikal secara teologis berpegang pada gagasan teologi pembebasan. Teologi pembebasan yang terutama berhaluan kekiri-kirian Marxian, sehingga mengangkat dan mengembangkan tema-tema tentang ketidakadilan sosial yang dikontruksikan sebagai akibat adanya struktur sosial yang timpang, baik yang terdapat pada negara maupun individu. Sedangkan paradigma yang dipegangnya dalam menjalankan perjuangannya adalah paradigma sosial-konflik, dimana pola relasi materialis dan ekonomi dianggap sebagai basis yang diatasnya terbangun sistem hukum, moral, agama, dan politik, yang kesemuanya disebut sebagai superstruktur. Superstruktur akan menjadi tidak adil dalam implementasinya tatkala ada bias-bias dalam memahami superstruktur sebagai bagian dari otoritas salah satu kelompok dalam masyarakat. Kelompok tersebut adalah kelompok tokoh agama dan alim ulama, seperti ahli fiqih (fuqaha) dan ahli kalam (mutakallimin). 3. Liberal Moderat Sama seperti Islam liberal dari tipe-tipe sebelumnya, kelompok liberalmoderat pun tidak pernah menganggap Islam bersifat idiologis, Islam bagi kelompok ini adalah Islam substantif yaitu nilai-nilai atau norma-norma dasar yang bersifat universal. Kelompok ini cenderung melihat hal-hal yang substansial, yakni mencari hal-hal yang universal melalui pendekatan apresiatif terhadap partikularitas bentuk-bentuk agama yang diwahyukan Tuhan dalam rentangan sejarah. 4. Liberal-Transformatif Islam liberal-trasformatif mencoba mempertanyakan kembali paradigma dan segala praktik sosial-politik keagamaan yang mapan dan menjadi arus utama di masyarakat termasuk idiologi yang berkembang di dalamnya, dan sekaligus mengikhtiarkan ditemukannya paradigma alternatif yang diharapkan akan mampu mengubah struktur dan superstruktur yang menindas rakyat serta membuka kemungkinan bagi rakyat untuk mewujudkan potensi kemanusiaannya. Paradigma baru ini diharapkan mampu melahirkan struktur dan superstruktur yang memungkinkan rakyat untuk mengontrol perubahan sosial dan menciptakan sejarah mereka sendiri, struktur yang memungkinkan bagi rakyat melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dengan jalan demokratis.

Berdasarkan pemetaan dalam buku ini terlihat bahwa kelompok liberal di Indonesia tidak tunggal melainkan warna-warni.

Ertugrul : Sejarah Turki Utsmani dari Kabilah Ke Imperium

Buku ini adalah studi tentang sejarah dan politik Dinasti Turki Utsmani, yang dimulai dari kabilah kemudian berkembang menjadi sebuah imperium besar di dunia. Turki Utsmani, yang di dunia Barat disebut dengan Ottoman, adalah sebuah imperium besar yang mewarnai perjalanan sejarah dunia. Bentangan kekuasaannya, di Timur dan Barat, dengan segala kisah dan jejak peninggalan peradabannya, tak akan pernah dilupakan oleh sejarah, bahkan hingga hari ini. Kekuasaan Turki Utsmani tak hanya diakui oleh para sejarawan Muslim, tetapi juga sejarawan Barat yang memiliki integritas dan kejujuran dalam merekam jejak sejarah dunia. Turki Utsmani pernah menggemparkan jagad Eropa, ketika Konstantinopel berhasil ditaklukan oleh seorang anak muda yang saleh, berani, dan jenius, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmet II). Begitu juga ketika Sulaiman Al-Qanuni, yang di Barat dikenal dengan sebut The Magnificent berhasil menaklukkan beberapa wilayah di Eropa. Sejatinya buku ini terdiri dari dua buah buku, yang kemudian kami jadikan satu, karena rangkaian pembahasannya yang runut dan menyatu. Dimulai dari kabilah yang menjadi asal muasal tumbuh dan berkembangnya kekuasaan Utsmani, tentang sejarah negeri tempat tinggal mereka, pemikiran politik, dan sampai pada tokoh-tokoh yang mewarnai perjalanan sejarahnya, seperti Ertugrul bin Sulaiman Shah, Utsman bin Ertugrul, Sultan Bayezid, Sultan Salim, Sultan Muhammad Al-Fatih, Sultan Sulaiman Al-Qanuni, dan lainnya. Buku ini adalah karya studi ilmiah, dengan referensi-referensi yang bisa ditelusuri asalnya. Sebagai karya ilmiah, tentu saja penulis buku ini memaparkan data-data sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan dan bisa menjadi bahan kajian oleh para ilmuan dan pelajar lainnya. Apalagi, penulisnya adalah seorang peneliti dalam bidang studi Timur Tengah dan aktif di berbagai forum ilmiah internasional. Tak pelak, buku ini sangat penting Anda miliki! - Pustaka Al-Kautsar Publisher - Dilarang keras mem-PDF-kan, mendownload, dan memfotokopi buku-buku Pustaka Al-Kautsar. Pustaka Al-Kautsar tidak pernah memberikan file buku kami secara gratis selain dari yang sudah tersedia di Google Play Book. Segala macam tindakan pembajakan dan mendownload PDF tersebut ada ilegal dan haram.

Turki Utsmani pernah menggemparkan jagad Eropa, ketika Konstantinopel berhasil ditaklukan oleh seorang anak muda yang saleh, berani, dan jenius, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmet II).

Reorientasi Sistem Pendidikan Nasional

Kritik Nalar Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia

Melalui penelitian ini, penulis mendapatkan dua kesimpulan pokok. Pertama, bahwa formasi nalar internasionalisasi tumbuh bersamaan dengan transformasi sosial menuju masyarakat pasca-industri. Dengan demikian logika perumusan, kelahiran, model evaluasi dan pengembangannya didasarkan pada arus industrialisasi global. Hal itu bisa ditengarai dari isu yang mengemuka adalah peningkatan kualitas pendidikan, sebagai upaya untuk 1) memenuhi kebutuhan modernitas; 2) mengejar ketertinggalan dalam pertumbuhan industri; 3) meningkatkan daya saing dengan negara-negara berkembang-maju lainnya. Dalam rangka itu, pemerintah memiliki peran signifikan melalui regulasi serupa keterlibatan dalam OECD, PISA, penetapan SNP, dan beberapa UU dan Peraturan yang mendukung orientasi pendidikan ke arah industrialisasi dan globalisasi. Namun, dalam hal ini pemerintah hanya memainkan peran pendukung, sebatas legislasi dan legalisasi orientasi sebuah kelompok yang memainkan peran utama, yaitu kelas menengah borjuis. Pada dasarnya diksi transformasi sosial, industrialisasi dan modernisasi sosial dapat ditandai sebagai sinyalemen keterlibatan kelas menengah borjuis sebagai aktor utama. Mereka adalah sebuah kelas sosial yang memiliki kecenderungan liberalism politik-ekonomi, relativisme kultural dalam arti mengaburkan sekat-sekat identitas nasional, dan pemikiran keagamaan yang progresif. Sangat wajar jika ide yang diusung dalam bidang pendidikan adalah pendidikan yang berkualitas, penyiapan sumber daya manusia yang kompetitif dan berdaya saing. Semua itu dicanangkan dapat terealisasi dalam program internasionalisasi pendidikan, dengan menempatkan wawasan internasional dan iklim pasar global sebagai orientasi pendidikan. Kedua, orientasi sistem internasionalisasi yang apolitis bahkan cenderung depolitis tidak berarti bahwa ia hanya bergerak dalam bidang pendidikan an sich, atau semata-mata dimaksudkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan output SDM yang dihasilkan. Depolitisasi ala kelas menengah dalam bidang pendidikan merupakan ideologisasi kepentingan mereka, mengingat pendidikan merupakan superstruktur yang mencerminkan ideologi kelas. Dalam hal ini, penulis menemukan titik lemah internasionalisasi sebagai orientasi pendidikan nasional, karena tiga alasan. Alasan pertama, internasionalisasi pendidikan hanya menguntungkan kelas menengah, baik nasional maupun global, dengan mengabaikan kepentingan nasional, dan kebutuhan rakyat lokal. Alasan kedua, program ini membunuh potensi kearifan lokal sebagai muara pengembangan keilmuan. Alasan ketiga, internasionalisasi juga berarti dehumanisasi, yaitu menempatkan rakyat Indonesia hanya sebagai tuas mesin besar globalisasi, menjadi korban kolonialisasi ekonomi-budaya global, tanpa kesempatan menjadi subjek aktif yang terlibat dalam mengevaluasi sistem. Alasan terakhir ini dapat dijabarkan, bahwa output unggulan pun pada saatnya akan tergilas oleh sistem yang memiliki tingkat perubahan sosial yang cepat.

Sebagai sebuah sistem yang sudah terbentuk, kapitalisme global mengondisikan mental kelas menengah dunia guna memperkuat sistem tersebut. ... perlu juga disimak pandangan Bung Karno tentang kesejahteraan dan kemerdekaan ekonomi.

Karya ilmiah penelitian agama dan masyarakat seri: Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai sistem sosial budaya masyarakat di Indonesia

Selain itu , penulis juga pernah menjadi Auditor KAP Usman dan Rekan ( 2005 ) , Tenaga pengajar pada Gama 88 Rawamangun ( 2004-2005 ) . ... sembilan belas buah buku di bidang Ekonomi Syariah , Zakat , dan Dakwah .

Islam, Philosophy, and Science

Four Public Lectures Organized by Unesco, June 1980

Among the topics discussed in the present volume are: Tolerance in the Prophet's deeds at Medina; Modern Muslim thinkers of the Indian subcontinent; Islam and the flowering of the exact sciences.

Among the topics discussed in the present volume are: Tolerance in the Prophet's deeds at Medina; Modern Muslim thinkers of the Indian subcontinent; Islam and the flowering of the exact sciences.

The Oxford Encyclopedia of Philosophy, Science, and Technology in Islam

The Oxford Encyclopedia of Philosophy, Science, and Technology in Islam provides both an overview and a comprehensive and detailed survey of the main features of philosophy, science, medicine and technology in the Muslim world. The level of entries are scholarly, based on primary and secondary sources, and aimed at advanced students of Islamic philosophy and science. The selection of entries as well as their content reflect the highest academic standards and most recent research in the field, providing scholars and advanced students with in-depth surveys on the most important issues in the study of these topics, serving as the authoritative reference work on this important area of research.

of Islamic education can be divided into three broad periods: The prophetic period, which began with the revelation in 610 ... The classical period, which covers the greater part of the history of science education in the Muslim world, ...

Consequences

Science, Philosophy & the Christian-Islam Ideological Crisis

Decades of research by the authors provides their insights on a wide spectrum of Words of Wisdom, from seventy-five scholars: scientists, philosophers, and theologians. They guide readers through a maze of newly discovered scientific facts, philosophical ideas and theories that led civilization to where we are today. In every heart, there are questions that transcend all differences of culture, nationality, race or religion: Who am I? Where do I come from, and where am I going? Why is there evil in the world? What will there be after this life? With the stakes of our choices in life so high, it would be prudent to make every effort to choose correctly, especially your Worldview. That takes truth and knowledge from many sources, which fortunately today is more readily available. In this dialogue on the key issues that have divided Science and Faith, such as the Creation of the Universe, the Origin of Life and Mankind, Free Will, Consciousness, and Islam vs. Christianity, these writers conclude that Science, Philosophy and the Bible are not only compatible, they are mutually supporting. There is an Ideological War raging between fanatical Islamic and Christian thinking. Muslims will represent one-third of the worlds population by 2050. We had better find a solution to this serious ideological divide. The literalist reading of the Koran and Christian reading of the Bible misconstrues the true meaning of these holy texts. An open dialogue and debate between leading Islamic and Christian scholars might be the best approach to create a reformist movement (like the Reformation in the 16th century) with the next generation of young Muslims. Whatever you do (or dont do) in life, has Eternal Consequences!

We had better find a solution to this serious ideological divide. The literalist reading of the Koran and Christian reading of the Bible misconstrues the true meaning of these holy texts.