Sebanyak 447 item atau buku ditemukan

Politik Ruang

Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas

Krisis yang tak kunjung jelas ujungnya, seperti Pandemi Covid-19, memaksa orang meninggalkan beragam ruang dan sekaligus menciptakan ruang-ruang baru dalam kehidupan sehari-harinya. Ruang hiburan dan konsumsi seperti bioskop, angkringan, café dan shopping mall mendadak sepi. Ruang sekolah terpaksa tutup, ruang perkantoran dan bisnis pun tak kalah lengang. Namun, ruang virtual yang ditopang oleh teknologi media digital seketika marak dan ramai dikunjungi. Apapun situasinya, ruang dan praktik keruangan memang terus bergerak dinamis dengan segala kelindan relasi, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Buku ini merupakan upaya untuk menjelaskan bagaimana ruang didesain, dioperasikan, diregulasi, dipermainkan, dan sekaligus dikontestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan teori dan perspektif ruang yang sering digunakan dalam ranah Kajian Budaya dan Media, buku ini menyajikan beragam isu kontemporer tentang ruang dan praktik keruangan dalam bingkai konsumerisme, kapitalisme digital, dan politics of everyday life. Teori produksi ruang sosial dari Henri Lefebvre, Michel Foucault dengan ruang heterotopia, ruang publik dari Juergen Habermas, serta gagasan konsumsi ruang dan gaze dari John Urry tersaji dalam buku ini. Teori George Ritzer tentang McDonaldisasi, gagasan Stuart Hall tentang Encoding/Decoding, strategi dan taktik dari Michel de Certeau, serta psikoanalisis Freudian maupun Lacanian juga ikut memperkaya kajian tentang ruang konsumsi, ruang media dan ruang politik yang terangkum dalam buku ini.

Ruang hiburan dan konsumsi seperti bioskop, angkringan, café dan shopping mall mendadak sepi. Ruang sekolah terpaksa tutup, ruang perkantoran dan bisnis pun tak kalah lengang.

Konflik Politik Identitas

Pergumulan Politik, Agama dan Media Dari Pilkada DKI 2017 Hingga Pilpres 2019

Politik identitas mengalami ledakan dahsyat di Pilkada DKI tahun 2017. Prima causanya dipicu pernyataan dari Calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 51. Yang kemudian menyulut reaksi berbagai kalangan yang juga bernuansa politik identitas. Sehingga menimbulkan konflik, friksi, polarisasi, provokasi, penolakan kampanye dan sebagainya. Pilkada serentak 2018 dan terutama Pilpres 2019, sebagai suatu isu, politik dientitas mengalami kemerosotan. Tetapi sebagai praktik dan strategi kampanye, justeru mengalami penguatan. Boleh dikatakan, hampir semua calon presiden dan tim kampanye menerapkan politik identitas. Luar biasanya, dinamika politik identitas tetap terkendali dan nyaris tanpa menimbulkan konflik tajam. Buku ini mencoba mendeskripsikan dan mengalanisis secara kritis konflik politik identitas di Pilkada DKI 2017, Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019 dari perspektif peraturan perundangan Pemilu, politik, agama serta fenomena cengkraman oligarki yang menguasai media dan partai politik. Karenanya, buku ini layak dibaca oleh mereka yang tertarik dengan isu-isu demokrasi elektoral.

Buku ini mencoba mendeskripsikan dan mengalanisis secara kritis konflik politik identitas di Pilkada DKI 2017, Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019 dari perspektif peraturan perundangan Pemilu, politik, agama serta fenomena cengkraman ...

Membangun Legacy

10P Untuk Marketing Politik: Teori dan Praktik

Berdasarkan pengalamannya, ikut memenangkan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebagai presiden di tahun 2004, dan Partai Golkar juara kembali di tahun 2004, Denny JA, melobi Partai Golkar di tahun 2005. Maka politik pemilihan umum (pemilu) pun berubah. Untuk pertama kalinya, di tahun 2005 itu partai politik menandatangani kerja sama dengan lembaga survei dan konsultan politik, (Lingkaran Survei Indonesia/LSI Denny JA) menjaring 200 calon kepala daerah untuk menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung pertama di Indonesia. Selanjutnya, tradisi partai politik menggunakan lembaga survei dominan hingga hari ini. Di tahun 2020, 17 tahun sudah Denny JA menjadi praktisi konsultan politik dan lembaga survei. Ia tak hanya mendapat penghargaan TIME MAGAZINE, dan memecahkan rekor dunia World Guinness Book of Record, dan penghargaan dari Twitter Inc. Denny JA juga sudah ikut memenangkan seluruh pemilu presiden langsung (4 kali berturut-turut), 33 gubernur dan 95 bupati/walikota. Denny JA dan LSI juga menorehkan semua rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) untuk quick count paling akurat, paling cepat, prediksi banyaknya survei paling akurat yang diiklankan sebelum pemilu/pilkada, juga rekor banyaknya berita headline koran nasional halaman satu. Kini telah datang era itu. Denny JA merenungkan kiprahnya selaku ‘The Founding Father’ konsultan politik Indonesia. Ia pun menyumbangkan teori baru dalam marketing politik, yang dirumuskan dalam 10P. Menurut Denny JA, seorang pemimpin tak cukup hanya menang pemilu, dan menjadi pejabat. Ia harus pula membuat legacy, menyumbangkan “batu bata” bagi dinding pertumbuhan masyarakatnya.

Denny JA juga sudah ikut memenangkan seluruh pemilu presiden langsung (4 kali berturut-turut), 33 gubernur dan 95 bupati/walikota.

Politik yang Mencari Bentuk

Kolom di Majalah Catra

Tulisan-tulisan Denny J.A, terutama di bagian pertama dan keempat buku ini merupakan sumbangan dan respons atas gairah politik pada periode akhir kekuasaan Soeharto itu. Melalui aneka peristiwa dan isu politik, baik yang terjadi di Tanah Air maupun di negeri lain, penulis mencoba menawarkan sejumlah proposal visi ke arah perubahan dan inovasi politik. Banyak pemikiran, ide, dan usulan yang dikandung dalam tulisan-tulisan ini kemudian, di era reformasi, menjadi bagian dari praktek politik. Di tahun 1996 misalnya, penulis, merujuk pada pengalaman Pemilu 1996 di AS, sudah mengingatkan tentang perlunya mengatur sumbangan uang untuk partai politik. Di tahun yang sama, penulis juga sudah mengusulkan perlunya politik Indonesia mengadopsi debat publik sebagai salah satu mekanisme untuk memperkuat kualitas proses politik, terutama dalam konteks pemilihan presiden. Pada pemilu 2004, praktek ini sudah menjadi paket dari proses Pemilu Presiden. Fakta-fakta ini sekadar ilustrasi tentang visi perubahan yang dimiliki penulis.

Tulisan-tulisan Denny J.A, terutama di bagian pertama dan keempat buku ini merupakan sumbangan dan respons atas gairah politik pada periode akhir kekuasaan Soeharto itu.

ELITE MALING DAN POLITIK KAPITAL

Buku ini bagian dari keresahan dari nokhtah-nokhtah sosial-politik yang diwarnai isu-isu krusial baik itu soal kapitalisasi politik, predasi kekuasaan, patologi korupsi, distorsi nilai-nilai kemaslahatan, soal determinasi keadilan dan kesejahteraan yang dibelokkan oleh empirium narsisme politik para sekelompok elite-elite borjuis berdasi, dan lain sebagainya. Membicarakan politik kontemporer Indonesia tidak terlepas dari kontestasi demokrasi lokal maupun nasional dengan segala kultur aktor politiknya yang menampilkan dominannya epitome budaya dan perilaku elite sentrum: mencapai tujuan dengan jalan pintas (transaksional, korupsi), arogan, narsisme, menekan rakyat, mengabaikan nilai-nilai kebersahajaan, memuja materialisme masih lazim. Nilai sensitifitas sosial, afirmatif, kerap menjadi nilai yang hambar di tengah maraknya politik propaganda. Di Pilkada misalnya, rakyat digiring menuju kotak suara untuk mencoblos si-A, bukan karena kesadaran konstruktifnya, tapi karena instrumen politik yang memerintah dia. Ketimpangan tersebut sengaja dipelihara oleh struktur kekuasaan, supaya calon tertentu diuntungkan. Pola tersebut, mungkin tidak mematikan demokrasi seketika, namun yang jelas mengulur kematian demokrasi. Ia juga menegaskan, pemilu (pilkada) bukan soal voting saja, tetapi juga sensibilitas sosial terkait pentingnya akses dan partisipasi warga pemilih. Karenanya jika ada calon pemimpin yang mempersetankan hak prinsipil demokrasi rakyat demi kursi kekuasaan lima tahunan, sejatinya ia sedang ikut menahan laju demokrasi. Di bagian penutup buku ini diulasjuga perihal terkikisnya mutual trust dan krisis kognitif di masyarakat hingga mengakibatkan berbagai fenomena kekerasan berbasis agama. Suatu persoalan terkikisnya saling percaya di antara masyarakat sehingga mudah sekali memicu gesekan dan konflik dari hal-hal sepele.Ketika ruang kesalingpengertian bergeser ke ruang anomi, kecurigaan, gesekan antarkelompok akan dengan mudah terjadi dan menjalar cepat. Sentimen sektarianisme dan sentimen keagamaan masih menjadi stimulus utama lahirnya kekerasan.Berulang kali terjadinya kekerasan berwajah agama menandakan bahwa hakikat manusia sebagai homini socious (makhluk sosial) yang hidup dalam kecintaan, kasih, dan saling menyayangi bukanlah sesuatu yang taken for granted (ada dengan sendirinya), melainkan ia perlu diusahakan, dirawat, dan dihidupi secara berkeringat dan berdarah-darah di dalam relasi sosial. Bangsa ini sejatinya bisa mereduksi fanatisme dan kekerasan jika ada komitmen dan konsistensi radikal untuk mendewasakan cara pandang bahwa Indonesia adalah nation yang berciri keluarga bersama, yang hidup dalam satu cita-cita: sama-sama ingin mewujudkan bangsa berketuhanan dan berdaulat tanpa terhalangi oleh sekat identitas yang hanya akan mengerdilkan diri.

Buku ini bagian dari keresahan dari nokhtah-nokhtah sosial-politik yang diwarnai isu-isu krusial baik itu soal kapitalisasi politik, predasi kekuasaan, patologi korupsi, distorsi nilai-nilai kemaslahatan, soal determinasi keadilan dan ...

NALAR EKONOMI POLITIK INDONESIA

Nalar ekonomi-politik Indonesia yang berdasarkan konstitusi ekonomi UUD 1945 mengarahkan strategi pembangunan Indonesia kepada pengolahan sumber daya alam yang merupakan keunggulan komparatif. Namun kita jangan sampai terjebak nalar pada pembagian kerja sama internasional yang membagi wilayah dunia menjadi dua, yaitu penghasil bahan mentah dan penghasil barang industri.

Nalar ekonomi-politik Indonesia yang berdasarkan konstitusi ekonomi UUD 1945 mengarahkan strategi pembangunan Indonesia kepada pengolahan sumber daya alam yang merupakan keunggulan komparatif.

Humanisme dan Kapitalisme

Kita terbiasa menyerang kapitalisme dari posisi kaum sosialis. Dan benar, kita kadang-kadang memiliki kesan bahwa satu-satunya fungsi mereka memang untuk menyerang kapitalisme. Namun kritikus humanis terhadap kapitalisme sebagian besar adalah kaum konservatif, bahkan sangat konservatif. Dengan demikian kita menyaksikan fenomena budaya komersial diserang dari dua sisi, baik oleh kaum kiri maupun kanan, meski sering kali kritisisme ini tampak sangat mirip. Kaum humanis konservatif dan sosialis memegang nilai-nilai pra-modern yang sama, bahkan sampai batas tertentu keduanya sama-sama reaksioner. Baik kaum konservatif maupun sosialis sama-sama menganggap diri mereka sebagai juru penerang, yang memiliki pengetahuan khusus yang memberi hak kepada mereka untuk menjalankan dan menentukan segala urusan. Dengan kata lain, baik kaum konservatif maupun sosialis sama-sama melihat negara liberal sebagai musuh, karena kapitalisme merupakan bagian integral dari negara liberal. Kritisisme mereka atas tatanan ini, menurut hemat saya, memiliki kelemahan besar karena kritik-kritik mereka sangat bergantung pada norma-norma atau ukuran-ukuran pra-modern. Bernard Murchland

Kritisisme mereka atas tatanan ini, menurut hemat saya, memiliki kelemahan besar karena kritik-kritik mereka sangat bergantung pada norma-norma atau ukuran-ukuran pra-modern. Bernard Murchland

Pandemi Covid-19: Kapitalisme dan Sosialisme

Kemunculan wabah Corona dan wabah lain sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini—yang berbeda dibandingkan empat abad lalu. Kami akan mengulas bagaimana sistem produksi kapitalis saat ini membentuk dan mempersering kedatangan wabah: entah itu yang menjadi endemi, epidemi, ataupun pandemi. Lantas, bagaimanakah cara kita memenuhi kebutuhan hidup selama ini? Bagaimana sistem kapitalisme yang disebut-sebut itu, merusak hubungan sosial dan lingkungan kita? Bagaimanakah ia memproduksi wabah, dan apa yang harus kita lakukan? Buku saku ini dengan ringkas akan mendiskusikannya. ________________________________________________________________________________________________________________ “Buku saku yang ada di tangan pembaca ini memang bukan tulisan yang isinya menjelaskan bagaimana nilai-nilai kultural berbeda terbina di negara-negara eksperimen sosialis dan negara-negara kapitalis. Meski demikian, buku ini bisa menjadi langkah pertama ke arah itu ketika mencoba menautkan realitas sistem ekonomi-politik kapitalistik dengan wabah di satu sisi, dan menawarkan apa yang harus kita perbuat tatkala wabah merajalela. Kerusakan ekologis yang akarnya persis ada di dalam logika kapital untuk menjadikan semua sumber daya, alam maupun manusia, sebagai tunggangan belaka menangguk laba demi akumulasi tiada henti, menurut penulis buku ini, tidak bisa dibereskan dengan sekadar dengan memperbaiki tampilan-tampilan sistem ekonomi eksploitatif ini. kapitalisme itu ibarat bangunan yang tampak kokoh padahal rapuh pondasinya. Perbaikan fasad, warna tembok, jendela, atau bentuk genteng, tidak akan menjadikannya sistem ramah lingkungan dan lebih peduli kemanusiaan. Sistem ini harus dibongkar di pondasinya, dan pembongkaran pondasi berarti meruntuhkan bangunannya sekaligus. Tak ada cara lain.” Dede Mulyanto, Pengajar di Departemen Antropologi FISIP Universitas Padjajaran dan Editor Indoprogress.

Kemunculan wabah Corona dan wabah lain sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini—yang berbeda dibandingkan empat abad lalu.

SIAPA HUMAS? Mengenal Ujung Tombak Komunikasi

Anda tahu humas atau Public Relation (PR)? Ingin mengenal humas? Profesi humas merupakan ujung tombak dalam pelayanan komunikasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Didasari pada kesehariannya sebagai humas selama setengah dekade, penulis mengajak pembaca untuk mengenal humas. Dalam buku Siapa Humas? Mengenal Ujung Tombak Komunikasi, penulis menjelaskan ke dalam lima bagian yaitu Siapakah Humas, Humas Digital, Gaya Kerja Humas, Tantangan Humas ke Depan, dan Peluang Humas Via Gerakan Sosial. Penulis mengajak pembaca untuk mengetahui keseharaian humas, baik itu humas di lembaga atau instansi pemerintah maupun humas secara umum. Buku ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya literasi dalam bidang kehumasan. Buku yang sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, seperti dosen, mahasiswa, peneliti, pegawai, pejabat di instansi pemerintah, korporasi, media, dan para pecinta buku yang ingin mengenal dunia humas.

Anda tahu humas atau Public Relation (PR)?

Pemanfaatan Media Sosial Oleh Paktisi Humas Pemerintah di Indonesia

Dalam buku ini penulis menguraikan seberapa besar pemanfaatan media sosial oleh humas pemerintah terutama di lingkungan BNN RI tempat penulis mengabdikan diri

Dalam buku ini penulis menguraikan seberapa besar pemanfaatan media sosial oleh humas pemerintah terutama di lingkungan BNN RI tempat penulis mengabdikan diri