Sebanyak 62 item atau buku ditemukan

NILAI-NILAI PROFETIK DALAM KEPEMIMPINAN MODERN PADA MANAJEMEN KINERJA

Buku ini, merupakan suatu studi teoritis dalam bidang manajemen dan kepemimpinan. Penulisan buku ini, bermula dari keinginan penulis untuk menyebarkan informasi dari hasil studi teoritis. Dengan demikian, para pemimpin khususnya dan masyarakat secara umum, me-ngetahui bagaimana menjalankan amanah kepemimpinan pada manajemen kinerja di suatu organisasi yang berlandaskan pada teladan Nabiyullāh wa Rasulullāh Muhammad SAW. Selanjutnya, sebagai akademisi penulis memiliki tanggungjawab sosial dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Buku ini, merupakan suatu studi teoritis dalam bidang manajemen dan kepemimpinan.

ISLAM VERSUS EKSTRIMISME

Pendahuluan Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci. Allah berfirman: كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ (سورة ءال عمران :110) “Kalian adalah sebaik–baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada al Ma’ruf (hal-hal yang diperintahkan Allah) dan mencegah dari al Munkar (hal-hal yang dilarang Allah).” (QS. Ali ‘Imran: 110) Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم) “Barangsiapa di antara kalian mengetahui suatu perkara munkar, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia mengingkari dengan hatinya. Dan hal itu (yang disebut terakhir) paling sedikit buah dan hasilnya; dan merupakan hal yang diwajibkan atas seseorang ketika ia tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lidahnya.” (HR. Muslim) Syari’at telah menyeru untuk mengajak kepada al ma’ruf, yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah dan mencegah hal-hal yang munkar, yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haq. Pada masa kini, banyak orang yang mengeluarkan fatwa tentang agama, sedangkan fatwa-fatwa tersebut sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. Karena itu perlu ditulis sebuah buku untuk menjelaskan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang tidak benar. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam memperingatkan masyarakat dari orang yang menipu ketika menjual makanan. Al-Imam al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mengatakan tentang dua orang yang hidup di tengah orang-orang Islam: “Saya mengira bahwa si fulan dan si fulan tidak mengetahui sedikitpun tentang agama kita ini”. Kepada seorang khathib, yang mengatakan: مَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَقَدْ غَوَى “Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa bermaksiat kepada keduanya maka ia telah melakukan kesalahan”, Rasulullah menegurnya dengan mengatakan: بِئْسَ الْخَطِيْبُ أَنْتَ “Seburuk-buruk khathib adalah engkau”, (HR. Ahmad). Ini dikarenakan khathib tersebut menggabungkan antara Allah dan Rasul-Nya dalam satu dlamir (kata ganti) dengan mengatakan (وَمَنْ يَعْصِهِمَا). Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: “Katakanlah: وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ Rasulullah tidak membiarkan perkara sepele ini, meski tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin beliau akan tinggal diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Tentunya orang semacam ini lebih harus diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat bahaya dan kesesatannya. Ketika kita menyebut beberapa nama orang yang menyimpang dalam risalah ini, maka hal ini tidaklah termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan sebaliknya ini adalah hal yang wajib dilakukan untuk memperingatkan orang banyak. Dalam sebuah hadits shahih bahwa Fathimah binti Qays berkata kepada Rasulullah: يا رسول الله إنه خطبني معاوية وأبو جهم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أما أبو جهم فلا يضع العصا عن عاتقه، وأما معاوية فصعلوك لا مال له، انكحي أسامة (رواه مسلم وأحمد) “Wahai Rasulullah, aku telah dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm”. Rasulullah berkata: “Abu Jahm suka memukul perempuan, sedangkan Mu’awiyah adalah orang miskin yang tidak mempunyai harta (yang mencukupi untuk nafkah yang wajib), menikahlah dengan Usamah” (HR. Muslim dan Ahmad) Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan Fathimah binti Qays dari Mu’awiyah dan Abu Jahm. Beliau menyebutkan nama kedua orang tersebut di belakang mereka dan menyebutkan hal yang dibenci oleh mereka berdua, ini dikarenakan dua sebab. Pertama: Mu’awiyah orang yang sangat fakir sehingga ia tidak akan mampu memberi nafkah kepada istrinya. Kedua: Abu Jahm adalah seorang yang sering memukul perempuan. Jikalau terhadap hal semacam ini saja Rasulullah angkat bicara dan memperingatkan, apalagi berkenaan dengan orang-orang yang mengaku berilmu dan ternyata menipu masyarakat serta menjadikan kekufuran sebagai Islam. Oleh karena itu al-Imam asy-Syafi’i mengatakan di hadapan banyak orang kepada Hafsh al-Fard: “Kamu benar-benar telah kufur kepada Allah yang Maha Agung”. Yakni telah jatuh dalam kufur hakiki yang mengeluarkannya dari Islam sebagaimana dijelaskan demikian oleh al-Imam al-Bulqini dalam kitab Hasyiyah ar-Raudlah[1]. Asy-Syafi’i juga menyatakan tentang Haram bin Utsman, seorang yang hidup semasa dengannya dan biasa berdusta ketika meriwayatkan hadits: “Meriwayatkan hadits dari Haram (bin Utsman) hukumnya adalah haram”. Al-Imam Malik juga mencela (jarh) orang yang semasa dan tinggal di daerah yang sama dengannya; Muhammad bin Ishaq, penulis kitab al-Maghazi. Al-Imam Malik berkata: “Dia seringkali berbohong”. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang al-Waqidi: “al-Waqidi seringkali berbohong”. Siapakah Ahlussunnah Wal Jama’ah ? Memahami Ajaran Moderat Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam: فَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ (رواه الحاكم وصحّحه والترمذي وقال حديث حسن صحيح) “Maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang teguh pada al-Jama’ah; yakni berpegang teguh pada aqidah al-Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih) Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam yang agung Abul Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) -semoga Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (teks-teks al-Qur’an dan Hadits) dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap kesesatan-kesesatan kaum Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah disandarkan kepada keduanya. Ahlussunnah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut al-Imam al-Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut al-Imam al-Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu. Al-Hafizh Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, berkata: الفصل الثاني؛ إذا أطلق أهل السنة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية “Pasal Kedua: Jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyah dan al Maturidiyyah”[2]. Mereka adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas). Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab Maliki, para pengikut madzab Hanafi dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah). Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas ummatnya tidak akan tersesat. Alangkah beruntungnya orang yang senantiasa mengikuti mereka. Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam mengetahui aqidah al-Firqah an-Najiyah yang merupakan golongan mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan, beliau menjawab: إِيْـمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ (رواه البخاري) “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. al-Bukhari) Sama sekali tidak berpengaruh, ketika golongan Musyabbihah mencela ilmu ini dengan mengatakan; “Ilmu ini adalah ‘Ilm al-Kalam al-Madzmum (Ilmu Kalam yang dicela) oleh Salaf. Mereka tidak mengetahui bahwa ‘Ilm al-Kalam al-Madzmum adalah yang dikarang dan ditekuni oleh Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah semacam mereka. Sedangkan ‘Ilm al-Kalam al-Mamduh (Ilmu Kalam yang terpuji) yang ditekuni oleh Ahlussunnah maka sesungguhnya dasar-dasarnya telah ada di kalangan para Sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para Sahabat. Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Beliau juga membungkam salah seorang pengikut ad-Dahriyyah (golongan yang mengingkari adanya pencipta alam ini). Dengan hujjah-nya pula, beliau mengalahkan empat puluh orang Yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau juga membantah orang-orang Mu’tazilah. Ibn Abbas -semoga Allah meridlainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Ibn Abbas, al-Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -semoga Allah meridlai mereka semua- juga telah membantah kaum Mu’tazilah. Dari kalangan Tabi’in; al-Imam al-Hasan al-Bishri, al-Imam al-Hasan ibn Muhammad Ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan khalifah ‘Umar ibn Abdul 'Aziz -semoga Allah meridlai mereka- juga telah membantah kaum Mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulama-ulama salaf lainnya, terutama al-Imam asy-Syafi’i -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah. Demikian pula al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik dan al-Imam Ahmad -semoga Allah meridlai mereka- sebagaimana dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al Baghdadi (W. 429 H) dalam Ushul ad-Din, al-Hafizh Abu al-Qasim ibn ‘Asakir (W. 571 H) dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari, al-Imam az-Zarkasyi (W. 794 H) dalam kitab Tasynif al-Masami’ dan al-‘Allaamah al-Bayadli (W. 1098 H) dalam kitab Isyarat al-Maram dan lain-lain. Telah banyak para ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W. 321 H), kitab al-‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al-Imam ‘Umar an-Nasafi (W. 537 H), al-‘Aqidah al-Mursyidah karangan al-Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W. 630 H), al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al-Imam Muhammad ibn Hibatillah al-Makki (W. 599 H); beliau menamakannya Hada-iq al-Fushul wa Jawahir al-Ushul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al-Ayyubi (W. 589 H) -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat tertarik dengan buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan sampai kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut kemudian dikenal dengan sebutan al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah. Sulthan Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab Syafi’i, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al-‘Aqidah as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzdzin untuk mengumandangkan al-‘Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum adzan shubuh) pada setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam (Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H) dalam al-Wasa-il Ila Musamarah al-Awa-il dan lainnya. Sebagaimana banyak terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam menjelaskan al-‘Aqidah as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus berlangsung. [1] Kufur di sini bukan dalam pengertian kufur ni’mat. Tetapi dalam makna kufur hakiki yang mengeluarkan dari Islam. lihat Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 407. [2] Murtadla Az-Zabidi, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ Ulumiddin, j. 2, h. 6

Pendahuluan Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

PANDUAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK Rancangan Peraturan Daerah

Panduan ini dibuat untuk memudahkan dalam membuat Rancangan Peraturan Daerah dan Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Daerah, sehingga memasuki pra rancangan, menentukan postur rancangan, juga penelitian normatif dan empiris maupun pada saat pembahasan baik ditingkat internal eksekutif/legislatif dan masuk pada tahap pembahasan di DPRD.Dari pengalaman yang adamanakala dalam penyusunan tidak memperhatikan Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 Tahun 2011 dan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92 /PUU-X/2012 joPeraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, acapkali terjadi perbedaan pandangan dengan Kementerian Hukum dan HAM dikala pada tahap pembahasan di DPRD.

Prinsip logika abstrak, yaitu pengelompokan berdasarkan tugas-tugas/ fungsi-
fungsi; 3. Prinsip kemudahan bagi penggunanya, yaitu cara pengelompokan
yang dipilih sesuai keinginan/ kemudahan bagi penggunanya. Ketiga prinsip
tersebut ...

Meretas pendidikan toleransi

pluralisme dan multikulturalisme sebuah keniscayaan peradaban

On multicultural education to understand cultural and religious plurarism in Indonesia.

On multicultural education to understand cultural and religious plurarism in Indonesia.

Fiqh kewarganegaraan

intervensi agama-negara terhadap masyarakat sipil

On Islam and civil society in Indonesia; collection of articles.

On Islam and civil society in Indonesia; collection of articles.

SHALAT MENURUT PRAKTEK YANG BIJAK

SHALAT DALAM TUNTUNAN YANG BENAR DAN BIJAK MENYIKAPI PERBEDAAN

Dalam bab ini, penulis mencoba menjelaskan secara global. Terakit dengan tata cara shalat mulai dari takbir sampai salam yang disertai dalil Hadits Shahih dan Hasan sebagai argumentasi dasar. Sekaligus mengungkap kerancuan yang ada dalam buku buku tuntunan shalat dari buku lainnya yang hanya didasari hanya dengan satu pendapat saja sehingga mudah meng-klaim :salah” atau “bid’ah” terhadap amalan orang lain danpa mempertimbangkan dengan bijak dalil dalil lainnya

... ibadah. 125 Terlebih jika Mesjidnya dipinggir jalan, pasti ada jama'ah baru yang numpang shalat dan belum bisa bacaan wirid usai shalat. 126 Al-Majmu' Syarah Muhadzab, 4/566. Atau Syarah al-Adzkar, 3/23. berikut salah satu Haditsnya ...

Aplikasi Metodologi Penelitian

Ilmu pengetahuan laksana seekor burung, agar tidak terbang jauh maka ilmu harus diikat dalam sebuah tulisan atau menjadi buku. Pilosofi Inilah yang menginspirasi penulis untuk menulis buku ini Menulis sesungguhnya pekerjaan mudah, akan tetapi memulainya tidak gampang. Kendala umum dihadapi mahasiswa ketika membuat tugas akhir seperti Tesis dihadapkan kepada “bagaimana untuk memulai menulis tesis?”. Beranjak dari persoalan tersebut, penulis tertarik menyusun buku sederhana ini, untuk dapat memberi guidance serta mensitumuli mahasiswa menerobos kendala dalam memulai menulis. Kekeliruan dasar yang banyak terjadi memulai penulisan adalah, selalu didahului dengan menentukan judul. Sejatinya mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, dan merumuskan masalah dengan baik, baru kemudian mendapatkan topik penelitian yang dirumuskan sebagai judul. Kemampuan mengidenfikasi masalah penelitian menjadi modal dasar untuk memudahkan penulisan selanjutnya.

Kemampuan mengidenfikasi masalah penelitian menjadi modal dasar untuk memudahkan penulisan selanjutnya. Buku Aplikasi metodologi penelitian ini diterbitkan oleh penerbit deepublish dan tersedia juga versi cetaknya.