Sebanyak 565 item atau buku ditemukan

Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Taharah

Bagian Pertama: Taharah Islam dan Kebersihan – Pengertian Taharah Bagian Kedua: Najis Pengertian Najis & Pembagiannya – Hukum-Hukum Terkait Najis – Tubuh Manusia & Najis – Hewan yang Najis –Bangkai – Najis yang Diperselisihkan – Najis yang Dimaafkan – As-Su’ru – Penyucian Najis – Menyamak Kulit Bangkai – Istihalah – Istinja Bagian Ketiga: Hadas Hadas – Mengangkat Hadas – Jenis Air & Hukumnya – Pengertian, Hukum, dan Syarat Rukun Wudu – Sunah-Sunah Wudu – Makruh dalam Wudu – Yang Membatalkan Wudu – Mengusap Dua Khuff – Mandi Janabah – Tayamum Bagian Keempat: Darah Wanita Haid – Yang Haram Dilakukan Saat Haid – Nifas – Istihadah Bagian Kelima: Fitrah Islam Fitrah - Khitan - Parfum - Kumis dan Jenggot

Bagian Pertama: Taharah Islam dan Kebersihan – Pengertian Taharah Bagian Kedua: Najis Pengertian Najis & Pembagiannya – Hukum-Hukum Terkait Najis – Tubuh Manusia & Najis – Hewan yang Najis –Bangkai – Najis yang Diperselisihkan ...

Hak Asasi Manusia Dalam Fikih Kontemporer

Buku ini mencoba menguraikan pandangan Fikih Kontemporer terhadap Hak Asasi Manusia yang terungkap dalam teks sakral (Al- QurÕan dan Sunnah) secara komprehensif dan itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap individu umat. Sinergisitas pemahaman Fikih Islam dan Universal Declaration of Human Right akan menjembatani terwujudnya kehidupan yang egaliter, toleran, bermartabat, rukun, dan makmur dengan tetap mengakui adanya kekhasan setiap worldview yang terbangun. HAM akan memberikan kepada setiap manusia hak-hak prinsipiel dan melekat yang mengacu kepada al-hurriyyat (kebebasan) dan almusawat (persamaan). Kebebasan dalam kacamata agama selalu terikat dengan prinsip dasar teologis, kebebasan orang lain, moralitas, nilai dan adat yang hidup dalam masyarakat. Moderasi pemahaman ini mendorong adanya reaktualisasi pemahaman hak asasi yang sejalan dengan roh Ilahiah dan insaniyyah sesuai dengan tuntutan space and time (ruang dan waktu). *** Persembahan penerbit Kencana (Prenadamedia Group)

Buku ini mencoba menguraikan pandangan Fikih Kontemporer terhadap Hak Asasi Manusia yang terungkap dalam teks sakral (Al- QurÕan dan Sunnah) secara komprehensif dan itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap individu umat.

Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan

Tidak selamanya menikah itu sunah. Kadang malah wajib, mubah, makruh, bahkan haram. Hukum pernikahan bisa berbeda-beda bagi tiap orang, tergantung kasusnya. Dalam syariat Islam, demi menjaga garis keturunan dan kehormatan, ada famili yang tidak boleh dinikahi, misalnya ibu kandung, anak perempuan, saudara perempuan, bibi, keponakan, termasuk saudari sesusuan. Bukan hanya membahas tema menarik di atas, Ensiklopedia Fikih Indonesia ini juga dilengkapi pembahasan tentang rukun-rukun nikah, nikah yang bermasalah, termasuk juga bagaimana status hukum tentang terurainya tali ikatan pernikahan, seperti talak dan fasak.

Posisi Abu Bakar sendiri sangat penting dalam dakwah Rasulullah saw., baik
selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah
Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi
sirna.

Ensiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat

Kalau kita membaca hadits-hadits nabawi secara tekstual, khususnya yang terkait dengan masalah akad jual-beli dan muamalat lainnya, kita akan merasakan kesempitan yang luar biasa, seolah hidup kita ini salah zaman. Bank haram, asuransi haram, dan berbagai aktivitas ekonomi umat manusia tiba-tiba jadi haram semua. Betapa kehidupan muamalat zaman ini hampir tak ada lagi yang sesuai dengan ketentuan syariah di masa kenabian. Semua orang mengeluh dan apatis kalau melihat aturan-aturan secara tekstual dalam nash hadits. Sebab, banyak sekali yang tidak realistis atau tidak menjejak dunia nyata. Syariat Islam terkesan mengekang kemajuan zaman dan ekonomi tidak bisa berkembang. Pada hakikatnya, syariat Islam tidak datang hanya untuk mengharamkan ini-itu, lalu pergi begitu saja tanpa solusi. Syariat Islam datang justru menjadi solusi atas masalah dan kebutuhan manusia. Sebagai bukti, syariat Islam tidak mengharamkan riba, kecuali memberikan solusi seperti kredit, sistem gadai, dan bagi hasil. Intinya, roda ekonomi tetap berjalan tanpa melanggar larangan teks hadits. Dalam buku ini, kita akan mendapatkan pencerahan dan titik temu antara teks hadits dengan realitas kekinian, yang ternyata keduanya bisa berjalan beriringan.

Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai/berjenjang yang dilakukan
oleh Rasulullah saw. di masa itu. Padahal apa yang dilakukan oleh beliau tidak
bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang adalah sunah ...

Fikih Akbar

Prinsip-Prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Allah SWT menurunkan syariat Islam sejatinya untuk menciptakan kehidupan yang baik bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. Dengan kata lain, syariat-Nya adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Wujudnya, hidup sejahtera (lahum ajruhum ‘inda rabbihim), damai (wa la khaufun ‘alaihim) dan bahagia (wa la hum yahzanun). Karena itu, seluruh pemikiran, pandangan, pola pikir serta tata aturan dalam bidang agama, sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya, maupun bidang lainnya, semestinya berorientasi pada tujuan untuk menciptakan kehidupan yang penuh rahmat. Perilaku atau praktik keberagamaan yang jauh dari tujuan itu, seperti kekerasan, terorisme, kebencian, dan sejenisnya, tidak hanya menyimpang dari syariat Islam, tetapi juga menjadi parasit yang menghambat dan menghancurkan peradaban. Buku ini mengingatkan sekaligus menegaskan kembali esensi tujuan syariat Islam dengan menelusuri prinsip-prinsip teologis Islam rahmatan lil ‘alamin dari sumber primernya: al-Quran dan Hadis. Prinsip-prinsip fundamental ini—yakni akidah, tauhid, atau ushul ad-din—disebut oleh Imam Abu Hanifah dengan “Fikih Akbar”. Fikih Akbar merupakan pangkal (ushul) dari segala tafsir syariat Islam (furu’) yang berorientasi kepada kehidupan yang baik. Dengan penelusuran yang tekun, hati-hati dan cermat, analisis yang tajam dan bernas, penafsiran yang inklusif dan kontekstual, penulisnya mengupas dasar-dasar Islam yang ramah dari dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologisnya. Dengan begitu, prinsip-prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin tidak hanya kukuh pada tataran argumentasi dan teori, tetapi juga pada tataran praksis. *** “Buku ini merekonstruksi landasan teologis Islam sebagai agama welas asih dan kebajikan. Ikhtiar intelektual semacam ini sangat relevan di tengah menguatnya isu-isu keislaman di ruang publik yang diperhadapkan dengan persoalan moralitas, politik identitas, dan keadilan. Saya sangat mendorong para pengajar/dosen dan mahasiswa membaca buku ini. Kehadirannya dapat memenuhi kebutuhan rujukan teologi dalam literatur pendidikan karakter di Indonesia.” —Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI “Islam disebut sebagai agama yang sesuai dengan dimensi ruang dan waktu (shalih li kulli zaman wa makan), karena ajaran Islam berdimensi ganda: yang tetap (tsawabit) dan yang berubah (mutaghayyirat). Dr. Hamim cukup “berani” mempersoalkan yang tsawabit itu, terutama tentang sistem keyakinan (sistema kredo), sistem peribadatan (sistema ritus), dan sistem nilai (sistema etika), tiga aspek fundamental agama. Menyoal ketiganya membuat Islam relevan dengan dinamika zaman yang senantiasa berubah dan membawa perubahan. Karya dari salah satu pemikir Islam Indonesia ini sangat menarik dan perlu dibaca.” —Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI

Fikih Akbar merupakan pangkal (ushul) dari segala tafsir syariat Islam (furu’) yang berorientasi kepada kehidupan yang baik.

Melacak Akar Akar Kejahatan Secara Historis dan Sosiologis (Refleksi Pemikiran Filsafat Hukum Islam Ali Syari’ati)

Isi dari buku ini adalah sebagai berikut: (1). Koherensi historis sosiologis pemikiran filsafat hukum islam Ali Syari'ati, lebih disemangati oleh upaya mengembalikan masyarakat Iran, terutama generasi mudahnya, yang tergila-gila pada Marxisme dan pola hidup Barat lainnya, kepada pangkuan Iman dan Islam kembali, tentu dengan muatan syari’at Islam melalui interpretasi kritis dan orisinalnya; (2). Manusia adalah makhluk bidimensional, karena menurut kisah kejadian dan penciptaannya, manusia diciptakan dari dua unsur yang saling berlawanan atau berkontradiksi satu sama lain secara subjektif, bathiniah dan berlangsung dalam esensinya, yaitu: roh Allah dan lempung busuk. Manusia benar-benar merupakan ajang kontradiksi ,pertarungan konstan yang berlangsung secara dialektis.(3). Allah menyampaikan rencana-Nya kepada para malaikat, bahwa Dia akan menciptakan khalifah-Nya di atas muka bumi, yaitu: Adam dan keturnannya. Oleh karena itu, tanpa ditunda-tunda lagi para malaikat serempak mengajukan hipotesis, berdasarkan hasil observasi yang deskriptif metodis pada pengalaman masa lalu (QS., 56:61-62), tentang sesuatu perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia dalam perjalanan hidupnya selama di atas muka bumi, yang akan menumpahkan darah, berbuat kejahatan, menyebarkan kebencian dan balas dendam, sebagaimana firman Allah yang artinya :“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Tuhan berkata: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS., 2:30). (4).Proses kontradiksi dialektis yang terjadi dalam diri setiap individu manusia dan sejarah itu, terus menerus bergerak maju secara progresif evolusioner ke arah puncak kesempurnaan tertinggi sebagai sintesis, yaitu: ketika sudah sampai di sisi Allah atau roh Allah bagi setiap individu manusia, dan bagi sejarah apabila kaum mustadh’afiin telah berhasil menata sistem sosial dan masyarakat yang disebut sebagai ummat, dengan tata pemerintahan yang disebut sebagai kesucian kepemimpinan, yang lebih menekankan pada sistem dan suasana yang kondusif, bukan kepada personifikasi individu sang pemimpin, berpandangan hidup tauhid yang melihat segala sesuatu sebagai emperium tunggal, dan bahwa pembagian segala sesuatu dalam dua hal yang berpasangan secara kontradiktif itu sesungguhnya bukanlah dualisme, melainkan pembagian yang nisbi sesuai dengan daya nalar dan kognitif manusia, diperlukan dalam kerangka epistemologi bukan ontologi.

Isi dari buku ini adalah sebagai berikut: (1).

Melacak Akar Akar Kejahatan Secara Antropologis (Refleksi Pemikiran Filsafat Hukum Islam Ali Syari’ati)

Buku ini menjelaskan sebagai berikut: (1). Koherensi historis pemikiran dialektika dalam filsafat sejarah Ali Syari'ati, lebih disemangati oleh upaya mengembalikan masyarakat Iran, terutama generasi mudahnya, yang tergila-gila pada Marxisme dan pola hidup Barat lainnya, kepada pangkuan Iman dan Islam kembali, tentu dengan muatan syari’at Islam melalui interpretasi kritis dan orisinalnya; (2). Dialektika Subjektif misalnya, dalam batas-batas tertentu, mirip dengan dialektika Hegel, yang merupakan guru Karl Marx, sebab dialektika ini terjadi dalam diri setiap individu manusia, dengan sifatnya yang batiniah dan berlangsung dalam esensinya sendiri. Berbentuk pertarungan atau kontradiksi antara tesis/roh Allah sebagai lambang kebenaran dan antitesis/lempung busuk sebagai lambang kebathilan atau kejahatan, sehingga menjadilah manusia sebagai realitas kontradiksi dialektis; (3). Proses kontradiksi dialektis yang terjadi dalam diri setiap individu manusia itu terus menerus bergerak maju secara progresif evolusioner ke arah puncak kesempurnaan tertinggi sebagai sintesis, yaitu: ketika sudah sampai di sisi Allah atau roh Allah bagi setiap individu manusia. Inilah titik tolak dan/atau sumber pemikiran Ali Syari’ati tentang filsafat hukum islam secara antropologis, yang disitu akar akar kejahatan dapat dilacak dan ditemukan secara subyektif bathiniyah pada setiap individu manusia.

Buku ini menjelaskan sebagai berikut: (1).

ISTINBAT HUKUM EKONOMI (Kajian Terhadap Pemikiran Al-Syaukani)

Fokus buku ini adalah melacak model metode istinbat hukum Al-Syawkani dan kontekstualisasinya dengan hukum ekonomi di Indonesia. Dalam ingatan banyak orang di kalangan umat Islam Indonesia, Al-Syawkani diklaim sebagai tokoh Syi’ah Zaydiyyah, sehingga ia sering mendapatkan respon yang tidak bersahabat. Namun dalam produk usul fikih dan tafsirnya, ternyata ia mampu mengungkapkan makna tafsir secara luas, melampaui berbagai imam madzhab, bahkan terkadang bertentangan dengan madzhabnya, sehingga produk usul dan tafsirnya sangat relevan untuk dijadikan sebagai referensi dan solusi hukum atas berbagagai kejadian dan kegian ekonomi di Indonesia.

(Kajian Terhadap Pemikiran Al-Syaukani) surat kepada 'Umar, “agar memberi mereka bagian zakat” tetapi 'Umar merobek surat Abu Bakar tersebut, sembari berkata, “kalian dahulu diberi harta zakat, karena waktu itu hati kalian sedang ...

MODEL PENAFSIRAN HUKUM IBNU KATSÎR

Fokus buku ini adalah melacak model istinbâth hukum Ibnu Katsîr terhadap ayat-ayat Alqur’an. Dalam ingatan banyak orang di kalangan umat Islam Indonesia, Ibnu Katsîr begitu banyak dikenal dan dijadikan rujukan utama di kalangan Islam di Indonesia, terutama dunia pesantren. Namun dalam produk penafsirannya, ternyata Ibnu Katsir justru mengupas masalah-masalah hukum yang tidak selamanya sejalan dengan madzhab al-Syafi’i yang diikuti mayoritas umat Islam di Indonesia. Bahkan Ibnu Katsir sebagai pengagum Ibnu Taymiyyah yang dianggap alergi pemikirannya di kalangan pesantren, justru mengutip langsung pernyataan Ibnu Taymiyyah secara utuh dalam kitab tafsirnya, sehingga tidak mengehrankan apabila dalam penafsirannya mendukung pandangan Ahmad Ibnu Hanbal, dan muridnya Ibnu Taymiyyah. Ini sungguh-sungguh ironi, satu sisi Ibnu Katsîr seorang ulama Syafi’iyyah, yang diikuti oleh mayoritas umat Islam di Indonesia, tetapi sisi lain, Ibnu Katsir mengagumi kehebatan dan kepiawian Ibnu Taymiyyah dalam melakukan kajian keislamannya, termasuk hukumnya.

Fokus buku ini adalah melacak model istinbâth hukum Ibnu Katsîr terhadap ayat-ayat Alqur’an.

Sistem Hukum Kenegaraan Iran

Penulis berharap buku ini dapat dijadikan sebagai salah sumber bacaan di tengah minimnya literatur-literatur kajian tentang sistem hukum kenegaraan Iran khususnya, dan kajian tentang Islam mazhab Syi’ah pada umumnya. Pada tahun 90-an, penulis mengakui sumber-sumber bacaan tentang Islam mazhab Syi’ah cukup banyak diterbitkan di Indonesia. Pada masa itu, forum-forum akademik dalam bentuk seminar, diskusi, simposium, dan lain-lain cukup intens dilakukan kalangan mahasiswa Indonesia. Namun demikian, semenjak era reformasi, khususnya sejak bermunculannya organisasi-organisasi Islam Sunni “militan”, literatur-literatur dan forum-forum diskusi tentang Islam mazhab Syi’ah mengalami penurunan secara signifikan. Sejak itu, wacana keislaman lebih banyak didominasi oleh ekspresi gaya kaum populis di Eropa dan di Amerika. Kelompok-kelompok minoritas, kaum pinggiran, dan komunitas bukan arus utama banyak mendapat tekanan, intimidasi, dan bahkan ancaman. Bagi para pemikir tercerahkan, kondisi demikian sungguh dirasakan amat mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Penulis memberanikan diri untuk menerbitkan hasil kajian disertasi penulis ketika penyelesaikan program doktor pada Program Studi Hukum Islam, Program Doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Penulis berharap buku ini dapat dijadikan sebagai salah sumber bacaan di tengah minimnya literatur-literatur kajian tentang sistem hukum kenegaraan Iran khususnya, dan kajian tentang Islam mazhab Syi’ah pada umumnya.