Sebanyak 372 item atau buku ditemukan

Paradigma Teoantroposentris dalam Konstelasi Tafsir Hukum Islam

“Metodologi neomodernisme tafsir Fazlur Rahman bisa dikatakan sebagai eksemplar tafsir al-Qur’an yang tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat kontemporer. Karena itu, metodologinya terus dikembangkan dan diapresiasi oleh gerenasi setelahnya, utamanya oleh Abdullah Saeed dengan tafsir kontekstualnya. Spirit tafsir ini kemudian menjalar ke buku yang ada di depan sidang pembaca ini. Selamat membaca pemikiran-pemikiran bernas dalam buku ini!” Dr. Aksin Wijaya, Direktur Pascasarjana IAIN Ponorogo. * * * Fragmentasi dan diferensiasi ilmu-ilmu keislaman, khususnya teologi dan hukum Islam, terus mengemuka hari ini. Dampaknya, hukum Islam mengalami krisis epistemologis dan paradigmatis. Hukum Islam dipahami secara normatif belaka, dijauhkan dari moralitas, dan tercerabut dari realitas kehidupan. Problem ini berbanding lurus dengan merunyaknya fenomena keberagamaan yang mengarah pada puritanisme dan radikalisme di Indonesia. Seyogianya, sangat dibutuhkan gerakan reorientasi paradigmatis penalaran hukum Islam dari teosentris dan antroposentris ke teoantroposentris. Paradigma ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan wahyu dan akal, agama dan kehidupan, serta norma dan nomos. Kerangka paradigmatis inilah yang kelak mesti menjadi basis pengembangan dan rekayasa hukum Islam masa depan. Buku ini meneliti dengan saksama mengenai metode progresif-integratif teoantroposentris tersebut dengan menjadikan pemikiran Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed sebagai model risetnya.

nya terhadap alQur'an menitikberatkan pada muatan ethico-legal alQur'an.142 Hazara, tempat kelahirannya, terkenal bagus dalam pendidikan keislaman. Ayahnya bernama Mawlana Shihab adDin, seorang ilmuwan hasil pendidikan Deoband Seminary, ...

Melacak Akar Akar Kejahatan Secara Historis dan Sosiologis (Refleksi Pemikiran Filsafat Hukum Islam Ali Syari’ati)

Isi dari buku ini adalah sebagai berikut: (1). Koherensi historis sosiologis pemikiran filsafat hukum islam Ali Syari'ati, lebih disemangati oleh upaya mengembalikan masyarakat Iran, terutama generasi mudahnya, yang tergila-gila pada Marxisme dan pola hidup Barat lainnya, kepada pangkuan Iman dan Islam kembali, tentu dengan muatan syari’at Islam melalui interpretasi kritis dan orisinalnya; (2). Manusia adalah makhluk bidimensional, karena menurut kisah kejadian dan penciptaannya, manusia diciptakan dari dua unsur yang saling berlawanan atau berkontradiksi satu sama lain secara subjektif, bathiniah dan berlangsung dalam esensinya, yaitu: roh Allah dan lempung busuk. Manusia benar-benar merupakan ajang kontradiksi ,pertarungan konstan yang berlangsung secara dialektis.(3). Allah menyampaikan rencana-Nya kepada para malaikat, bahwa Dia akan menciptakan khalifah-Nya di atas muka bumi, yaitu: Adam dan keturnannya. Oleh karena itu, tanpa ditunda-tunda lagi para malaikat serempak mengajukan hipotesis, berdasarkan hasil observasi yang deskriptif metodis pada pengalaman masa lalu (QS., 56:61-62), tentang sesuatu perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia dalam perjalanan hidupnya selama di atas muka bumi, yang akan menumpahkan darah, berbuat kejahatan, menyebarkan kebencian dan balas dendam, sebagaimana firman Allah yang artinya :“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Tuhan berkata: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS., 2:30). (4).Proses kontradiksi dialektis yang terjadi dalam diri setiap individu manusia dan sejarah itu, terus menerus bergerak maju secara progresif evolusioner ke arah puncak kesempurnaan tertinggi sebagai sintesis, yaitu: ketika sudah sampai di sisi Allah atau roh Allah bagi setiap individu manusia, dan bagi sejarah apabila kaum mustadh’afiin telah berhasil menata sistem sosial dan masyarakat yang disebut sebagai ummat, dengan tata pemerintahan yang disebut sebagai kesucian kepemimpinan, yang lebih menekankan pada sistem dan suasana yang kondusif, bukan kepada personifikasi individu sang pemimpin, berpandangan hidup tauhid yang melihat segala sesuatu sebagai emperium tunggal, dan bahwa pembagian segala sesuatu dalam dua hal yang berpasangan secara kontradiktif itu sesungguhnya bukanlah dualisme, melainkan pembagian yang nisbi sesuai dengan daya nalar dan kognitif manusia, diperlukan dalam kerangka epistemologi bukan ontologi.

Isi dari buku ini adalah sebagai berikut: (1).

Melacak Akar Akar Kejahatan Secara Antropologis (Refleksi Pemikiran Filsafat Hukum Islam Ali Syari’ati)

Buku ini menjelaskan sebagai berikut: (1). Koherensi historis pemikiran dialektika dalam filsafat sejarah Ali Syari'ati, lebih disemangati oleh upaya mengembalikan masyarakat Iran, terutama generasi mudahnya, yang tergila-gila pada Marxisme dan pola hidup Barat lainnya, kepada pangkuan Iman dan Islam kembali, tentu dengan muatan syari’at Islam melalui interpretasi kritis dan orisinalnya; (2). Dialektika Subjektif misalnya, dalam batas-batas tertentu, mirip dengan dialektika Hegel, yang merupakan guru Karl Marx, sebab dialektika ini terjadi dalam diri setiap individu manusia, dengan sifatnya yang batiniah dan berlangsung dalam esensinya sendiri. Berbentuk pertarungan atau kontradiksi antara tesis/roh Allah sebagai lambang kebenaran dan antitesis/lempung busuk sebagai lambang kebathilan atau kejahatan, sehingga menjadilah manusia sebagai realitas kontradiksi dialektis; (3). Proses kontradiksi dialektis yang terjadi dalam diri setiap individu manusia itu terus menerus bergerak maju secara progresif evolusioner ke arah puncak kesempurnaan tertinggi sebagai sintesis, yaitu: ketika sudah sampai di sisi Allah atau roh Allah bagi setiap individu manusia. Inilah titik tolak dan/atau sumber pemikiran Ali Syari’ati tentang filsafat hukum islam secara antropologis, yang disitu akar akar kejahatan dapat dilacak dan ditemukan secara subyektif bathiniyah pada setiap individu manusia.

Buku ini menjelaskan sebagai berikut: (1).