Sebanyak 444 item atau buku ditemukan

ELITE MALING DAN POLITIK KAPITAL

Buku ini bagian dari keresahan dari nokhtah-nokhtah sosial-politik yang diwarnai isu-isu krusial baik itu soal kapitalisasi politik, predasi kekuasaan, patologi korupsi, distorsi nilai-nilai kemaslahatan, soal determinasi keadilan dan kesejahteraan yang dibelokkan oleh empirium narsisme politik para sekelompok elite-elite borjuis berdasi, dan lain sebagainya. Membicarakan politik kontemporer Indonesia tidak terlepas dari kontestasi demokrasi lokal maupun nasional dengan segala kultur aktor politiknya yang menampilkan dominannya epitome budaya dan perilaku elite sentrum: mencapai tujuan dengan jalan pintas (transaksional, korupsi), arogan, narsisme, menekan rakyat, mengabaikan nilai-nilai kebersahajaan, memuja materialisme masih lazim. Nilai sensitifitas sosial, afirmatif, kerap menjadi nilai yang hambar di tengah maraknya politik propaganda. Di Pilkada misalnya, rakyat digiring menuju kotak suara untuk mencoblos si-A, bukan karena kesadaran konstruktifnya, tapi karena instrumen politik yang memerintah dia. Ketimpangan tersebut sengaja dipelihara oleh struktur kekuasaan, supaya calon tertentu diuntungkan. Pola tersebut, mungkin tidak mematikan demokrasi seketika, namun yang jelas mengulur kematian demokrasi. Ia juga menegaskan, pemilu (pilkada) bukan soal voting saja, tetapi juga sensibilitas sosial terkait pentingnya akses dan partisipasi warga pemilih. Karenanya jika ada calon pemimpin yang mempersetankan hak prinsipil demokrasi rakyat demi kursi kekuasaan lima tahunan, sejatinya ia sedang ikut menahan laju demokrasi. Di bagian penutup buku ini diulasjuga perihal terkikisnya mutual trust dan krisis kognitif di masyarakat hingga mengakibatkan berbagai fenomena kekerasan berbasis agama. Suatu persoalan terkikisnya saling percaya di antara masyarakat sehingga mudah sekali memicu gesekan dan konflik dari hal-hal sepele.Ketika ruang kesalingpengertian bergeser ke ruang anomi, kecurigaan, gesekan antarkelompok akan dengan mudah terjadi dan menjalar cepat. Sentimen sektarianisme dan sentimen keagamaan masih menjadi stimulus utama lahirnya kekerasan.Berulang kali terjadinya kekerasan berwajah agama menandakan bahwa hakikat manusia sebagai homini socious (makhluk sosial) yang hidup dalam kecintaan, kasih, dan saling menyayangi bukanlah sesuatu yang taken for granted (ada dengan sendirinya), melainkan ia perlu diusahakan, dirawat, dan dihidupi secara berkeringat dan berdarah-darah di dalam relasi sosial. Bangsa ini sejatinya bisa mereduksi fanatisme dan kekerasan jika ada komitmen dan konsistensi radikal untuk mendewasakan cara pandang bahwa Indonesia adalah nation yang berciri keluarga bersama, yang hidup dalam satu cita-cita: sama-sama ingin mewujudkan bangsa berketuhanan dan berdaulat tanpa terhalangi oleh sekat identitas yang hanya akan mengerdilkan diri.

Buku ini bagian dari keresahan dari nokhtah-nokhtah sosial-politik yang diwarnai isu-isu krusial baik itu soal kapitalisasi politik, predasi kekuasaan, patologi korupsi, distorsi nilai-nilai kemaslahatan, soal determinasi keadilan dan ...

NALAR EKONOMI POLITIK INDONESIA

Nalar ekonomi-politik Indonesia yang berdasarkan konstitusi ekonomi UUD 1945 mengarahkan strategi pembangunan Indonesia kepada pengolahan sumber daya alam yang merupakan keunggulan komparatif. Namun kita jangan sampai terjebak nalar pada pembagian kerja sama internasional yang membagi wilayah dunia menjadi dua, yaitu penghasil bahan mentah dan penghasil barang industri.

Nalar ekonomi-politik Indonesia yang berdasarkan konstitusi ekonomi UUD 1945 mengarahkan strategi pembangunan Indonesia kepada pengolahan sumber daya alam yang merupakan keunggulan komparatif.

Humanisme dan Kapitalisme

Kita terbiasa menyerang kapitalisme dari posisi kaum sosialis. Dan benar, kita kadang-kadang memiliki kesan bahwa satu-satunya fungsi mereka memang untuk menyerang kapitalisme. Namun kritikus humanis terhadap kapitalisme sebagian besar adalah kaum konservatif, bahkan sangat konservatif. Dengan demikian kita menyaksikan fenomena budaya komersial diserang dari dua sisi, baik oleh kaum kiri maupun kanan, meski sering kali kritisisme ini tampak sangat mirip. Kaum humanis konservatif dan sosialis memegang nilai-nilai pra-modern yang sama, bahkan sampai batas tertentu keduanya sama-sama reaksioner. Baik kaum konservatif maupun sosialis sama-sama menganggap diri mereka sebagai juru penerang, yang memiliki pengetahuan khusus yang memberi hak kepada mereka untuk menjalankan dan menentukan segala urusan. Dengan kata lain, baik kaum konservatif maupun sosialis sama-sama melihat negara liberal sebagai musuh, karena kapitalisme merupakan bagian integral dari negara liberal. Kritisisme mereka atas tatanan ini, menurut hemat saya, memiliki kelemahan besar karena kritik-kritik mereka sangat bergantung pada norma-norma atau ukuran-ukuran pra-modern. Bernard Murchland

Kritisisme mereka atas tatanan ini, menurut hemat saya, memiliki kelemahan besar karena kritik-kritik mereka sangat bergantung pada norma-norma atau ukuran-ukuran pra-modern. Bernard Murchland

Pandemi Covid-19: Kapitalisme dan Sosialisme

Kemunculan wabah Corona dan wabah lain sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini—yang berbeda dibandingkan empat abad lalu. Kami akan mengulas bagaimana sistem produksi kapitalis saat ini membentuk dan mempersering kedatangan wabah: entah itu yang menjadi endemi, epidemi, ataupun pandemi. Lantas, bagaimanakah cara kita memenuhi kebutuhan hidup selama ini? Bagaimana sistem kapitalisme yang disebut-sebut itu, merusak hubungan sosial dan lingkungan kita? Bagaimanakah ia memproduksi wabah, dan apa yang harus kita lakukan? Buku saku ini dengan ringkas akan mendiskusikannya. ________________________________________________________________________________________________________________ “Buku saku yang ada di tangan pembaca ini memang bukan tulisan yang isinya menjelaskan bagaimana nilai-nilai kultural berbeda terbina di negara-negara eksperimen sosialis dan negara-negara kapitalis. Meski demikian, buku ini bisa menjadi langkah pertama ke arah itu ketika mencoba menautkan realitas sistem ekonomi-politik kapitalistik dengan wabah di satu sisi, dan menawarkan apa yang harus kita perbuat tatkala wabah merajalela. Kerusakan ekologis yang akarnya persis ada di dalam logika kapital untuk menjadikan semua sumber daya, alam maupun manusia, sebagai tunggangan belaka menangguk laba demi akumulasi tiada henti, menurut penulis buku ini, tidak bisa dibereskan dengan sekadar dengan memperbaiki tampilan-tampilan sistem ekonomi eksploitatif ini. kapitalisme itu ibarat bangunan yang tampak kokoh padahal rapuh pondasinya. Perbaikan fasad, warna tembok, jendela, atau bentuk genteng, tidak akan menjadikannya sistem ramah lingkungan dan lebih peduli kemanusiaan. Sistem ini harus dibongkar di pondasinya, dan pembongkaran pondasi berarti meruntuhkan bangunannya sekaligus. Tak ada cara lain.” Dede Mulyanto, Pengajar di Departemen Antropologi FISIP Universitas Padjajaran dan Editor Indoprogress.

Kemunculan wabah Corona dan wabah lain sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini—yang berbeda dibandingkan empat abad lalu.

SIAPA HUMAS? Mengenal Ujung Tombak Komunikasi

Anda tahu humas atau Public Relation (PR)? Ingin mengenal humas? Profesi humas merupakan ujung tombak dalam pelayanan komunikasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Didasari pada kesehariannya sebagai humas selama setengah dekade, penulis mengajak pembaca untuk mengenal humas. Dalam buku Siapa Humas? Mengenal Ujung Tombak Komunikasi, penulis menjelaskan ke dalam lima bagian yaitu Siapakah Humas, Humas Digital, Gaya Kerja Humas, Tantangan Humas ke Depan, dan Peluang Humas Via Gerakan Sosial. Penulis mengajak pembaca untuk mengetahui keseharaian humas, baik itu humas di lembaga atau instansi pemerintah maupun humas secara umum. Buku ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya literasi dalam bidang kehumasan. Buku yang sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, seperti dosen, mahasiswa, peneliti, pegawai, pejabat di instansi pemerintah, korporasi, media, dan para pecinta buku yang ingin mengenal dunia humas.

Anda tahu humas atau Public Relation (PR)?

Pemanfaatan Media Sosial Oleh Paktisi Humas Pemerintah di Indonesia

Dalam buku ini penulis menguraikan seberapa besar pemanfaatan media sosial oleh humas pemerintah terutama di lingkungan BNN RI tempat penulis mengabdikan diri

Dalam buku ini penulis menguraikan seberapa besar pemanfaatan media sosial oleh humas pemerintah terutama di lingkungan BNN RI tempat penulis mengabdikan diri

Essentials of Behavioral Research

Methods and Data Analysis

This is a classic advanced undergraduate/graduate text in research methods which requires statistics as a prerequisite. The first half of the text concentrates on research methods and the second half introduces students to advanced statistical procedures.

This is a classic advanced undergraduate/graduate text in research methods which requires statistics as a prerequisite.

The Power of Information Networks

New Directions for Agenda Setting

The news media have significant influence on the formation of public opinion. Called the agenda-setting role of the media, this influence occurs at three levels. Focusing public attention on a select few issues or other topics at any moment is level one. Emphasizing specific attributes of those issues or topics is level two. The Power of Information Networks: The Third Level of Agenda Setting introduces the newest perspective on this influence. While levels one and two are concerned with the salience of discrete individual elements, the third level offers a more comprehensive and nuanced perspective to explain media effects in this evolving media landscape: the ability of the news media to determine how the public associates the various elements in these media messages to create an integrated picture of public affairs. This is the first book to detail the theoretical foundations, methodological approaches, and international empirical evidence for this new perspective. Cutting-edge communication analytics such as network analysis, Big Data and data visualization techniques are used to examine these third-level effects. Diverse applications of the theory are documented in political communication, public relations, health communication, and social media research. The Power of Information Networks will interest scholars, students and practitioners concerned with the media and their social and cultural effects.

This is the first book to detail the theoretical foundations, methodological approaches, and international empirical evidence for this new perspective.

Making the News

Politics, the Media, and Agenda Setting

Media attention can play a profound role in whether or not officials act on a policy issue, but how policy issues make the news in the first place has remained a puzzle. Why do some issues go viral and then just as quickly fall off the radar? How is it that the media can sustain public interest for months in a complex story like negotiations over Obamacare while ignoring other important issues in favor of stories on “balloon boy?” With Making the News, Amber Boydstun offers an eye-opening look at the explosive patterns of media attention that determine which issues are brought before the public. At the heart of her argument is the observation that the media have two modes: an “alarm mode” for breaking stories and a “patrol mode” for covering them in greater depth. While institutional incentives often initiate alarm mode around a story, they also propel news outlets into the watchdog-like patrol mode around its policy implications until the next big news item breaks. What results from this pattern of fixation followed by rapid change is skewed coverage of policy issues, with a few receiving the majority of media attention while others receive none at all. Boydstun documents this systemic explosiveness and skew through analysis of media coverage across policy issues, including in-depth looks at the waxing and waning of coverage around two issues: capital punishment and the “war on terror.” Making the News shows how the seemingly unpredictable day-to-day decisions of the newsroom produce distinct patterns of operation with implications—good and bad—for national politics.

Boydstun documents this systemic explosiveness and skew through analysis of media coverage across policy issues, including in-depth looks at the waxing and waning of coverage around two issues: capital punishment and the “war on terror ...

Lembaga-Lembaga Negara Independen (Di Dalam Undang Dasar Negaran Republik Indonesia Tahun 1945)

Agaknya tidak berlebihan bahwa semakin lama dijalankan dan di ajarkan negara hukum, semakin kita sadari akan kekurangannya, yakni: negara hukum yang bagaimanakah? Corak negara hukum apa yang yang hendak dikembangkan? Konsep negara hukum yang manakah yang layak dan sebaiknya dianut dan dijalankan oleh suatu negara? Apakah ada konsep atau model negara hukum dan syarat-syarat apa sajakah yang seharusnya dimilik oleh suatu negara hukum? Bukankah semua negara menamakan dirinya adalah negara hukum, oleh sebab semua negara dijalankan berdasarkan ketentuan dan pembatasan- pembatasan yang telah dibuat oleh rakyat negara yang bersangkutan? Adakah suatu model dan bentuk atau corak negara hukum yang merupakan “standard” negara hukum, ataukah negara hukum itu tergantung kepada sistem politik-hukum dan tata budaya dan kebiasaan yang berlaku dan yang dipandang patut oleh negara bersangkutan?1 Setidaknya hal ini haruslah sudah terjawab di tengah-tengah perkembangan hukum tata negara saat ini.

Buku Lembaga-Lembaga Negara Independen (Di Dalam Undang Dasar Negaran Republik Indonesia Tahun 1945) ini diterbitkan oleh penerbit deepublish dan tersedia juga versi cetaknya.